Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Thursday, 9 January 2014

Perkembangan Pembangunan Direktorat Kesehatan Hewan Awal 2014




Kebijakan dan program kesehatan hewan bertujuan untuk melindungi masyarakat dan hewan dari ancaman penyakit hewan,melindungi lingkungan, dan memfasilitasi perdagangan. Dalam Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau, aspek kesehatan hewan memegang peranan penting khususnya dalam pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan produksi dan reproduksi dari hewan.
 
Dalam rangka mensukseskan program pembangunan peternakan, beberapa program kesehatan hewan yang penting diantaranya adalah: (1) Mempertahankan status bebas penyakit mulut dan kuku (PMK) dan BSE serta peningkatan status kesehatan hewan, (2) Penguatan pelayanan kesehatan hewan dan surveilans melalui Pusat Kesehatan Hewan dan Laboratorium Kesehatan Hewan (veteriner),(3) Pemberantasan penyakit hewan strategis secara bertahap, dan (4) peningkatan ketersediaan obat hewan yang bermutu.

Pelaksanaan pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan yang didalamnya terdapat komponen program mempertahankan status bebas penyakit hewan eksotik penting seperti PMK dan BSE memerlukan adanya kebijakan teknis yang ketat berdasarkan kaidah ilmiah dalam pelaksanaan pemasukan hewan dan produk hewan dari luar negeri ke Indonesia. Hal ini diterapkan dalam bentuk penyusunan persyaratan kesehatan hewan yang mengacu pada standar ilmiah dan berdasarkan kajian analisa resiko dan rekomendasi pemasukanhanya diberikan dari Negara ataupun peternakan tertentu yang telah memenuhi persyaratan teknis tersebut.

Program pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan memerlukan adanya infrastruktur pendukung sebagai pelaksana di lapang.Salah satu komponen penting dari infrastruktur dilapang ini adalah Pusat Kesehatan Hewan (PUSKESWAN) dalam memberikan pelayanan kesehatan hewan bagi peternak di seluruh Indonesia khususnya di basis-basis ternak baik secara aktif maupun pasif. Ke depan, peran dan fungsi dari Puskeswan akan dioptimalkan dengan upaya mengintegrasikan fungsi penyuluhan dan pelayanan peternakan dan kesehatan hewan ke dalam puskeswan serta adanya penambahan jumlah Puskeswan sebanyak 1500 unit dan SDM –nya sebanyak 1490 orang di seluruh Indonesia. Diharapkan nantinya semua Puskeswan akan memiliki sumberdaya manusia yang sudah menjadi pegawai negeri sipil.

Komponen penting lain dalam pelayanan kesehatan hewan adalah adanya laboratorium kesehatan hewan (veteriner) yang berkualitas. Saat ini Indonesia memiliki 8 (delapan) Balai Veteriner di bawah Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) yang berlokasi yang bertanggung jawab daam pengujian dan surveilans. Kedelapan Balai Veteriner ini telah diakui memiliki kualitas yang baik dalam pengujian dan pengelolaan laboratoriumnya, hal ini terbukti dengan kepemilikan ISO 17025:2008 dan ISO 9001:2008 di semua Balai Veteriner di maksud.Setiap Balai Veteriner telah ditetapkan menjadi laboratorium referensi nasional untuk penyakit-penyakit hewan menular strategis tertentu dengan keputusan Menteri Pertanian.Selain itu, Ditjen PKH juga memiliki Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) yang bertanggungjawab dalam melakukan pengujian mutu dan sertifikasi obat hewan di Indonesia.  Selain memiliki ISO 17025:2008, BBPMSOH juga telah diakui di tingkat Regional yaitu dengan adanya sertifikasi dan akreditasi dari ASEAN sebagai laboratorium penguji vaksin hewan di tingkat Regional Asia Tenggara (ASEAN), khususnya untuk vaksin-vaksin sebagai berikut: Newcastle Disease (live), Newcastle Disease (inaktif), Marek (live), Infectious Laryngtracheitis (Live), Infectious Bronchitis (Live), Infectious Bronchitis (inaktif), Egg Drop Syndrome ‘76 (inaktif), Coryza (inaktif), dan Fowl Cholera (inaktif).

Tabel. Daftar UPT Lingkup Direktorat Jenderal Peternakan bidang Kesehatan Hewan dan lingkup akreditasinya
No
Nama UPT
ISO 17025:2008 (∑Metode Pengujian)
ISO 9001:2008
Referensi Nasional
1
Balai Veteriner Medan
38
Ya
CSF dan PRRS
2
Balai Veteriner Bukittinggi
36
Ya
Rabies
3
Balai Veteriner Lampung
23
Ya
ND dan IBD
4
Balai Veteriner Subang
20
Ya
AI
5
Balai Besar Veteriner Wates
33
Ya
Anthrax, AI, BSE, Salmonella
6
Balai Veteriner Banjarbaru
44
Ya
Surra dan IBR
7
Balai Besar Veteriner Denpasar
26
Ya
Jembrana, SE
8
Balai Besar Veteriner Maros
23
Ya
BVD, Brucellosis

Unit Pelaksana Teknis di Bawah Ditjen PKH di bidang kesehatan hewan adalah Pusvetma yang merupakan salah satu Badan Layanan Umum di Kementerian Pertanian dan bertanggungjawab dalam memproduksi vaksin dan antigen untuk pengujian penyakit hewan tertentu.Pusvetma telah memiliki ISO 17025:2008 dan ISO 9001:2008 serta telah mendapatkan sertifikasi Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik (CPOHB).  Produk Pusvetma adalah sebagai berikut: (1) Vaksin (Hogsivet, Lentovet, Komavet, JD Vet, Brucivet, Anthravet, Rabivet Supra 92, Septivet, Afluvet H5N1 Clade 2.3.2) dan (2) Antigen (RBT, ELISA Rabies, Pullorum, Mycoplasma, AI, ND).

Beberapa penyakit hewan yang penting antara lain yaitu: Avian Influenza (AI), Rabies dan Brucellosis. Ketiga penyakit ini merupakan beberapa penyakit yang menjadi prioritas dalam program pengendalian dan penanggulangan.Saat ini pemerintah telah menetapkan sebanyak 25 penyakit hewan sebagai penyakit hewan menular strategis (PHMS).

Avian Influenza merupakan salah satu PHMS yang menjadi prioritas dalam pengendalian dan penanggulangan.  Kasus pertama AI ditemukan pada tahun 2003 dan kemudian dengan adanya lalu lintas hewan dan produknya, AI menyebar ke wilayah lain di Indonesia. Saat ini hampir semua provinsi tertular AI dan hanya Maluku Utara yang merupakan daerah bebas AI di Indonesia.Sampai tahun 2012 di Indonesia hanya ditemukan clade 2.1.3, namun kemudian pada tahun 2012 ditemukan clade baru pada itik yaitu clade 2.3.2 yang bisa menyerang ayam juga. Kewaspadaan dan pelaksanaan program pengendalian dan penanggulangan perlu tetap diintensifkan untuk mencegah terjadinya kasus, sekaligus mengendalikan penyakit.Kewaspadaan juga harus diberikan kepada kemungkinan timbulnya H7N9 seperti yang terjadi di beberapa Negara pada tahun 2013.

Vaksinasi merupakan salah satu alat utama dalam program pengendalian dan penanggulangan AI di Indonesia, untuk pengendalian AI clade 2.1.3, Indonesia telah mampu memenuhi kebutuhan vaksin dengan produksi dalam negeri sejak tahun 2012. Pencapaian lainnya adalah ketika terjadi wabah AI clade 2.3.2, Pemerintah berhasil melakukan isolasi virus dengan cepat untuk kemudian dikembangkan menjadi seed untuk produksi vaksin.Saat ini vaksin untuk clade 2.3.2 telah diproduksi dalam negeri. Dalam rangka program pengendalian dan penanggulangan AI secara bertahap, Pemerintah telah mengembangkan Road map pembebasan AI dengan target Indonesia bebas AI pada tahun 2020 sejalan dengan target dari ASEAN.

Penyakit Hewan Menular Strategis yang menjadi prioritas lain adalah Rabies. Rabies ditemukan di 24 Provinsi di Indonesia, dan 9 (Sembilan) Provinsi dinyatakan sebagai daerah bebasbaik daerah yang memang secara historis bebas seperti  Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Papua dan Papua Barat, maupun provinsi yang berhasil dibebaskan dengan program pemberantasan yaitu DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur.Saat ini wilayah bebas secara historis dalam tahapan pernyataan bebas secara formal dengan pembuktian ilmiah sesuai standar OIE, salah satu daerah bebas historis yang telah dinyatakan secara formal adalah Provinsi Bangka Belitung pada tahun 2013. Program pemberantasan Rabies secara bertahap dilaksanakan di Indonesia dan diharapkan bahwa Indonesia dapat mencapai status bebas pada tahun 2020 bersama dengan Negara-negara ASEAN lain. 

Dalam rangka pencapaian tersebut, kini telah disusun masterplan (road map) pemberantasan Rabies secara bertahap di Indonesia.  Pada tahun 2014, Provinsi Klimantan Barat direncanakan dapat dinyatakan bebas Rabies sesuai standar Internasional setelah dilakukan surveilans terstruktur oleh Balai Veteriner Banjarbaru. Adapun wilayah lain seperti Sulawesi Utara, Pulau Nias, Flores dan Lembata, serta Bali dalah tahap pengendalian secara intensif. Salah satu pencapaian yang penting terkait program pengendalian dan penanggulangan Rabies adalah penerapan konsep One Health dalam pemberantasan Rabies di Bali melalui Tata Laksana Kasus Gigita Hewan Terpadu (TAKGIT) dijadikan salah satu kisah sukses penerapan one health di ASEAN.

Salah satu PHMS penting dan sangat berpengaruh pada PSDSK adalah Brucellosis.Brucellosis endemic di sebagian wilayah Indonesia. Namun dengan program pengendalian dan penanggulangan serta dukungan surveilans yang baik, Indonesia berhasil membebaskan/menyatakan bebas beberapa wilayah di Indonesia dari Brucellosis, wilayah-wilayah tersebut adalah: Bali (2002), Lombok dan Sumbawa (2006), Regional II : Sumatra Barat, Jambi, Riau dan Kepulauan Riau (2009), Regional V : Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah (2009), dan Regional III : Lampung, Bangka-Belitung, Bengkulu, dan Sumatra Selatan (2011). Pada saat ini beberapa wilayah dalam tahapan pembebasan/surveilan pembebasan.Dalam rangka perencanaan yang lebih baik dan optimalisasi pelaksanaan program, telah disusun master plan (road map) pembebasan bertahap Brucellosis di Indonesia dengan target Indonesia bebas Brucellosis tahun 2025.Pada tahun 2014 ini, direncanakan beberapa daerah seperti Provinsi Sumatra Utara, Pulau Madura (Jawa Timur) dan Pulau Sumba (NTT) dapat dibebaskan dan dinyatakan dengan keputusan Menteri Pertanian.

Penyakit Hewan Menular Strategis lain yang menjadi prioritas dalam pengendalian dan penanggulangan adalah classical swine fever (CSF), saat ini merupakan salah satu masalah penting di sentra-sentra peternakan babi. Salah satu pencapaian penting dalam program pengendalian dan penanggulangan CSF adalah telah berhasilnya pengendalian CSF di Provinsi Sumatra Barat dan direncanakan bahwa pada tahun 2014 Provinsi Sumatra Barat dapat dinyatakan bebas dari CSF sesuai dengan standar OIE.

Program penting lainnya dalam pelaksanaan pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan adalah peningkatan ketersediaan obat hewan yang bermutu.Adanya BBPMSOH telah memberikan jaminan bahwa obat yang beredar dan telah disertifikasi di Indonesia berkualitas dari segi mutunya. Mengingat adanya jaminan mutu tersebut, walau Indonesia masih mengimpor obat hewan, Indonesia juga telah mampu mengekspor obat hewan ke beberapa Negara lain.  Tercatat bahwa obat hewan Indonesia berhasil diekspor ke 15 negara untuk produk biologik, 14 negara untuk produk farmasetik dan 20 negara untuk produk premiks. Terdapat kecenderungan peningkatan volume (ton) dan nilai (USD) dari ekspor obat hewan ini dalam 5 (lima) tahun terakhir. 

No comments: