Kegiatan manusia di muka bumi menyebabkan pemanasan global yang
besar dan hal ini sangat bergantung pada emisi gas rumah kaca atau emisi karbon.
Indonesia sendiri telah berkomitmen mengurangi emisi karbon di wilayah
negaranya. Pemerintah telah menetapkan target unconditional sebesar 29% dan target conditional sampai dengan 41% dibandingkan skenario Business as Usual (BaU) pada tahun 2030.
Pada abad 20 samapai abad ini terjadi peningkatan kegiatan
industri di berbagai sektor sehingga menimbulkan percepatan pemanasan global. Maka dari out seluruh dunia harus segera berperan
yang signifikan dalam mengurangi emisi karbon. Sehingga akhirnya perlu konsep kredit
karbon yang berperan untuk menjadi salah satu mekanisme yang efisien.
Konsep kredit karbon
Kredit karbon adalah representasi dari ‘hak’ bagi sebuah perusahaan
atau instansi untuk mengeluarkan sejumlah emisi karbon atau gas rumah kaca lainnya
dalam proses industrinya. Satu unit kredit
karbon setara dengan penurunan emisi 1 ton karbon dioksida (CO2). Kredit karbon
menjadi unit yang diperdagangkan dalam pasar karbon untuk kegiatan carbon offset.
Carbon offset adalah kegiatan menyeimbangkan sejumlah
emisi karbon yang dihasilkan dari kegiatan tertentu dengan cara membeli karbon kredit
(dalam pasar sukarela). Kegiatan yang menghasilkan emisi karbon termasuk kegiatan
industri hingga kegiatan sehari-hari.
Dari mana kredit karbon
berasal?
Kredit karbon berasal dari pengurangan emisi yang dilakukan oleh
proyek sukarela, di mana proyek ini secara khusus bertujuan untuk mengurangi emisi;
seperti pembangunan turbin, proyek pengurangan metana, atau pemulihan hutan.
Secara alami, tumbuhan mampu menyerap karbon dioksida dan mengeluarkan
kembali oksigen ke udara melalui proses fotosintesis. Namun, laju produksi karbon
dioksida jauh lebih cepat daripada kemampuan penyerapannya. Dengan pertumbuhan industri
dan populasi, luas hutan semakin sempit untuk dialihkan menjadi perkebunan, pemukiman,
pabrik, dan sejenisnya.
Ilustrasinya, proyek-proyek penghijauan dapat mengajukan perhitungan
daya serap lahannya ke lembaga verifikasi kredit karbon yang diakui secara internasional.
Setelah memperoleh sertifikasi akan sejumlah kredit karbon (yang masing-masing setara
dengan 1 ton CO2), kredit karbon tersebut tercatat dalam depository (lembaga yang bertanggung jawab menyimpan kredit karbon tersebut).
Barulah kredit karbon dapat diperdagangkan di pasar karbon.
Potensi kredit karbon Indonesia
Berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
dan Investasi, Indonesia memiliki hutan hujan tropis ke-3 terbesar di dunia dengan
luas area 125,9 juta hektar yang mampu menyerap emisi karbon sebesar 25,18 miliar
ton. Sedangkan luas area hutan mangrove di Indonesia saat ini mencapai 3,31 juta
hektar yang mampu menyerap emisi karbon sekitar 950 ton karbon per hektar atau setara
33 miliar karbon. Indonesia juga memiliki lahan gambut terluas di dunia dengan area
7,5 juta hektar yang mampu menyerap emisi karbon mencapai sekitar 55 miliar ton.
Dari data tersebut maka total emisi karbon yang mampu diserap
Indonesia kurang lebih sebesar 113,18 gigaton. Jika pemerintah Indonesia dapat menjual
kredit karbon dengan harga USD 5 di pasar karbon, maka potensi pendapatan Indonesia
mencapai USD565,9 miliar atau setara dengan Rp8.000 triliun.
Menjaga Jumlah Emisi Karbon
Lewat Perdagangan Karbon di Bursa
Penanganan masalah iklim akibat emisi karbon yang sangat
urgen ini semakin mendesak. Tidak hanya masyarakat, pemerintah dan swasta raksasa
pun perlu mencanangkan komitmen global untuk permasalahan ini.
Pada 12 Desember 2015, sebanyak 195 negara termasuk Indonesia,
menyepakati perjanjian iklim global yang dikenal sebagai Perjanjian Paris (Paris
Agreement). Perjanjian ini sepenuhnya bersifat sukarela, di mana semua negara yang
menyepakatinya berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca dan memastikan
suhu global tidak naik lebih dari 2˚C (3.6˚F); menjaga kenaikan suhu global tetap
di bawah 1.5˚C (2.7˚F). Perjanjian Paris mulai berlaku efektif pada 4 November 2016.
Melanjutkan kesepakatan tersebut, skema-skema perdagangan karbon
global pun dilaksanakan untuk menjaga jumlah emisi karbon yang dikeluarkan ke atmosfer.
Terkait pengawasan emisi karbon, perdagangan karbon umumnya dilakukan melalui bursa dengan standar satuan tertentu.
”Karbon” yang dimaksud dalam perdagangan karbon di bursa adalah
kredit karbon. Kredit karbon sendiri telah diakui secara internasional sebagai komoditas.
Maka dari itu, ekosistem bursa akan memfasilitasi perdagangan karbon yang terorganisasi
dan efisien.
No comments:
Post a Comment