Usulan Rancangan Misi Digitalisasi Informasi Ternak Nasional
VISI
Untuk menciptakan ekosistem
berbasis teknologi yang berpusat pada peternak di mana para peternak dapat
mewujudkan pendapatan yang lebih baik melalui kegiatan peternakan dengan informasi
yang tepat dan infrastruktur yang memungkinkan untuk mendapatkan layanan dan
akses pasar yang tepat waktu dan berkualitas tinggi sebagai hasil dari fungsi yang
baik, terhubung dalam sistem yang mengoptimalkan peluang ekonomi berkelanjutan
dan kesehatan hewan dan kesejateraan manusia.
KONTEKS
Subsektor Peternakan
memiliki kombinasi unik sebagai tulang punggung mata pencaharian pedesaan
sekaligus menunjukkan pertumbuhan yang konsisten dan potensi ekspor. Lebih dari
60% rumah tangga pedesaan memiliki hewan sebagai bagian dari kegiatan ekonomi
dan mata pencaharian mereka. Peternakan merupakan sumber pendapatan yang dapat
diandalkan dan menjadi sumber mobilitas ekonomi meningkat bagi masyarakat
termiskin, sekaligus menjadi eksportir bersih dan telah menunjukkan pertumbuhan
subsektor peternakan tahun 2020 (y-on-y) sebesar – 0,33%, sedangkan untuk
subsektor tanaman pangan, perkebunan, jasa pertanian dan hortukultura
masing-masing sebesar 4,17%, 3,54%, 1,60% dan 1,33%. Ekspor pertanian kita pada tahun 2021 mencapai 625,04 triliun rupiah
naik 38,68% dari tahun sebelumnya, sementara subsektor peternakan menjadi ekspor
terbanyak kedua setelah perkebunan sawit. Nilai Tukar Petani Peternakan (NTPT) pada tahun 2015
sebesar 107,69 dengan standar (2012=100).
Pendapatan dari subsektor
peternakan telah menjadi sumber pendapatan sekunder yang penting bagi jutaan
keluarga pedesaan dan telah mengambil peran penting dalam mencapai tujuan
pertumbuhan peternak. Namun, kita belum
sepenuhnya memanfaatkan potensi semua aspek subsektor peternakan untuk
mengangkat jutaan mata pencaharian peternak di seluruh negeri. Berbagai program
nasional dan Provinsi sebagian besar operasinya dalam sitem silo (sistem yang memisahkan jenis-jenis
karyawan yang berbeda, biasanya berdasarkan departemen tempat mereka bekerja). Partisipasi swasta dan
kemampuan peternak untuk mengakses pasar masih terbatas. Identifikasi hewan
yang terbatas antara lain dapat menyebabkan kurangnya hewan yang bisa ditanggung melalui
asuransi. Peternak seringkali tidak memiliki pengetahuan atau pemberdayaan yang
memadai untuk mencari layanan dari pemerintah atau memanfaatkan pasar.
Akibatnya, kemampuan kita untuk meningkatkan produktivitas hewan, mengendalikan
penyakit yang menyerang peternak dan masyarakat, dan memastikan produk
berkualitas yang dipasok ke pasar domestik dan ekspor menjadi terbatas.
Untuk mengatasi masalah ini
secara komprehensif, Direktorat Jenderal peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian
Pertanian bersama dengan lembaga atau badan yang terkait dan pemangku
kepentingan terkait perlu melakukan program ambisius yang menyeluruh sebagai
Misi Nasional untuk membangun pemberdayaan kerangka kerja dan sistem insentif
untuk membuat langkah perubahan di subsektor peternakan.
TUJUAN MISI DIGITALISASI INFORMASI TERNAK NASIONAl (MDTN)
• Untuk menciptakan 'sistem
yang berpusat pada peternak' di mana infrastruktur dan aplikasi informasi
modern memungkinkan peternak untuk mengakses layanan dan informasi dengan
lancar melalui arsitektur digital nasional yang sengaja dirancang
• Membangun mekanisme
program Direct Benefit Transfer (DBT)
• Memungkinkan partisipasi
yang lebih baik dari sektor swasta sehingga baik peternakdan pasar dapat saling
mengakses dengan lancar terlepas dari lokasi atau ukuran kepemilikan peternak yang
menghasilkan ‘pasar hewan yang terhubung untuk Indonesia’
• Membuat sistem ikatan pemuliaan
tertutup yang kuat, program pengawasan/pengendalian penyakit, dan program
keterlacakan terhadap subsektor peternakan.
• Mempromosikan keterkaitan
antara sistem R&D ke lapangan sehingga ilmu pengetahuan dengan kualitas
terbaik menginformasikan implementasi tanpa penundaan dengan meningkatkan
fungsi berbagai program nasional dan negara dalam melayani peternak.
• Meningkatkan keselarasan
antara berbagai program nasional dan Provinsi, dan membangun arsitektur yang
memungkinkan negara untuk membuat dan mengelola program mereka sendiri.
Unsur Utama Pembangun MDTN
1. Identifikasi: Identifikasi hewan yang unik akan menjadi dasar untuk
semua program peternakan. Ada upaya berkelanjutan untuk menandai semua spesies hewan
utama (sapi, kerbau, domba, kambing, dan babi) pada peternakan di seluruh
Provinsi dengan nomor identifikasi unik. Dengan MDTN, kita dapat mengilustrasikan
tujuan dari sistem identifikasi ini untuk menjadi dasar bagi semua program provinsi
dan nasional, memungkinkan peternak untuk memelihara dan membagikan catatan
hewan mereka yang ditandatangani secara digital, mengakses layanan pemerintah
dengan lancar, memperdagangkan hewan mereka, dan berinteraksi dengan pasar
untuk berbagai input atau untuk menjual produk mereka.
2. Peningkatan aplikasi
mobile untuk peternak (iSIKHNAS+) yang memungkinkan akses ke layanan,
memelihara catatan hewan yang relevan dan meningkatkan kemampuan untuk menjual
produk. Program ini akan fokus pada kesederhanaan, integrasi, dan desain yang
berpusat pada pengguna sehingga pengalaman pengguna dan peningkatan
berkelanjutan akan menjadi prioritas. Demikian pula, aplikasi digital sistem
informasi kesehatan hewan nasional terintegrasi (iSIKHNAS) seperti dokter hewan
dan teknisi peternakan untuk memaksimalkan kemampuan mereka dalam memberikan
layanan kepada peternak, menghilangkan sistem pelaporan berbasis kertas saat
ini, sekaligus memastikan akuntabilitas.
3. Sistem IT iSIKHNAS yang telah
dikelola Direktorat Peternakan dan Kesehatan Hewan yang akan ditingkatkan
sehinga melibatkan berbagai program peternakan seperti pemuliaan hewan,
pengendalian penyakit, keterlacakan produk, dll., dirancang dengan sengaja, dikelola
dengan baik, dan dapat berinteraksi dengan mulus di seluruh sistem dalam sektor
publik serta antarmuka dengan sektor swasta.
4. Interoperabilitas: Interoperabilitas adalah di mana suatu aplikasi bisa
berinteraksi dengan aplikasi lainnya melalui suatu protokol yang disetujui
bersama lewat bermacam-macam jalur komunikasi, biasanya lewat network TCP/IP
dan protokol HTTP dengan memanfaatkan file XML. Adapun aplikasi disini boleh
berada di platform yang berbeda: Delphi Win32, .NET, Java, atau bahkan pada O/S
yang berbeda. Interoperabilitas akan dibangun dari tahap desain sedemikian
rupa sehingga sistem didasarkan pada format berbasis API (Application Programming Interface, yaitu sebuah software yang memungkinkan para
developer untuk mengintegrasikan dan mengizinkan dua aplikasi yang berbeda
secara bersamaan untuk saling terhubung satu sama lain) yang terbuka,
untuk membuat informasi, di mana pun dikelola, dapat diakses untuk tujuan yang
diperlukan apakah itu untuk manajemen penyakit atau kemampuan peternak untuk
menjual produk dengan harga premium sebagai hasil dari pengelolaan hewan yang
lebih baik.
5. Analisis lebih baik yang berlapis
pada sistem data. Kualitas data yang dihasilkan dari lapangan menentukan
kegunaan analitik. Tujuannya adalah untuk tidak hanya membuat sistem di mana
data berkualitas tinggi dihasilkan tetapi juga mempromosikan metode analitik
seperti Artificial Intelligence dan Machine Learning (AI/ML) untuk
mendapatkan nilai yang lebih baik dari data dalam program seperti prediksi
penyakit, diagnostik, pengelolaan hewan dan ketertelusuran produk.
6. Privasi data dan standar
data untuk ekosistem yang memungkinkan pengelolaan data yang lebih baik secara
cermat dan teliti, pada saat yang sama tidak menghambat kemajuan subsektor peternakan
ini dalam melayani peternak.
7. Mekanisme insentif: Saat ini, subsidi pemerintah sebagian besar
mengalir melalui pelaksana atau lembaga pelaksana. Kita gantikan penerapan
mekanisme berbasis eVoucher dan transfer manfaat langsung (direct benefit transfer/DBT) lainnya untuk mengarahkan subsidi yang
sama untuk menyelaraskan insentif dari berbagai pemangku kepentingan sistem dan
menempatkan kekuatan di tangan peternak untuk meminta dan memilih layanan
terbaik yang memenuhi kebutuhan mereka.
8. Entitas khusus (Special Purpose Vehicle) untuk
mengoperasikan elemen kunci arsitektur digital dan menyediakan manajemen
arsitektur yang berkelanjutan. Entitas ini akan selaras dengan misi
Kementerian, namun beroperasi dengan kemandirian dan tetap menjadi yang
terdepan dalam inovasi. Hal ini akan berfungsi sebagai sumber daya untuk
Kementerian, Provinsi, lembaga pelaksana tentang aspek teknis dan analisis data
yang diperlukan (seperti pemodelan penyakit dan analisis terkait AI/ML).
Kemajuan yang ditargetkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas:
MDTN perlu mempertimbangkan
pembelajaran dari berbagai program provinsi dan nasional (seperti Peduli
lindungi Misi Kesehatan Digital Nasional di Indonesia) yang akan memberikan
masukan dari lapangan di subsektor peternakan. Konsultasi ekstensif dengan
individu dan kelompok yang terlibat dalam upaya ini serta pemangku kepentingan
utama seperti pemda provinsi, sektor swasta, dan pakar materi pelajaran untuk
menghasilkan draf yang mengartikulasikan visi dan pendekatan yang diusulkan.
Selain FGD yang akan dilakukan sebagai bagian dari proses desain MDTN, masukan
juga didasarkan pada pembelajaran dari program-program lainnya (Gertak Birahi dan Inseminasi Buatan/GBIB;
Upaya Khusus sapi
indukan wajib bunting / UPSUS SIWAB; Sapi Kerbau Komoditas Andalan Negeri / Sikomandan)
yang telah diluncurkan selama beberapa tahun terakhir.
• Dalam hal identifikasi
hewan, secara bertahap dari sapi dan kerbau (mewakili di beberapa Provinsi) akan
ditandai dengan 12 digit nomor individu hewan yang unik. Hewan yang tersisa
dijadwalkan untuk ditandai tahun-tahun berikutnya dan memperluas proses ini ke hewan
domba, kambing, dan babi.
• Aplikasi digital dasar
dalam bentuk Jaringan Informasi Produktivitas dan Kesehatan Hewan (IPKH) secara
bertahap diimplementasikan di lapangan dan pembelajaran utama akan dikumpulkan
dalam bentuk umpan balik tentang aspek-aspek yang berhasil utuk digunakan perbaikan-perbaikan
ke depannya.
• Selama dekade terakhir,
sistem pelaporan penyakit seperti Sistem Pelaporan Penyakit Hewan Nasional
terintegrasi (iSIKHNAS) telah diterapkan dan masukan dari lapangan tentang
bagaimana sistem pelaporan penyakit perlu dikerjakan ulang untuk dimasukkan ke
dalam pemikiran saat ini. Program pemuliaan bibit unggulan seperti Program
Inseminasi Buatan Nasional akan menginformasikan
desain MDTN, dan hasil akhirnya akan menjadi lebih baik.
Membangun arsitektur yang
komprehensif, inklusif, dan berwawasan ke depan untuk mendukung dan merangsang
semua aspek dari subsektor yang kompleks seperti peternakan merupakan pekerjaan
besar. COVID-19 telah menunjukkan kerentanan sekaligus ketahanan, sumber daya,
dan kemampuan teknologi Indonesia. Kita yakin bahwa ini adalah kesempatan yang tepat
untuk menjawab tantangan mewujudkan potensi penuh subsektor peternakan
Indonesia.
Rancangan dokumen ini
bertujuan untuk mengartikulasikan visi, detail, dan peta jalan MDTN dan
berfungsi sebagai dasar untuk mencari masukan yang lebih luas dalam pembentukan
program secara keseluruhan.
BAB 1 GAMBARAN UMUM ARSITEKTUR DIGITAL
1.1. Arsitektur Digital
1.1.1. Ringkasan
Arsitektur digital adalah istilah singkat untuk menggambarkan
pernakaian teknologi komunikasi dan informasi dalam proses perencanaan dan
perancangan program dan sistem digital secara total. Saat ini, program dan sistem digital sebagian
besar beroperasi di dalam sistem silo (sistem yang memisahkan jenis-jenis karyawan yang berbeda,
biasanya berdasarkan departemen tempat mereka bekerja). Petugas
garis depan (PGD) sebagai ujung tombak yang sebagian besar terdiri dari dokter hewan,
paramedik veteriner, teknisi peternakan dan berbagai penyuluh beroperasi dengan
banyak sistem berbasis kertas atau berbasis web yang menciptakan beban
pelaporan yang tidak perlu, serta data sebagai hasilnya seringkali sulit untuk
digunakan untuk perbaikan secara terus-menerus tepat waktu. Akibatnya, berbagai
skema nasional dan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota yang
diimplementasikan di lapangan sebagian besar beroperasi secara independen,
dengan transparansi terbatas, dan peternak seringkali tidak sepenuhnya sadar
atau tidak siap untuk menuntut layanan.
Dalam hal sistem pelaporan
konvensional, sebagian besar data berada di beberapa basis data dari berbagai
lembaga pelaksana. Dalam manajemen penyakit saja, ada berbagai instansi
pelaksana yang bertanggung jawab atas berbagai penyakit, laboratorium diagnostik,
lembaga negara, dan sektor swasta yang memasok obat-obatan atau vaksin yang
sebagian besar terputus satu sama lain. Ini, bersama dengan sistem Petugas
Garis Depan (PGD) yang kurang optimal, telah menciptakan tantangan besar di
seluruh program untuk memberikan layanan berkualitas tinggi yang mulus kepada
para peternak. Melalui MDTN, kita akan mendesain sistem petugas terdepan dan petugas
penentu kebijakan yang dapat terhubung dari awal (Gambar 1).
Area fokus utama adalah
mendesain ulang sistem aplikasi bagi peternak dan Pekerja Garis Depan (PGD)
untuk melakukan aktivitas mereka sehari-hari. Hal ini sejalan dengan bagaimana
negara telah beralih dari pendaftar berbasis kertas ke sistem digital dalam
kasus PGD di bidang kesehatan hewan yang mengubah kemampuan mereka untuk
menyediakan layanan.
Gambar
1: Komponen utama MDTN
Desain yang berpusat pada
pengguna akan digunakan untuk memastikan sistem ini memiliki fitur-fitur
berikut.
• Platform tunggal untuk semua alur kerja (manajemen penyakit,
pembiakan, administrasi rutin, dll.)
• Antarmuka seluler/web,
kemampuan online/offline, dan desain
minimalis yang kuat untuk memastikan dapat bekerja di sistem lapangan yang
berat dan memenuhi persyaratan bahasa yang berbeda lintas batas provinsi.
• Pusat panggilan berbasis
teknologi yang menghubungkan peternak ke layanan kapan saja, di mana saja.
• Penekanan utama pada
otomatisasi (misalnya, pemindaian ID hewan, botol vaksin, sedotan semen,
eVoucher, dll.) untuk memberikan kemudahan pelaporan dan peningkatan kualitas
data, yang juga dapat menciptakan sistem transparansi dan akuntabilitas.
• Hubungan yang jelas dengan
peternak: Kita ilustrasikan bahwa dengan pembuatan sistem Petugas Garis Depan
(PGD) ini, dengan setiap interaksi PGD dengan hewan, peternak dapat dengan
mudah mengakses dan memelihara catatan hewan mereka sendiri dalam hal
produktivitas dan kesehatan. Hal ini analog dengan kemampuan untuk mengelola
catatan kesehatan elektronik mereka sendiri oleh orang-orang di bawah Misi
Kesehatan Hewan Digital Nasional.
• Koneksi ke sistem Petugas
Penentu Kebijakan: Kegiatan lapangan yang dilakukan oleh PGD membuat sebagian
besar data untuk sistem saat ini dalam sistem publik. Oleh karena itu, semua
data yang dihasilkan sebagai hasil dari program pengendalian penyakit di
lapangan (misalnya, vaksinasi), pemuliaan (misalnya, inseminasi buatan) atau
pelaporan wabah penyakit akan dirancang sedemikian rupa sehingga ada arus
informasi yang lancar ke entitas yang sesuai dan kembali ke lapangan untuk
memungkinkan fungsi yang paling optimal di berbagai tingkatan.
Untuk mencapai visi ini,
selain mendesain sistem PGD, upaya besar juga diperlukan untuk meningkatkan
sistem back-end (sisi server
dari sebuah website atau aplikasi). Saat ini, ketika seorang
dokter hewan mengirimkan sampel untuk diagnosis kasus dugaan penyakit pada
hewan ke laboratorium, tidak ada cara mudah untuk mengirim sampel, informasi
hewan yang menyertainya, dan untuk menerima hasil yang tepat waktu dari
laboratorium secara digital. Juga, akumulasi informasi dari laboratorium
sebagai hasil dari kegiatan ini, yang merupakan sumber informasi yang kaya
tentang status hewan atau prevalensi penyakit tidak dikelola dengan cara
mengintegrasikan informasi dari berbagai sumber lainnya, lihat tren
longitudinal dan memungkinkan analisis yang lebih baik untuk geografi tertentu.
Krisis COVID-19 telah
menunjukkan kepada kita bahwa penyakit tidak menghormati batas geografis atau
spesies. Tujuan MDTN adalah untuk membangun program penyakit hewan yang
terhubung dapat berintegrasi dengan
sistem penyakit satwa liar dan manusia untuk menginformasikan kepada kita
tentang pergerakan dan pengendalian penyakit zoonosis.
Untuk mencapai hal ini,
entitas kunci yang terlibat dalam subsektor ini akan dinilai kemampuan
sistemnya dan peningkatan yang diperlukan untuk mencapai arsitektur provinsi,
kabupaten/kota yang terhubung.
1.2. Spesifikasi teknis
Solusi arsitektur digital
untuk MDTN (juga disebut sebagai LiveStack)
adalah ekosistem yang telah dirancang di bawah naungan Indonesia Enterprise Architecture (IndEA) dan mengikuti pedoman dan
model referensi yang sama. Solusi keseluruhan adalah seperangkat komponen yang
digabungkan secara longgar berlapis-lapis, yang dibangun di atas prinsip-prinsip
berikut.
a. Pendekatan desain platform: Desain gabungan untuk aliran informasi
yang lancar dan integrasi dengan berbagai pemangku kepentingan/sistem yang
terkait dengan subsektor peternakan dan sistem eksternal lainnya seperti Aadhaar (kartu identitas hewan dengan chip digital yang memiliki
identifikasi unik yang terdiri atas 12 digit angka), Digilocker (sejenis loker virtual),
Pembayaran, dll.
b. Tumpukan teknologi sumber
terbuka untuk meminimalkan ketergantungan teknologi dan untuk memungkinkan portabilitas
platformagnostik.
c. Standar terbuka: Standar yang ditetapkan untuk interoperabilitas
yang mudah, mendorong ekosistem untuk berinovasi dan menghindari penguncian
vendor di seluruh komponen komputasi, jaringan, penyimpanan, keamanan, dan
perangkat lunak.
d. Omni-channel diaktifkan, responsif, dan dapat diakses dengan
antarmuka suara, web, dan aplikasi seluler di semua aplikasi/layanan eksternal
dan internal menggunakan API.
Gambar
2: Ikhtisar arsitektur teknis LiveStack
e. Di-deploy di cloud menggunakan orkestrasi container dan dengan
mekanisme redundansi dan fail-over
yang diperlukan untuk memungkinkan ketersediaan tinggi dan tanpa penguncian
vendor ke komponen PaaS tertentu.
f. Arsitektur dan desain
layanan mikro standar untuk memungkinkan penggunaan prinsip aplikasi Dua Belas
Faktor untuk membangun sistem/basis kode yang aman, modular, skalabel, andal,
dapat dipelihara, dan dapat dikonfigurasi.
g. Keamanan dan Privasi
dirancang untuk memastikan semua antarmuka, data, dan aplikasi dilindungi selama
inisiasi, transit, dan istirahat. Aktifkan analisis penipuan hampir waktu-nyata
dengan loop umpan balik.
h. Otomatisasi ekstrem untuk
memungkinkan pengiriman tangkas yang dapat diprediksi dan andal selama
pengujian, pembuatan, penerapan, konfigurasi, dan pemantauan.
i. Pendekatan berbasis data
untuk memastikan telemetri bisnis dan teknologi dipancarkan pada sumber yang
tepat untuk pemrosesan hampir waktu-nyata untuk membuat keputusan yang tepat
oleh semua pengguna ekosistem.
j. Auditability
dan Traceability transaksi dengan
desain. MDTN harus mampu mengambil informasi dengan mudah untuk membantu
menyelesaikan keluhan secara proaktif dan dalam skala besar. Konfigurasi sistem
MDTN harus diaudit untuk memastikan integritas sistem yang berkelanjutan.
Ekosistem digital terdiri dari lapisan-lapisan berikut:
Lapisan data harus terdiri
dari data standar, federasi, dan dapat dioperasikan, dengan definisi yang
konsisten, kepemilikan dan sumber kebenaran yang berbeda, mekanisme
sinkronisasi yang ditata dengan baik, protokol manajemen akses dan berbagi yang
aman. Beberapa jenis data utama di lapisan data akan disertakan.
a. Master Data: Atribut yang hampir statis tentang berbagai entitas
seperti Animal Master, Tag Master,
Village Master, Semen Straw Master, Farmer (Animal Owner) Master, Front Line
Worker (Petugas Garis depan/PGD) Master,
Roles Master, Vaccine Master, Vaccine Vial Master dll.
b. Pendefinisi Relasi: Data yang menunjukkan keterkaitan antara
berbagai elemen seperti keterkaitan tag dengan hewan, keterkaitan hewan dengan peternak,
keterkaitan PGD dengan desa, dll. Elemen data ini akan kurang dinamis
dibandingkan data transaksional, tetapi kurang statis dibandingkan dengan data
master.
c. Data Transaksional: Data yang berubah selama transaksi dan operasi
sehari-hari seperti status vaksinasi hewan terbaru, status kebuntingan saat
ini, desa yang dikunjungi oleh PGD pada hari tertentu, vaksin yang diberikan
oleh PGD dalam satu hari dan sebagainya pada.
d. Data Audit: Semua layanan/transaksi bisnis harus diaudit dengan
informasi yang benar. Durasi retensi data audit dapat dikonfigurasi oleh
aplikasi berdasarkan kebutuhan bisnis.
e. Data Analitik: Data agregat untuk memungkinkan semua pemangku
kepentingan membuat keputusan berdasarkan informasi seperti,
i. Kumpulan
data agregat pra-bangun pada interval bertahap yang ditentukan untuk pemakaian
seluruh sistem di berbagai pengguna untuk pemakaian siap pakai.
ii.
Data mentah bagi pengguna listrik untuk melakukan analisis mendalam untuk data
masa lalu yang telah ditentukan (mis., kumpulan data 6 hingga 12 bulan).
Secara desain, kumpulan data
anonim akan digunakan untuk melindungi privasi di penyimpanan data analitis.
Penyimpanan data transaksional tidak boleh digunakan untuk pelaporan dan semua
data yang diperlukan harus dipancarkan oleh layanan aplikasi sebagai kejadian.
f. Data Operasional: Penyimpanan sementara untuk menyimpan meta data
yang terkait dengan transaksi bisnis yang memerlukan koordinasi antar layanan
mikro. Penyimpanan data ini harus diperlakukan sebagai penyimpanan sementara
untuk pemrosesan transaksi tertentu dan semua informasi status akhir harus
ditangkap baik dalam data master, data transaksional, atau penyimpanan data
audit berdasarkan transaksi bisnis.
2. Lapisan Aplikasi:
Lapisan aplikasi adalah
suatu terminologi yang digunakan untuk mengelompokkan protokol dan metode dalam
model arsitektur jaringan komputer. Baik model OSI maupun TCP/IP memiliki
suatu lapisan aplikasi.
Lapisan aplikasi harus
terdiri dari Layanan Mikro, yang pada dasarnya adalah elemen program mandiri
yang dibangun untuk 'melakukan satu hal dan melakukannya dengan baik'. Layanan
Mikro akan diekspos sebagai API RESTful
untuk pemanggilan dan pemanfaatan secara aman melalui API Gateway. Sebagian besar logika sistem idealnya akan berada di
lapisan aplikasi.
Layanan Mikro harus dibangun
menggunakan tumpukan teknologi sumber terbuka untuk memungkinkan portabilitas
dan fleksibilitas platform-agnostik maksimum. Layanan mikro dapat dikemas dan
dibundel dan ditawarkan sebagai penawaran komprehensif atau secara individual,
untuk fungsi tertentu, untuk pemanggilan atau plug and play, sebagaimana diperlukan untuk memastikan tanggung
jawab integritas data yang mendasari ada pada layanan mikro masing-masing.
Jenis utama layanan mikro
termasuk yang digunakan untuk akses data, penyisipan data, pembaruan data,
penghapusan data, perhitungan berbasis aturan dan lainnya, pemrosesan pekerjaan
dan bisnis, analitik, manajemen pengguna, pelaporan, dan sebagainya. Beberapa
layanan mikro utama dari Stack
termasuk yang mengelola data master (mis., Pembuatan ID Hewan ditambah tautan
atribut yang sesuai – ID Tag, Breed,
dll.), Layanan yang mengelola transaksi (mis., memperbarui jumlah susu
diproduksi dalam sehari oleh seekor sapi, memperbarui data vaksinasi, dll.) dan
yang melakukan perhitungan (misalnya, menghitung produktivitas sapi, menghitung
insentif untuk inseminasi buatan) dll.
3. Lapisan Antarmuka Pengguna:
Lapisan antarmuka pengguna
adalah kumpulan semua antarmuka internal dan eksternal yang diakses oleh
pengguna institusional dan individu untuk melakukan berbagai fungsi yang
diperlukan untuk operasi peternakan yang sukses, melalui LiveStack.
Antarmuka dapat berupa
aplikasi seluler, halaman web, situs web, bot, sistem IVR, aplikasi desktop (klien)
atau sistem antarmuka eksternal yang menggunakan API Layanan Mikro melalui
gateway API dengan Identitas dan manajemen akses yang aman.
4. Lapisan Operasional:
Lapisan operasional harus
memungkinkan pemantauan otomatis hampir 24 jam x 7 waktu-nyata dari semua
layanan bisnis, kinerja sistem/aplikasi. Jika diperlukan, alat pengujian
mandiri seperti utilitas ping layanan harus dikembangkan dan digunakan untuk
memastikan semua lapisan layanan berfungsi seperti yang diharapkan.
Lapisan operasional ini akan
benar-benar otomatis untuk identifikasi, isolasi, dan penyelesaian masalah secara
cepat menggunakan jumlah besar teknologi pemantauan sumber terbuka yang
diusulkan dalam arsitektur solusi MDTN.
5. Lapisan Artificial
Intelligence / Machine
Learning (AI/ML):
Lapisan AI/ML akan
memungkinkan akses tanpa batas ke data berkualitas untuk dilatih, membangun
model inferensi baru yang akan meningkatkan pengalaman pengguna akhir saat
berinteraksi dengan sistem/layanan MDTN. Pipeline
data yang diperlukan untuk mencapai lingkungan AI/ML yang ideal tidak boleh
ketinggalan zaman dan dirancang sejak awal.
Layanan inferensi yang
diperlukan harus dirancang untuk bekerja baik pada edge dan/atau backend.
6. Lapisan Otomatisasi:
Continuous Integration and Continuous Delivery (CICD)
harus menjadi bagian dari prinsip pertama untuk menanamkan kualitas pengiriman
kode menggunakan saluran pipa otomatis. Tujuan dari pipa CICD adalah untuk
mengotomatisasi Unit, Fungsional, Integrasi, Keamanan (pengujian kerentanan
& penetrasi), tes Pembandingan menggunakan banyak besar sumber terbuka yang
diusulkan dalam arsitektur solusi MDTN dari awal. Sistem MDTN harus diterapkan
menggunakan skrip penerapan otomatis menggunakan manajemen konfigurasi yang
dapat diaudit, penemuan layanan, dan versi paket yang sesuai.
1.3. Penggunaan teknologi seperti program eVouchers for Direct Benefit
Transfer (DBT) untuk memberdayakan peternak
Saat ini program peternakan
tetap disubsidi melalui berbagai skema pusat dan pemerintah daerah. Sebagian
besar subsidi ini mengalir melalui pengumpul, sentra semen, penyedia akhirnya
ke peternak. Dalam kasus program pemuliaan hewan misalnya, para peternak
seringkali tidak menyadari semen apa yang tersedia untuk diberikan kepada hewannya,
dan tidak diberdayakan untuk meminta layanan. Kita ilustrasikan integrasi
teknologi utama seperti eVoucher sebagai sarana DBT, di mana peternak mendapatkan
eVoucher yang dapat ditukarkan untuk tujuan tertentu (misalnya, uang untuk
layanan inseminasi buatan/IB), yang bila dikonfigurasi untuk bekerja dengan
aplikasi seluler yang disebutkan di atas, akan memberdayakan peternak untuk
menuntut layanan yang lebih baik.
Dengan desain dan
implementasi yang sukses, kita akan dapat memindahkan subsidi dari -mengalir melalui layanan berbiaya rendah- ke model di mana biaya layanan mencerminkan
biaya sebenarnya, sementara peternak diberikan eVoucher untuk mendapatkan
layanan yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka. Sebagai contoh, saat ini
sebagian besar upaya untuk memilih pejantan terbaik, pasokan pejantan ke sentra
semen, dan biaya operasi sentra semen disubsidi secara besar-besaran. Kita bisa melihat model di mana alih-alih
subsidi pemerintah mengalir melalui jalur ini, semen akan dijual mendekati
harga pokok produksi di pasar, sedangkan subsidi pemerintah mengalir dalam
bentuk eVoucher kepada peternak yang paling membutuhkan sementara program
secara keseluruhan menjadi berkelanjutan terus.
Model ini dapat mengatasi
banyak masalah saat ini yang menghambat program ini.
• Semua transaksi dapat
dilacak. Hal ini memberdayakan peternak untuk memilih layanan terbaik.
• Dengan komponen MDTN
lainnya, di mana indikator kinerja sistem dan PGD transparan kepada peternak (indikator
kualitas semen, kinerja berbagai indikator IB seperti efisiensi IB), akan
menghasilkan permintaan untuk layanan yang lebih baik.
• eVoucher yang dapat ditukarkan hanya oleh teknisi terdaftar, ini
akan mencegah praktisi yang tidak terdaftar dan tidak terlatih dibawa ke dalam
sistem atau disingkirkan.
Selain infrastruktur
digital, MDTN menciptakan peluang untuk mengintegrasikan dan mempromosikan
teknologi utama yang muncul dari investasi kita di jalur R&D seperti
seleksi genomik pejantan berkualitas lebih baik, chip genom yang tersedia bagi peternak untuk memastikan breed dan kualitas genetik dari hewannya,
Fertilisasi In Vitro (IVF) untuk
penggandaan cepat hewan superior (bernilai tinggi) dan semen berjenis kelamin
untuk meningkatkan proporsi berapa anak sapi betina yang lahir.
BAB 2 RINCIAN PROGRAM PRIORITAS DI BAWAH MDTN
2.1 Program Pemuliaan Hewan
Program pemuliaan hewan yang
kuat merupakan komponen penting dari sistem peternakan. Meskipun Indonesia
telah membuat kemajuan yang pesat dalam program susu, daging sapi dan telur, kemajuan
tersebut terbatas di beberapa tempat.
Produksi susu sapi pada
tahun 2016 sebesar 912,74 ton, 2017 sebesar 928,11 ton, 2018 sebesar 951,00
ton, 2019 sebesar 944,54 ton dan tahun 2020 sebesar 947,69 ton.
Produksi daging sapi pada
tahun 2016 sebesar 3.356,33 ton, 2017 sebesar 4.596,66 ton, 2018 sebesar 4.779,43
ton, 2019 sebesar 4.888,82 ton dan tahun 2020 sebesar 4.675.89 ton.
Produksi telur pada tahun
2016 sebesar 2.031,22 ton, 2017 sebesar 5.216,64 ton, 2018 sebesar 5.267,93
ton, 2019 sebesar 5.354,62 ton dan tahun 2020 sebesar 5.652,48 ton.
2.1.1 Tantangan-tantangan yang mungkin akan dihadapi:
• Cakupan inseminasi buatan (IB)
rendah, persentase rendah di banyak tempat. Efisiensi IB (Jumlah IB yang dibutuhkan dibagi
jumlah konsepsi) rendah sehingga terpaksa peternak harus mengeluarkan uang
berulang kali untuk layanan di bawah standar.
• Peternak tidak memiliki
informasi yang memadai tentang semen mana yang tersedia dalam stok, informasi
tentang pejantan (misalnya, nilai pembiakan), dan keuntungan dan kerugian
menggunakan semen pejantan tertentu mengingat akan kebutuhan peternak.
• Entri data di lapangan
adalah laporan ringkasan berbasis kertas atau aktivitas terpisah yang perlu
dilakukan dan bukan menjadi bagian dari aktivitas itu sendiri.
• Perlu diperhatikan apabila
terdapat sekelompok besar teknisi hewan yang tidak terdaftar dan tidak terlatih
yang beroperasi di suatu provinsi. Hal ini mengakibatkan peternak sering kali
harus memilih tenaga kerja ini baik karena kurangnya alternatif atau kurangnya
kesadaran.
• Terutama, sistem insentif
untuk sistem yang ingin mencapai target tertentu, untuk teknisi yang melakukan
sebagian besar kegiatan pembiakan dan peternak yang ingin melihat hasil terbaik
untuk hewannya tidak selaras.
2.1.2 Visi program pemuliaan hewan ternak di bawah MDTN
Tujuannya adalah untuk
menciptakan 'sistem pembiakan loop
tertutup' yang kuat yang memungkinkan akuntabilitas yang lebih baik, sekaligus
memudahkan petugas lapangan untuk melakukan tugas rutin mereka dan pelaporan
menjadi latihan tidak terpisah tetapi bagian dari alur kerja itu sendiri. Ini
juga tentang menyediakan kerangka kerja dan visi untuk implementasi teknologi
baru.
Semua elemen MDTN sangat
penting dan saling melengkapi untuk membuat sistem loop tertutup ini. Penggunaan sistem ID hewan dalam setiap
interaksi merupakan bagian penting dari implementasi. Melalui sistem front-end yang akan dikembangkan, kita ilustrasikan
perlu penangkapan ID hewan dan layanan yang disediakan untuk setiap interaksi
antara PGD dan hewan secara otomatis (misalnya, pemindaian), melalui siklus
hidup hewan seperti inseminasi, diagnosis kebuntingan, kelahiran anak sapi, dan
semua tempat kontak di masa depan terkait dengan anak sapi tersebut.
Gambar
3: Visi program pemuliaan ternak di bawah MDTN
Jika kedua tindakan ini
dapat dikonfigurasi dengan langkah-langkah sederhana, tanpa memerlukan
pelaporan terpisah, keseluruhan data tentang berbagai aspek program pemuliaan hewan
dapat diperoleh secara akurat dengan waktu-nyata. Sistem ini juga memungkinkan
pengenalan yang lebih baik dari teknologi baru seperti semen berjenis kelamin, chip genom dan fertilisasi in vitro di masa depan.
2.2 Program pengendalian penyakit
Pengendalian penyakit
merupakan salah satu pilar terpenting dari program peternakan. Penyakit hewan yang
tidak terkendali seperti Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) secara drastis
mempengaruhi produktivitas dan ekspor hewan. Penyakit zoonosis seperti
brucellosis, Tuberculosis, rabies dll mempengaruhi kesehatan hewan dan manusia.
Wabah flu burung dan demam babi Afrika (ASF) baru-baru ini telah menunjukkan
potensi pandemi penyakit ini. Meskipun kita
memiliki program vaksinasi untuk PMK dan Brucellosis, namun masih ada jalan
panjang untuk mewujudkan impian bebas dari status PMK, sehinga memungkinkan
Indonesia bisa mengekspor produk hewan ke pasar negara maju.
2.2.1 Tantangan-tantangan yang mungkin harus diatasi
Sistem pelaporan penyakit mungkin
dinamis, dan tidak terhubung lintas penyakit, garis batas provinsi, dan program.
• Insentif tidak selaras.
Misalnya, ada hambatan untuk melaporkan penyakit karena sistem kita “menyalahkan”
mereka yang melaporkannya, bukan memberi insentif. Akibatnya, penyakit sering
tidak dilaporkan.
• Penyakit zoonosis sering
dilacak secara independen. Misalnya, wabah rabies atau antraks pada hewan
dilacak secara terpisah dari manusia, meskipun mereka terhubung ke sumber yang
sama di lapangan.
• Penggunaan data yang
terbatas dari berbagai sumber atau analitik seperti AI/ML, sistem prediksi
penyakit untuk mendapatkan gambaran wabah penyakit yang komprehensif dengan waktu-nyata.
2.2.2 Surveilans dan Pelaporan Penyakit Hewan
Aspek penting dari
pengendalian penyakit adalah kemampuan melihat sekilas penyakit hewan yang
muncul. Hal ini membentuk langkah pertama dalam kemampuan kita untuk mencegah,
mengendalikan, dan melakukan respon cepat terhadap wabah penyakit. Agar kita
bisa memiliki sistem pelaporan penyakit yang kuat, perlu ada keterkaitan
langsung ke lapangan. Artinya, pelaporan penyakit tidak bisa menjadi kegiatan
yang terpisah, yang bergantung pada sistem pelaporan yang berdiri sendiri,
seperti yang saat ini beroperasi. Sebaliknya, sumber data dari berbagai
tingkatan dan kegiatan di lapangan harus dirancang untuk secara otomatis
diambil, diintegrasikan, dan dianalisis.
Oleh karena itu, kita ilustrasikan
penyiapan sistem surveilans penyakit terintegrasi yang memiliki fitur-fitur
sebagai berikut:
• Berbagai sumber data untuk
diintegrasikan – pelaporan dari peternak dan PGD, data yang diambil secara
otomatis dari kegiatan lapangan, pelaporan wabah, data dari Balai Besar
Veteriner dan Balai Veteriner dan Lab diagnostik, dll., semua dimasukkan ke
dalam sistem yang sama, yang dapat dibobot dengan tepat dan terintegrasi.
• Peternak harus dapat
menggunakan sistem front-end mereka untuk
mengakses layanan ketika hewan mereka sakit di beberapa saluran telpon
(menelepon langsung Dokter Hewan atau menelepon toko obat hewan, call center, dan sebagainya). Harus ada
fitur yang dibangun ke dalam perawatan akses jarak jauh (telehealth). Meta-data dari semua interaksi ini merupakan sumber data
kaya pelaporan.
Gambar 4: Visi sistem
surveilans penyakit di bawah MDTN
• Baik aplikasi front-end maupun sistem back-end didesain ulang sehingga
aktivitas harian PGD menjadi aspek utama dari program pelaporan penyakit.
Misalnya, ketika dokter hewan mendiagnosis penyakit sebagai bagian dari
kunjungan dan perawatan hewan, aplikasi front-end
harus memungkinkan dokter hewan untuk melakukan aktivitas tersebut dengan
lancar dan menjadi sumber data kejadian penyakit tanpa perlu dipenuhinya
kegiatan pelaporan tersendiri.
• Ketika dokter hewan atau peternak
mengirimkan sampel dari hewan ke salah satu laboratorium terakreditasi di seluruh
Indonesia, diagnosis itu menjadi diketahui sumber timbulnya penyakit.
• Terlepas dari semua
kegiatan rutin ini, masih ada kebutuhan untuk melaporkan wabah penyakit yang
dapat dilaporkan. Aplikasi front-end
harus dirancang untuk memiliki alur kerja untuk ini, yang memudahkan PGD untuk
memberikan pelaporan sindrom, kemampuan untuk mengambil gambar hewan atau lesi,
dll. Di masa depan, misalnya, kita dapat ilustrasikan Aplikasi AI/ML yang dapat
dibangun sedemikian rupa sehingga mereka mendapatkan diagnosis kemungkinan
langsung berdasarkan gejala yang digabungkan dengan algoritme pengenalan
gambar.
• Kegiatan surveilans rutin
perlu ditingkatkan sehingga terjadi surveilans multipatogen (surveilans
beberapa penyakit dilakukan secara bersamaan untuk menghemat waktu dan biaya).
Rumah potong hewan (RPH) dan Rumah Potong Ayam (RPA) dapat berfungsi sebagai “penjaga
gawang” yang baik untuk menjaga angka prevalensi penyakit di daerah sekitarnya.
Pendekatan baru seperti surveilans molekuler lingkungan yang saat ini berhasil
digunakan dalam pengawasan polio, tipus dan baru-baru ini SARS-COV-2 dapat
lebih meningkatkan pendekatan surveilans aktif pada penyakit hewan.
• Sistem back-end untuk dihubungkan melalui API
sehingga informasi dari berbagai entitas manajemen penyakit, Balai Besar
Veteriner/Balai veteriner, dan laboratorium diagnostik provinsi terhubung, dan
terdapat standar data untuk memastikan integrasi tersebut untuk melakukan
pemodelan dan prediksi penyakit.
• Kita ilustrasikan
integrasi penyakit zoonosis utama dari kesehatan hewan (Brucellosis,
tuberculosis, rabies, flu burung, antraks, dll.) untuk dihubungkan ke sistem
kesehatan manusia yang mengelola data tersebut sehingga pemerintah pusat dan
daerah dapat merespons dengan lebih baik ancaman penyakit zoonosis dengan
pendekatan sistem One Health.
Dengan adanya sistem ini,
peluang untuk memiliki sistem data dan analitik terintegrasi dapat dibuat layak
tanpa perlu berinvestasi dalam sistem pelaporan penyakit yang berdiri sendiri
(Gambar 3).
Selain membangun arsitektur
digital untuk menangkap wabah penyakit, perlu ada perubahan dalam cara
penanganannya. Sistem saat ini “menyalahkan” mereka yang dengan patuh
melaporkan wabah penyakit. Misalnya, jika seorang dokter hewan melaporkan wabah
PMK di wilayahnya karena ada konsekuensi dari wabah penyakit yang dilaporkan di
pemda Kabupaten/Kota tersebut, hal itu dianggap sebagai ketidaknyamanan bagi
otoritas yang lebih tinggi yang mengakibatkan tuduhan tidak melakukan program vaksinasi
dengan benar. Akibatnya, sistem dibuat untuk mendisinsentifkan pelaporan wabah
penyakit. Ini membutuhkan perubahan baik dalam pola pikir maupun struktur
insentif agar sistem dapat bekerja, bahkan dengan arsitektur pelaporan digital
yang dirancang terbaik.
Aplikasi front-end yang berfungsi dengan baik,
ketika secara rutin digunakan oleh dokter hewan untuk menawarkan pengobatan,
resep obat juga berfungsi sebagai sumber informasi yang akurat tentang
penggunaan antibiotik yang berlebihan dan surveilans AMR.
Yang penting, memiliki
sistem pelaporan penyakit tingkat nasional yang kuat yang mengambil informasi
dari kegiatan lapangan sehari-hari, dikombinasikan dengan beberapa kegiatan
surveilans aktif memungkinkan estimasi wabah penyakit yang akurat dan
menyediakan banyak pilihan untuk triangulasi dan validasi. Hal ini akan semakin
meningkatkan kemampuan Indonesia untuk secara akurat menjaga kewajiban
pelaporannya kepada organsasi kesehatan hewan internasional seperti WOAH-WAHIS
(WOAH- World Animal Health Information
System).
2.2.3 Pengendalian penyakit, vaksinasi dan pengobatan
Saat ini banyak penyakit
yang menyerang hewan seperti PMK, septikemia hemoragik, African Swine Fever,
Brucellosis, Lumpy skin disease, dll. Banyak dari penyakit ini memiliki vaksin
yang efektif dan terjangkau yang dapat kita buat di Indonesia. Namun, ada
kurangnya upaya terkoordinasi di seluruh Provinsi, dan entitas pengendalian
penyakit yang menghasilkan cakupan vaksin yang kurang optimal. Perlu diuraikan
prinsip-prinsip berikut untuk mengatasi masalah ini.
• Pastikan bahwa ID hewan
menjadi dasar untuk semua upaya vaksinasi. Dengan setiap vaksinasi, PGD harus
dapat membuat hubungan ID hewan dengan botol vaksin, menghilangkan seluruh
pelaporan data berbasis kertas atau ringkasan.
• Fokus serius pada kualitas
vaksin dibutuhkan. Akibatnya, jalur informasi digital dari pasokan vaksin,
QA/QC, transportasi (pemeliharaan rantai dingin), vaksinasi di lapangan,
pelaporan dan manajemen akan disederhanakan di seluruh penyakit.
• Saat ini proses diagnosa
penyakit, pengobatan dan ID hewan tidak saling terkait. Hal ini akan dirancang khusus
sehingga ketika sampel dari lapangan dikirim ke labolatorium diagnostik yang
bersangkutan (provinsi atau regional), akan terhubung secara digital ke ID
hewan, hasil uji dari laboratorium dikirim kembali ke lapangan secara tepat
waktu dan dapat dilacak kememungkinkan perawatan dan pengelolaan hewan yang
lebih baik. Kita ilustrasikan labolatorium diagnostik ini menjadi bagian dari
jaringan nasional dari waktu ke waktu sehingga informasi dapat tersampaikan secara
otomatis ke database yang diperlukan.
• Saat ini sero-surveilans
dan sero-monitoring dilakukan secara terbatas dan bahkan ketika sampel dikumpulkan
dengan jumlah banyak yang digunakan untuk melacak satu penyakit sebagai lawan
untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif tentang prevalensi penyakit.
Selain mengatasi peluang ini dengan pendekatan sero-surveilans yang
komprehensif, aliran data dari aktivitas tersebut perlu dirampingkan dengan
akses ke data oleh para peneliti.
• Pemantauan penyakit adalah
aktivitas kompleks yang tidak dapat bergantung pada satu sumber data atau
sebagai aktivitas pelaporan terpisah seperti yang diilustrasikan saat ini. Kita
akan mendesain ulang sistem ini agar lebih cepat dan sesuai dengan lapangan
sehingga data dari berbagai sumber (dari peternak atau pekerja lapangan yang
melaporkan suatu penyakit, laboratorium diagnostik, atau sero-surveilans) dapat
diintegrasikan secara tepat dengan cara yang lebih dinamis.
• Penekanan diberikan pada
pemodelan penyakit berkualitas tinggi. Kualitas data merupakan kendala utama
dalam bentuk saat ini untuk mencapai kemajuan apapun dengan pemodelan penyakit.
Dengan peningkatan kualitas data dan aliran data, kita ingin meningkatkan
kemampuan Provinsi untuk menerapkan analisis terbaik dalam bentuk pemodelan
penyakit. Ini dimungkinkan ketika data berkualitas tinggi dan mengikuti
serangkaian standar sehingga beberapa parameter dapat diintegrasikan. Karena
tidak ada kelangkaan kelompok analitik di Indonesia, kita ingin memastikan
bahwa banyak kelompok terlibat dalam kegiatan ini sehingga ada peningkatan
kesadaran dan pelatihan tentang kemampuan analitik masa depan di provinsi ini. Special Purpose Vehicle (SPV) akan
menjadi mitra pemikiran dan pusat analitik untuk menyediakan kemampuan itu di
seluruh pemangku kepentingan
• Akses data adalah bagian
penting dari semua aktivitas ini. Oleh karena itu, diperlukan standar data yang
sesuai dan sistem TI back-end yang
dirancang dengan baik dan dapat dioperasikan yang dikelola secara profesional
dan dapat mengintegrasikan data dari berbagai sumber. Ini akan diatur oleh
sistem API terbuka
2.3 Antarmuka pasar dan sistem keterlacakan produk di bawah MDTN
2.3.1 Ikhtisar
Subsektor peternakan di
Indonesia masih kurang bergairahnya partisipasi sektor swasta di luar wilayah
yang terbatas. Peran pemerintah adalah untuk menciptakan lingkungan yang
memungkinkan bagi sektor swasta untuk berkembang dan hanya melangkah di daerah
di mana ada kegagalan pasar untuk memastikan kesetaraan dalam hal akses ke
layanan bagi peternak. Oleh karena itu, antarmuka dengan sektor swasta sengaja
dibangun menjadi minimalis, memungkinkan dan menciptakan win-win solution bagi peternak
dan entitas pasar.
Kita ilustrasikan kemungkinan
partisipasi sektor swasta melalui dua aspek utama, a) Membangun antarmuka yang
sesuai sebagai bagian dari arsitektur digital untuk memungkinkan aliran
informasi, dan b) Sistem insentif untuk memastikan berfungsinya pasar dengan
lebih baik.
Saat ini, kemampuan peternak
untuk menemukan pasar dan pasar untuk menemukan peternak sebagian besar dari
mulut ke mulut. Dalam kasus perdagangan hewan, misalnya, merupakan tantangan
bagi seorang peternak di Gunung Kidul yang ingin membeli sapi PO berkualitas
tinggi dari Kupang atau menjual produk di luar batas yang ditentukan oleh keterbatasan
geografis. Kita akan menerapkan prinsip-prinsip desain yang berpusat pada
pengguna yang kuat untuk memungkinkan koneksi antara peternak ke pasar melalui
aplikasi yang menghadap peternak serta eMarkets.
Akses ke data yang relevan
untuk meningkatkan fungsi pasar adalah prioritas utama. Saat ini, kita masih
kurang akses ke data kejadian penyakit yang andal dan trennya di seluruh
negeri, yang sangat penting untuk membuat keputusan baik bagi sektor swasta (seperti
produsen vaksin) dan pemerintah untuk memungkinkan program vaksinasi yang lebih
baik. Demikian pula, akses ke analisis berbasis pasar juga terbatas. Dengan
penerapan MDTN, standar data yang sesuai, dan analitik yang dibangun di atas
semua itu, kita ilustrasikan aliran informasi yang jauh lebih lancar untuk
diaktifkan bagi berbagai pengguna termasuk sektor swasta.
Melalui MDTN, kita ilustrasikan
sebuah sistem dengan fitur-fitur utama sebagai berikut:
• ID unik hewan menjadi
dasar dari semua interaksi dengan sektor publik dan swasta untuk para peternak.
• Industri asuransi diberi
insentif dengan dukungan pemerintah yang tepat serta infrastruktur yang tepat
untuk beroperasi dan meningkatkan cakupan asuransi hewan serta berbagai produk
yang cocok untuk peternak, yang sangat penting untuk bertahan dari bencana yang
tidak terduga terutama dengan meningkatnya dampak dari perubahan iklim.
• Kemampuan sektor swasta
untuk membuat aplikasi yang menyasar peternak diaktifkan dan diberi insentif.
Misalnya, banyak perusahaan rintisan yang menciptakan sumber daya yang membantu
peternak untuk memelihara semua informasi tentang hewan di satu tempat yang
terus diperbarui, menyediakan akses ke pasar serta layanan seperti telemedicine
untuk merawat hewan, dan sebagainya. Tujuan MDTN adalah untuk memungkinkan
partisipasi sektor swasta yang pada gilirannya menciptakan nilai bagi peternak.
Saat ini perdagangan hewan
sangat terbatas terjadi melalui sektor yang terorganisir. Hal ini terutama
terbatas dalam kasus sapi, domba, kambing, dan ayam. Kita ingin memungkinkan
perdagangan hewan dan produk hewan meningkat pesat untuk semua spesies.
2.3.2 Program keterlacakan produk
FAO menyatakan bahwa jika
makanan tidak aman itu bukan makanan. Namun, kualitas pangan hanya mungkin
terjamin jika dapat ditelusuri melalui jalurnya dari produksi hingga konsumsi.
Hingga saat ini, kemampuan untuk melacak produk hewan seperti susu, produk bernilai
tambah lainnya dalam produk susu, daging, dll., masih terbatas. Hal ini
disebabkan kurangnya sistem identifikasi hewan yang tersebar luas, standar
kualitas makanan yang disederhanakan, dan tidak adanya sistem ketertelusuran.
Dengan cakupan universal spesies hewan besar dengan ID unik dan arsitektur
digital ujung-ke-ujung yang diilustrasikan sebagai bagian dari MDTN, kita akan
dibentuk secara unik untuk mengatasi masalah keterlacakan produk.
2.3.2a Susu dan produk susu
• Pada produk susu, kita
melihat sektor swasta mulai melangkah ke aspek ketertelusuran.
• Perlu adanya infrastruktur
yang memungkinkan untuk melacak kualitas susu dari tempat asal melalui rantai
nilai sampai susu dan produk susu dikonsumsi. Hal ini akan mencegah pencampuran
susu berkualitas lebih tinggi dengan kualitas lebih rendah dan karenanya
memungkinkan susu berkualitas lebih tinggi dialihkan ke produk bernilai tambah
premium yang merangsang industri itu. Selain itu, harga yang direalisasikan
melalui penjualan susu, bila digabungkan dengan kualitas, akan menjadi umpan
balik positif bagi peternak dan meningkatkan kualitas keseluruhan sistem.
• Untuk mencapai hal ini,
melalui MDTN, kita akan memungkinkan LiveStack
(sistem ID unik, dan infrastruktur digital terkait) untuk dapat berinteraksi
dengan sektor swasta, yang akan merangsang lebih banyak partisipasi dari mereka
dengan keuntungan yang dapat dihasilkan melalui sektor ini.
• Kita ilustrasikan peternak
dengan hewan mereka yang diberi tag unik, aplikasi seluler mereka yang dapat
mempertahankan log (catatan) akurat pengelolaan hewan (pengobatan, vaksinasi,
status kesehatan, dll.), serta kemampuan mereka untuk berinteraksi dengan
pasar, akan berfungsi sebagai dasar untuk sistem ketertelusuran produk.
Ada minat di sektor swasta
untuk memasuki pasar ini. Tujuannya adalah menciptakan infrastruktur yang
memungkinkan yang memberi insentif kepada entitas ini untuk membangun solusi
bisnis di atas fondasi peternakan ini dan peran pemerintah adalah memastikan
regulasi yang lebih baik.
2.3.2b Produk daging
Demikian pula, industri
daging saat ini terhambat karena kurangnya jaminan kualitas dan ketertelusuran
produk. Sebagai contoh, Indonesia merupakan pengekspor ayam, pada tahun 2019-2020,
ekspor ayam mencapai 570
juta ekor. Contoh lain, pada
tahun 2019-2020, ekspor sapi mencapai 1,24 juta ekor.
Namun, karena kurangnya
sistem ketertelusuran, kemampuan Indonesia untuk mengekspor ke pasar premium
terbatas. Bagian berikut memberikan gambaran tentang simpul utama dalam rantai
nilai sapi.
i. Peternak: Dengan hewan
mereka yang ditandai dengan ID unik dan catatan hewan terkini membuat lapisan
dasar dari sistem ini.
ii. Pedagang hewan: Pedagang
memegang hewan untuk waktu yang singkat dan karenanya mencatat rincian pedagang
bukanlah persyaratan penting dari sistem keterlacakan. Namun, sistem
pendaftaran pedagang dan pemeliharaan nomor identifikasi hewan yang
diperdagangkan olehnya akan memperkuat sistem ketertelusuran.
iii. Pemotongan Hewan: Produksi
daging sapi tahun 2019-2020 sebanyak 120.430 ton. Hewan diproduksi dan memperoleh nomor kontrol veteriner NKV
dari otoritas Kesehatan masyarakat Veteriner di Indonesia. Banyak RPH yang sudah terdaftar di
kabupaten/kota yang mengolah, mengemas, dan mengekspor daging kambing dari
dalam negeri. Sebuah modul dapat dikembangkan untuk mencatat nomor identifikasi
kambing yang masuk ke RPH ini dan memelihara jejak ketertelusuran dengan
merancang sistem pelabelan ketertelusuran pada kemasan daging saat bergerak
melalui rantai nilai daging. Label ketertelusuran dapat membantu dalam melacak
kembali sumber hewan dan rumah potong di mana daging itu diproduksi.
iv. Pedagang Besar/Pengecer:
Jika daging dijual di dalam negeri, pengecer dapat mendaftar ke sistem
ketertelusuran dan mengunggah rincian ketertelusuran dari paket yang dijual.
v. Konsumen atau negara
pengimpor: Dengan bantuan pelabelan ketertelusuran, konsumen atau negara
pengimpor akan dapat melacak kembali peternakan asal kambing dan tempat
pemotongan di mana daging itu diproduksi.
2.3.3 Langkah-langkah yang diperlukan untuk pengembangan standar
ketertelusuran sukarela
• Peran pemerintah: (a)
Penyederhanaan sertifikasi dari beberapa lembaga sertifikasi saat ini; (b)
Peraturan bahwa rumah potong hewan terdaftar Otoritas Kesehatan Masyarakat
Veteriner berorientasi ekspor hanya menerima hewan yang ditandai dengan catatan
yang dipelihara dengan baik dan memelihara sistem database; (c) Sebagai bagian
dari pekerjaan MDTN, kembangkan standar basis data minimum yang perlu
dipelihara oleh RPH ini sehingga informasi antara peternak, RPH, dan basis data
pusat mengalir dengan lancar.
• Untuk memperkuat jaminan
kualitas berbasis ketertelusuran, selain dari identifikasi kambing dan
pengumpulan data terkait, peternak juga dimungkinkan untuk memelihara
registrasi hewan mereka, yang dimungkinkan oleh aplikasi yang dihadapi peternak
seperti nama aplikasinya. Catatan ini akan mencakup, tetapi tidak terbatas pada
pengobatan, vaksinasi, penerimaan hewan dan rincian pembuangan, yang dapat
diperbarui secara otomatis dengan setiap interaksi PGD dengan hewan. Misalnya,
dengan setiap putaran vaksinasi PMK, ketika Dokter Hewan memperbarui status
vaksinasi menggunakan aplikasi front-endnya,
catatan untuk hewan tersebut di pihak peternak akan diperbarui secara otomatis
dan berfungsi sebagai sumber sertifikasi.
• Jika peternakan model
dapat disertifikasi, maka akan mudah bagi RPH khusus ekspor untuk mendapatkan
sumber kebutuhan hewan mereka untuk memenuhi standar negara pengimpor.
Sertifikasi seperti 'Bersumber dari zona bebas PMK atau praktik peternakan
organik' akan lebih membantu membuka pasar baru. Insentif ini selanjutnya akan
membantu mendorong permintaan vaksinasi dari peternak, yang saat ini terbatas,
dan vaksinasi sebagian besar didorong dari sisi penawaran.
• Untuk sertifikasi,
instansi swasta dapat diikutsertakan yang akan mengunjungi peternakan dan
mengeluarkan sertifikat setelah memverifikasi peternakan dengan daftar periksa.
• Program sertifikasi akan
menjadi insentif bagi peternakan yang terorganisir mengikuti praktik produksi
standar.
Meskipun segmen ini khusus
untuk ketertelusuran daging sapi, dengan mengembangkannya secara modular,
segmen ini juga dapat diterapkan pada komoditi lain seperti domba, kambing dan kerbau.
Penyelesaian penandaan domba, kambing, dan babi akan secara signifikan
meningkatkan inklusi para peternakini melalui MDTN. Hal ini akan memungkinkan
membawa para peternak domba dan kambing, yang sampai sekarang tidak terlayani
dengan baik oleh skema nasional dan provinsi lebih ke sektor terorganisir dan
membantu meningkatkan tingkat pendapatan mereka.
BAB 3 KERANGKA KELEMBAGAAN MDTN
3.1 Manajemen profesional arsitektur digital
Sistem ID unik dari semua 34
Provinsi peternakan hewan yang terkait dengan peternak menyajikan sumber
informasi utama yang perlu dikelola secara profesional, dengan kontrol privasi
data. Manajemen penggunaan integrasi teknologi secara penuh merupakan fungsi
penting dan ada kebutuhan untuk memberikan dukungan teknis bagi provinsi dan
pemangku kepentingan utama di subsektor ini secara berkelanjutan. Selain itu,
kemungkinan akan ada kebutuhan bagi entitas ini untuk mengelola data tambahan
seperti kejadian penyakit dan pelaporan yang tidak memiliki tempat alami untuk
dihosting. Oleh karena itu, kita akan menjajaki pembuatan Special Purpose Vehicle (SPV) untuk pengelolaan informasi sensitif
dan penting yang berdedikasi dan profesional ini yang menjadi dasar bagi
seluruh MDTN. Struktur yang ada dan pembelajaran dari beberapa lembaga dan
organisasi serupa lainnya dianggap sampai pada struktur yang diusulkan.
3.2 Tanggung jawab utama Special
Purpose Vehicle (SPV):
Special
Purpose Vehicle (SPV) adalah sebuah
perusahaan yang mempunyai tujuan atau fokus terbatas. Perusahaan ini dibentuk
oleh suatu badan hukum untuk melakukan aktivitas khusus atau bersifat
sementara. Perusahaan ini biasanya, walaupun tidak perlu, dikuasai hampir
sepenuhnya oleh badan hukum yang menjadi sponsornya. Oleh sebab itu SPV ini
harus dijauhkan dari sponsor baik dalam bidang manajemennya maupun pemilikannya
(tidak 100%), karena jika SPV sudah dikuasai atau diatur oleh sponsor, maka
tidak akan ada perbedaan antara cabang perusahaan dan SPV.
Mengelola sistem ID Hewan
dan informasi terkait untuk spesies hewan utama termasuk teknologi dan proses
penandaan dan pemeliharaan secara nasional. Hal ini juga akan mengeksplorasi
peningkatan teknologi yang sesuai dengan bidang di masa depan untuk program
penandaan (seperti sistem berbasis biometrik atau foto yang mengandalkan AI/ML)
Dukungan teknis kepada provinsi
dan entitas kunci (misalnya, Balai BesarVeteriner/Balai Vteriner, Balai Besar Inseminasi
Buatan/ Balai Inseminasi Buatan, Rumah Potong Hewan pemerintah daerah untuk
ekspor) untuk peningkatan dan pengelolaan IT.
Gambar 5: Rincian struktur
kelembagaan dan interaksinya di bawah MDTN
Kembangkan dan kelola
standar data utama, sistem data, dan penyimpanan (data penyakit, pilih data
program nasional seperti cakupan inseminasi buatan, dll.)
· Kelola aplikasi ujung depan tertentu seperti
untuk PGD dan aplikasi yang dihadapi peternak (nama aplikasinya) dan hubungan
antar mereka.
·
Mengembangkan dan memelihara API yang
diperlukan untuk mengaktifkan program yang terhubung (misalnya, keterlacakan
produk, program asuransi, keterkaitan dengan sistem penyakit manusia seperti Program
Surveilans Penyakit Terpadu (Integrated
Disease Surveillance Programme /IDSP, dll.)
·
Menjadi pusat analitik yang cepat untuk
AI/ML, keahlian pemodelan penyakit (Tetap di inovasi terdepan, dukungan teknis
analitik kepada DAHD dan institusi lain yang terlibat dalam program peternakan
di dalam negeri) dijalankan sebagai beasiswa jangka pendek bergilir dari
institusi bergengsi lintas disiplin ilmu di Indonesia.
3.3 Pertimbangan utama untuk Special
Purpose Vehicle / SPV:
Kebebasan dan kemampuan
untuk merekrut talenta manajemen dan teknis terbaik.
• Kemampuan untuk
mendapatkan perangkat lunak berpemilik atau produk lain agar mahir dan mampu
tetap menjadi yang terdepan dalam inovasi.
• Minimal campur tangan
politik dalam pengambilan keputusan dan operasi sehari-hari. Namun, tetap
selaras dengan pemerintah pusat dan provinsi untuk mewakili kepentingan dan
tanggung jawab publik dalam rangka mengelola data sesuai peraturan pemerintah.
Hal ini akan diatur oleh otoritas veteriner yang kuat dan independen untuk
memastikan bahwa SPV tetap cepat untuk memenuhi kebutuhan yang berkembang
seiring waktu.
• Dana Badan ini untuk
pemeliharaan awal berasal dari Ditjen PKH dan Badan Sarana dan Prasarana
Produksi.