Serangkaian pertemuan tingkat Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN (AMAF) ke XXX dan pertemuan tingkat Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN Plus Three (AMAF+3) ke VIII telah diselenggarakan 20 - 25 Oktober 2008. Pertemuan dibuka oleh Dr. Cao Duc Phat, Menteri Pertanian dan Pembangunan Pedesaan Vietnam. Pertemuan AMAF dihadiri oleh para Menteri Pertanian dan Kehutanan serta delegasi dari seluruh negara ASEAN. Pada Pertemuan AMAF+3 selain dihadiri oleh para menteri pertanian dan kehutanan dari negara ASEAN juga hadir para Menteri Pertanian dan Kehutanan dari China, Jepang dan Korea Selatan. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Dr. Anton Apriyantono, Menteri Pertanian RI dengan anggota berasal dari Departemen Pertanian, Departemen Luar Negeri, Departemen Kelautan dan Perikanan, serta Departemen Kehutanan.
Pada Pertemuan AMAF telah disepakati beberapa hal sebagai berikut:
1. Menanggapi perkembangan krisis dunia yang berdampak pada sektor pangan, ASEAN sesuai dengan usulan Presiden RI, telah menyusun sebuah skema strategis dan komprehensif untuk memperkuat ketahanan pangan regional yang disebut ASEAN Integrated Food Security (AIFS) Framework beserta rencana kerja jangka menengah yang disebut Strategic Plan of Action on Food Security in the ASEAN Region (SPA-FS). Para Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN menyepakati untuk merekomendasikan dokumen tersebut ke ASEAN Summit di Thailand, bulan November 2008. Selanjutnya, kedua rumusan tersebut rencananya akan dicanangkan bersama oleh para Pemimpin ASEAN dalam Bangkok Statement on Food Security in the ASEAN Region.
2. Para Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN dapat menerima usulan Indonesia mengenai ASEAN Strategy in Addessing the Impact of Climate Change on Agriculture, Fisheries and Forestry, serta dibentuknya suatu forum yang mewadahi kerja sama ini. ASEAN berkomitmen untuk segera melakukan pendekatan regional dan menyusun rencana kerja strategis dalam mengidentifikasi kegiatan mitigasi dan adaptasi menghadapai dampak perubahan iklim di sektor pertanian, perikanan dan kehutanan. Indonesia diharapkan dapat menjadi focal point implementasi kesepakatan ini.
3. Terkait isu kehutanan, para Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN menegaskan pentingnya kerja sama dalam manajemen hutan yang berkelanjutan, terutama melalui pengembangan Monitoring, Assessment, and Reporting (MAR) for ASEAN Criteria and Indicators for Sustainable Management of Tropical Forests, serta implementasi Work Plan for Strengthening FLEG in ASEAN dan ASEAN Wildlife Enforcement Network (ASEAN-WEN).
4. Dalam sektor perikanan dan kelautan, Indonesia tidak dapat menyepakati ASEAN Regional Fisheries Management Mechanism (ARFMM), yang merupakan rumusan mengenai rencana pembentukan mekanisme regional yang mengatur perikanan baik di perairan laut maupun di darat. Alasan Indonesia adalah bahwa manajemen perikanan tingkat regional harus tetap mengacu pada United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 dan kesepakatan diantara negara anggota RFMOs, seperti IOTC, CCSBT dan WCPFC. Selain itu, pengelolaan perikanan regional harus mengacu pada Regional Plan of Action (RPOA) on Promoting Responsible Fishing Practices yang telah disepakati pada pertemuan Bali, 4 Mei 2007 yang didukung oleh para Menteri ASEAN dan negara-negara lain seperti Australia, Timor Leste dan Papua Nugini. Namun, setelah melalui pembahasan dalam Tim Kerja, disetujui bentuk kerja sama tersebut berupa forum konsultasi “ASEAN Regional Fisheries Consultative Forum” yang merupakan bagian dari Working Group on Fisheries. Meskipun cukup alot, Indonesia telah berhasil memperjuangkan perubahan ARFMM menjadi ASEAN Regional Fisheries Cosultative Forum.
5. Para Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN berhasil mensahkan beberapa standar dan rencana kerja yang mencakup:
a. ASEAN Phytosanitary (PS) Guidelines for the Importation of Rice-Milled
b. ASEAN Harmonized Maximum Residue Limits (MRLs) for 9 pesticides
c. ASEAN Harmonized Standards for Guava, Lansium, Mandarin, Mangosteen and Watermelon
d. ASEAN Standard Requirements for Inactivated E. coli Vaccine for Poultry, Live Swollen Head Syndrome vaccine, Inactivated Porcine parvovirus vaccine, Inactivated Porcine Mycoplasma hyopneumoniae vaccine, Porcine Actinobacillus pleuropneumoniae bacterin
e. ASEAN Criteria for Accreditation of Meat Processing Establishment
f. Workplan for Strengthening Forest Law Enforcement and Governance (FLEG) in ASEAN (2008-2015)
Pada Pertemuan AMAF+3 telah disepakati beberapa hal sebagai berikut:
1. Memperhatikan capaian dari implementasi pilot project EAERR (East Asia Emergency Rice Reserve) dalam merespon situasi darurat di negara-negara ASEAN, para Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN+3 sepakat untuk memperpanjang pilot project tersebut untuk satu tahun mendatang hingga tahun 2010. Dalam masa perpanjangan tersebut, EAERR juga akan mempersiapkan aspek institusional, finansial dan hukum terhadap rencana perubahan EAERR menjadi permanent scheme.
2. Para Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN+3 menyepakati beberapa proposal kerja sama ASEAN. Usulan proyek Indonesia “Farmers Exchange Program” salah satu yang disepakati. Pihak plus three akan mengkoordinasikan proposal-proposal ASEAN tersebut dengan sektor teknis dan pendanaan di masing-masing negara.
3. Para Menteri Pertanian dan Kehutanan ASEAN mencatat perkembangan kerja sama ASEAN+3 di sektor pengembangan sumber daya manusia, pertukaran informasi, pengentasan kemiskinan dan penguatan ketahanan pangan.
Diantara waktu luang pertemuan AMAF telah dilakukan beberapa pertemuan bilateral yang hasilnya sebagai berikut:
1. Disela-sela Pertemuan AMAF dan AMAF+3, juga dilakukan pertemuan bilateral tingkat Menteri dengan Laos dan Vietnam, serta bilateral tingkat SOM-Leader dengan Kamboja dan Myanmar. Dalam pertemuan bilateral tingkat Menteri telah disepakati beberapa bidang kerjasama yang dituangkan dalam Minutes of Meeting. Secara keseluruhan, kesepakatan yang berhasil dicapai mencakup kerja sama sektor research and development, capacity building, exchange of expertise dan technology transfer, serta upaya Indonesia membantu pengembangan sektor pertanian untuk negara-negara CLMV.
2. Dalam upaya meningkatkan kerjasama dengan Vietnam khususnya di bidang penelitian padi, Menteri Pertanian mengunjungi lembaga penelitian: Food Crops Research Institute, Duo Trong Province, di Hanoi, dan Hybrid Paddy Plant and Processing, Mekong River Research Institute serta An Giang Research Center di Ho Chi Minh.
3. Menteri Pertanian Dr. Anton Apriyantono mengunjungi Field Crops Research Institute (FCRI) di Vietnam, Kamis (23/10). Menteri menawarkan kerjasama pengembangan padi Hybrida dengan FCRI setalah mengetahui Vietnam telah melakukan pengembangan padi Hybrida sejak tahun 1992, atau sepuluh tahun lebih awal dari Indonesia. Tampak dalam gambar 2 Mentan sedang berdiskusi dengan Dr. Dr. Nguyen Tri Hoan Direktur Jenderal FCRI di tengah bentangan Sawah Percobaan Padi milik FCRI.
4. Menteri Pertanian Dr. Anton Apriyantono disela-sela acara pertemuan Menteri Pertanian ASEAN (AMAF) ke 30 di Hanoi Vietnam telah melakukan beberapa kegiatan. Salah satunya pada tanggal 24 Oktober 2008 Menteri Pertanian RI melakukan pembicaraan bilateral dengan Menteri Pertanian Republik Demokratik Rakyat Laos (Lao PDR), Mr. Sitaheng Rasphone (Gambar 3). Pemerintah Lao PDR mengharapkan bantuan Pemerintah Indonesia dalam program pengembangan dan pelatihan SDM pertanian di Laos. Mentan RI telah menyambut ajakan Mentan Laos ini dengan baik.
Saturday, 1 November 2008
Pertemuan AMAF ke 30 dan AMAF+3 ke 8 di Hanoi
Posted by Drh.Pudjiatmoko,PhD at 08:16
Labels: AMAF and AMAF+3
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment