Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Saturday, 17 October 2015

Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan


  1. PENDAHULUAN
Hutan dan lahan merupakan sumber daya alam yang sangat potensial untuk dimanfaatkan bagi pembangunan Nasional. Kendati demikian terhadap hutan dan lahan sering terjadi ancaman dan gangguan sehingga menghambat upaya-upaya pelestariannya. Salah satu bentuk ancaman dan gangguan tersebut adalah kebakaran hutan dan lahan.

Kebakaran hutan dan lahan mempunyai dampak buruk terhadap tumbuhan/tanaman, sosial ekonomi dan lingkungan hidup, sehingga kebakaran hutan dan lahannya bukan saja berakibat buruk terhadap hutan dan lahannya sendiri, tetapi lebih jauh akan mengakibatkan terganggunya proses pembangunan.

Sementara ini kebakaran hutan dan lahan masih dianggap sebagai suatu musibah/bencana alam seperti halnya gempa bumi dan angin topan, padahal kebakaran hutan dan lahan berbeda dengan kejadian-kejadian bencana alam tersebut. Kebakaran hutan dan lahan dapat dicegah/dikendalikan, karena kita telah mengetahui bahwa apabila musim kemarau atau daerah rawan kebakaran tidak diadakan pencegahan sudah dapat dipastikan akan terjadi kebakaran hutan/lahan. Berdasarkan hal tersebut di atas, sudah saatnya pengendalian kebakaran hutan dan lahan ditangani secara terencana, menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan. Dengan kata lain, bahwa pengendalian kebakaran hutan dan lahan tidak hanya tertuju pada pemadaman saat kebakaran hutan musim kemarau, tetapi hal-hal lain yang bersifat pencegahan harus direncanakan dan dilakukan berkelanjutan baik pada musim kemarau maupun pada musim penghujan.
  1. PRINSIP DASAR KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
Faktor-faktor terjadinya suatu kebakaran hutan dan lahan adalah karena adanya unsur panas, bahan bakar dan udara/oksigen. Ketiga unsur ini dapat digambarkan dalam bentuk segitiga api. Pada prinsipnya, pengendalian kebakaran hutan dan lahan adalah menghilangkan salah satu atau lebih dari unsur tersebut.

Penyebaran api bergantung kepada bahan bakar dan cuaca. Bahan bakar berat seperti log, tonggak dan cabang-cabang kayu dalam keadaan kering bisa terbakar, meski lambat tetapi menghasilkan panas yang tinggi. Bahan bakar ringan seperti rumput dan resam kering, daun-daun pinus dan serasah, mudah terbakar dan cepat menyebar, yang selanjutnya dapat menyebabkan kebakaran hutan/lahan yang besar.

Unsur-unsur cuaca yang penting dalam kebakaran hutan dan lahan adalah angin, kelembaban dan suhu. Angin yang bertiup kencang meningkatkan pasokan udara sehingga mempercepat penyebaran api. Pada kasus kebakaran besar, angin bersifat simultan. Semakin besar kebakaran, tiupan angin semakin kencang akibat perpindahan massa udara padat di sekitar kebakaran ke ruang udara renggang di tempat kebakaran.

Kadar air/kelembaban bahan bakar juga penting untuk dipertimbangkan dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Pada keadaan normal, api menyala perlahan pada malam hari karena kelembaban udara diserap oleh bahan bakar. Udara yang lebih kering pada siang hari dapat menyebabkan kebakaran yang cepat. Oleh sebab itu, secara teknis pada malam hari akan lebih mudah mengendalikan kebakaran hutan/lahan daripada siang hari. Namun demikian tidak lantas berarti, bahwa pengendalian kebakaran secara serius tidak dilakukan pada siang hari. Kenyataannya karena berbagai pertimbangan, kebakaran lebih banyak ditanggulangi pada siang hari. Suhu udara juga mempengaruhi para pemadam kebakaran, dalam keadaan udara yang panas, daya tahan dan kemampuan kerja pemadam kebakaran menurun.
  1. DAMPAK KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
    1. Dampak Terhadap Bio-Fisik
Dampak buruk dari kebakaran hutan dan lahan sangat banyak. Kerusakan dapat berkisar dari gangguan luka-luka bakar pada pangkal batang pohon/tanaman sampai dengan hancurnya pepohonan/tanaman secara keseluruhan berikut vegetasi lainnya. Dengan hancurnya vegetasi, yang paling dikhawatirkan adalah hilangnya plasma nutfah (sumber daya genetik pembawa sifat keturunan) seiring dengan hancurnya vegetasi tersebut. Selain itu kebakaran dapat melemahkan daya tahan tegakan terhadap serangan hama dan penyakit. Batang pohon yang menderita luka bakar meskipun tidak mati, seringkali pada akhirnya terkena serangan penyakit/pembusukan atau menjadi merana.

Kebakaran hutan juga dapat mengurangi kepadatan tegakan dan merusak hijauan yang bermanfaat bagi hewan serta mengganggu habitat satwa liar. Rusaknya suatu generasi tegakan hutan oleh kebakaran, berarti hilangnya pengorbanan dan waktu yang diperlukan untuk mencapai taraf pembentukan tegakan tersebut.

Kebakaran hutan dan lahan dapat merusak sifat fisik tanah akibat hilangnya humus dan bahan-bahan organik tanah, dan pada gilirannya tanah menjadi terbuka terhadap pengaruh panas matahari dan aliran air permukaan. Tanah menjadi mudah tererosi, perkolasi dan tingkat air tanah menurun. Kebakaran yang berulang-ulang di kawasan yang sama dapat menghabiskan lapisan serasah dan mematikan mikroorganisme/jasad renik yang sangat berguna bagi kesuburan tanah.

Dampak lainnya dari kebakaran hutan adalah rusaknya permukaan tanah dan meningkatnya erosi. Kawasan yang terbakar di lereng-lereng di daerah hulu DAS cenderung menurunkan kapasitas penyimpanan air di daerah-daerah di bawahnya. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa penurunan mutu kawasan karena kebakaran yang berulang-ulang menyebabkan erosi tanah dan banjir, yang menimbulkan dampak lanjutan berupa pendangkalan terhadap saluran air, sungai, danau dan bendungan.
    1. Dampak Terhadap Sosial Ekonomi
Perubahan bio-fisik terhadap sumber daya alam dan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan, mengakibatkan penurunan daya dukung dan produktivitas hutan dan lahan. Pada keadaan serupa ini akan menurunkan pendapatan masyarakat dan negara dari sektor kehutanan, pertanian, perindustrian, perdagangan, jasa wisata dan lainnya yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungannya.
    1. Dampak Terhadap Lingkungan
Di samping dapat menimbulkan kerugian material, kebakaran hutan dan lahan juga menimbulkan akumulasi asap yang besar. Kebakaran hutan dan lahan pada tahun 1994 dan tahun 1997 telah menarik perhatian dunia, karena adanya suatu kondisi cuaca tertentu yaitu asap dari kebakaran hutan dan lahan terperangkap di bawah suatu lapisan udara dingin atmosfir di atas wilayah Indonesia dan negara tetangga, menyebabkan penurunan visibilitas (daya tembus pandang) sehingga mengganggu kelancaran transportasi darat, laut dan udara.
  1. SUMBER API KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
Kejadian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia meningkat selama dekade terakhir ini. Sebagian besar kebakaran tersebut disebabkan oleh kelalaian manusia. Di samping itu, meningkatnya masalah kebakaran hutan juga akibat adanya kondisi sangat kering yang secara periodik terjadi oleh pengaruh perubahan iklim global/makro yang melanda beberapa daerah di Indonesia.

Kebakaran hutan bisa terjadi karena ketidaksengajaan maupun karena kesengajaan. Beberapa di antara penyebab dari ketidaksengajaan adalah kelengahan dari para perokok, wisatawan, petualang, pekerja di hutan dan para pengumpul hasil hutan. Dalam banyak kasus, kebakaran hutan berawal dari kesengajaan menggunakan api oleh pembangunan HTI, pembangunan perkebunan, perambah hutan dan peladang yang mempersiapkan lahannya, pengembala/pemburu yang ingin merangsang pertumbuhan rerumputan, pemburu yang menggiring satwa buruan, pengumpul madu yang mengusir lebah dari sarangnya, dan sebagainya.

Kegiatan budidaya dan faktor lainnya yang dapat menjadi sumber api kebakaran hutan dan lahan adalah sebagai berikut:
    1. Pertanian
Sebagian besar kebakaran hutan dan lahan berasal dari kegiatan pembakaran pada sistem pengolahan lahan di pedesaan. Pembukaan kawasan hutan untuk membuka suatu areal baru bagi tanaman pangan sudah lama berlangsung. Setelah 2 atau 3 tahun ditanami tanaman pangan, lahan tersebut biasanya menjadi miskin hara dan ditinggalkan. Selanjutnya pembukaan kawasan hutan yang lainnya terjadi lagi untuk maksud yang sama. Demikian terus-menerus, bahkan meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk.

Pembakaran juga dilakukan pada lahan pertanian menetap untuk menghilangkan sisa-sisa panenan, serta pada lahan calon perkebunan dalam kegiatan persiapan lahan tanam.

Karena kebakaran biasanya dilakukan pada musim kemarau dan tidak atau kurang diawasi, maka api dengan mudah merambat kekawasan hutan/lahan di sekitarnya dan menyebabkan kebakaran hutan/lahan yang merugikan secara ekonomis dan ekologis.
    1. Pembuatan Tanaman Hutan
Dalam kegiatan penanaman hutan terutama dengan sistem tebang habis permudaan buatan atau bahkan kegiatan reboisasi, api digunakan untuk pembersihan pada persiapan lahan tanam. Seringkali karena keteledoran, api merambat ke kawasan hutan dan lahan di sekitarnya dan menyebabkan kebakaran hutan.
    1. Pembalakan/logging
Kebakaran hutan akibat pembalakan/logging biasanya diakibatkan oleh kelalaian dari para pembalak pada musim kering. Sebagai contoh percikan api dari saluran gas buangan/knalpot chain saw jatuh mengenai bahan kering menimbulkan bara, selanjutnya menjadi nyala api yang merembet pada bahan-bahan lain di lantai hutan.
    1. Api Batubara
Kebakaran batubara merupakan suatu masalah unik seperti yang terjadi di Kalimantan Timur. Lapisan batubara yang terbakar akibat kebakaran hebat pada tahun 1993 masih membara di bawah tanah. Pada musim penghujan keadaan ini hampir tidak ada masalah, karena bara tersembunyi di bawah permukaan tanah. Tetapi pada musim kemarau kadar air tanah turun menyebabkan tanah kering dan retak-retak merekah. Demikian pula karena kebakaran lapisan batubara terus berlangsung menyebabkan longsoran-longsoran pada bibir lubang/sumur api. Akibat rekahan dan longsoran ini api batubara menyentuh bahan bakar dari vegetasi yang telah kering (terlebih dahulu mati akibat panas api batubara) selanjutnya merembet ke segala jurusan di lantai hutan.

Saat ini masih terdapat banyak titik-titik api batubara yang membara dan sangat potensial sebagai penyebab kebakaran hutan di Kalimantan Timur. Keadaan serupa itu dapat pula terjadi di tempat-tempat lain yang mempunyai lapisan batubara dangkal di bawah permukaan tanah.
    1. Kejadian Alam
Sumber api kebakaran hutan dan lahan yang berasal dari kejadian alam, walaupun jarang terjadi tetapi kemungkinan tetap ada yaitu dari halilintar/petir. Karena terjadinya pada musim penghujan, biasanya hanya berakibat kecil dan kurang berarti. Tetapi apabila petir menyambar pohon dengan tajuk yang mudah terbakar dalam keadaan basah (pinus), hal ini akan menimbulkan kebakaran tajuk yang hebat pada hutan pinus.
  1. MANAJEMEN PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN TERPADU
Kebakaran hutan memungkinkan selalu terjadi setiap tahun dan cenderung merusak lingkungan hidup. Penyebab utama kegagalan upaya pengendalian kebakaran adalah pendekatan yang sepotong-potong dan tak tentu ujung pangkalnya terhadap permasalahan yang ada.
Perhatian umumnya ditujukan pada upaya pemadaman kebakaran, faktor-faktor lainnya terlupakan. Padahal semestinya pemadaman perlu didukung oleh program-program pencegahan dan manajemen bahan bakar yang lebih mantap. Sejalan dengan itu, suatu sistem manajemen kebakaran hutan yang terpadu dan terkoordinasi menjadi keharusan. Sistem dimaksud harus meliputi komponen-komonen sebagai berikut:
    1. Pencegahan kebakaran yang disebabkan oleh manusia melalui pendidikan dan penyuluhan.
    2. Deteksi kebakaran yang baik melalui sistem deteksi yang mencakup jaringan kerja titik-titik pengamatan, patroli yang efektif dan efisien, penggunaan sistem citra satelit dan GIS, sistem komunikasi yang baik dan sebagainya.
    3. Tindakan awal penanggulangan yang cepat.
    4. Tindakan lanjutan yang mantap dan terarah.
Masing-masing komponen tersebut di atas berperan penting dalam mensukseskan keseluruhan sistem manajemen kebakaran hutan. Kelalaian atau ketidakacuhan terhadap salah satu komponen tersebut akan dapat menyebabkan kegagalan sistem manajemen.
Rencana manajemen kebakaran hutan untuk masing-masing kawasan harus disusun dengan menunjukkan tujuan dan sasaran, kawasan-kawasan beresiko kebakaran tinggi (menurut data kebakaran yang lalu atau analisis kerawanan), sumber daya yang ada, dan kegiatan-kegiatan pengendalian kebakaran. Rencana-rencana ini perlu ditelaah dan ditinjau secara teratur.
  1. PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN
    1. Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan
Pencegahan lebih baik daripada pengobatan. Pernyataan ini juga berlaku untuk kebakaran hutan. Dengan program pencegahan yang baik maka kebakaran tidak perlu terjadi, sehingga biaya pemadaman dapat diperkecil serta kerusakan akibat kebakaran dapat dihindarkan. Pencegahan kebakaran meliputi pengurangan bahaya dan resiko kebakaran. Hal ini dapat dicapai melalui pendidikan, praktek silvikultur yang tepat, modifikasi bahan bakar, serta penegakan peraturan perundang-undangan.
      1. Penyuluhan dan Pendidikan
Sebagian besar kebakaran di Indonesia disebabkan oleh manusia, baik oleh sebab kelalaian maupun kesengajaan, maka dukungan dan kerjasama masyarakat menjadi penting agar program perlindungan dapat berhasil. Untuk itu sangat perlu adanya penyuluhan dan pendidikan yang berulang-ulang untuk menarik minat masyarakat terhadap perlindungan hutan dan membuat mereka peduli terhadap kelestarian hutan. Hal-hal berikut ini dapat menjadi pertimbangan dalam upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan:
        1. Masih banyak orang yang tidak peduli, belum menyadari, atau memperoleh informasi yang salah mengenai kegiatan-kegiatan pencegahan. Mereka tidak peduli dengan bahaya kebakaran di hutan. Sebagai contoh dalam kelompok orang semacam ini adalah mereka yang membuat api unggun di dekat tonggak kayu atau batang kayu kering.
        2. Ketidakhati-hatian sebagian orang yang tidak peduli dengan akibat dari tindakannya. Termasuk dalam kelompok ini adalah para perokok yang cenderung sembarangan membuang puntung rokok atau batang korek api yang masih menyala, para pekemah yang membuat api unggun meninggalkannya tanpa memadamkan lebih dulu dan pembalak (logger) yang lalai terhadap kemungkinan terjadinya kebakaran hutan.
        3. Kegiatan yang disengaja atau mengarah pada terjadinya kebakaran oleh oknum-oknum yang anti-sosial/anti-kemapanan seperti vandalisme (perusakan) atau tindakan egois lainnya.
Kelompok orang yang pertama dan kedua (a & b) perlu dididik. Orang-orang yang tidak mendapat informasi atau salah informasi dapat dididik mengenai bahaya kebakaran; orang-orang yang tidak hati-hati dapat diberi penerangan melalui publikasi audio visual ataupun kalau terpaksa dengan penegakan hukum. Kerja sama dengan kedua kelompok ini akan membantu pemadam kebakaran menghadapi kelompok ketiga (c).
Rencana pendidikan harus mencakup:
        1. Pemanfaatan tokoh-tokoh masyarakat yang terorganisasi untuk pekerjaan pencegahan kebakaran;
        2. Publikasi media massa setempat;
        3. Publikasi audio-visual;
        4. Surat-surat edaran dan selebaran;
        5. Penerbitan buku saku yang mudah dibawa-bawa.
Media massa (pers, TV dan radio) merupakan suatu media yang potensial untuk menjangkau massa. Makalah-makalah tentang pencegahan kebakaran, editorial dan lain-lain perlu dipublikasikan melalui media massa setempat selama musim kering. Tulisan-tulisan tersebut harus secara jelas menguraikan manfaat pencegahan kebakaran hutan, khususnya dari segi ekonomi pedesaan. Kejadian-kejadian kebakaran besar dan dampaknya terhadap masyarakat serta kasus-kasus penegakan hukum yang menyeret tersangka penyebab kebakaran, juga harus diberitakan secara memadai dan sejujurnya melalui media massa, sehingga dapat mendidik dan memberikan informasi yang benar bagi masyarakat, guna mendorong mereka untuk bekerja sama seperti yang dibutuhkan.

Cara pendekatan dalam program pencegahan kebakaran harus imajinatif dan benar-benar dipikirkan, misalnya dengan dialog temu muka dengan masyarakat, karya wisata, audio visual, dsb. Ceramah tentang pencegahan kebakaran oleh pejabat kehutanan di sekolah-sekolah, lembaga-lembaga kemasyarakatan dsb, yang didukung sarana ceramah seperti slide dan hiburan-hiburan juga merupakan cara yang efektif.

Kegiatan penyuluhan harus terorganisasi dengan baik. Ceramah-ceramah sporadis atau penempatan poster di beberapa tempat tidak akan memadai. Kegiatan harus terorganisasi melalui suatu program yang tergambar baik, yang menyentuh aspek-aspek pendidikan masyarakat, kontak masyarakat dan pemasangan tanda-tanda atau poster-poster dengan maskot kebakaran hutan nasional (si Pongi). Program pencegahan kebakaran merupakan suatu kegiatan sepanjang tahun dan tidak boleh ada kesempatan terlepas dalam membina kesadaran masyarakat maupun perorangan mengenai kebakaran hutan. Secara singkat, adalah perlu untuk menciptakan opini masyarakat tentang pencegahan kebakaran hutan.

Peran serta masyarkat dan lembaga swadaya masyarakat setempat dalam pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan sangat penting. Suatu program kerjasama di bidang pencegahan dengan bantuan masyarakat menjadi keharusan. Hal ini dapat dicapai dengan demonstrasi sistem pencegahan, deteksi dini, komunikasi dan pemadaman kebakaran yang tepat terhadap masyarakat, dan juga melalui pembentukan regu-regu pemadam dengan struktur dan kewenangan yang tepat yang terdiri dari masyarakat desa.

Perlu juga dipertimbangkan penerapan sanksi dan penghargaan. Masyarakat yang berhasil membantu memelihara kawasan hutan dari bahaya kebakaran untuk suatu jangka waktu tertentu, layak diberi penghargaan.
      1. Praktek Silvikultur
Dalam suatu kawasan hutan bervegetasi campuran atau suatu tanaman pangan dari berbagai umur, api dari sebuah kebakaran permukaan mungkin dapat merambat dari semak-semak atau tanaman bawah ke arah tajuk. Pohon-pohon mati yang menyandar ke pohon lain juga membantu penyebaran api dari kebakaran permukaan ke kebakaran tajuk. Oleh karena itu perlu diperhatikan praktek silvikultur yang tepat, misalnya pembersihan berkala, pembuangan pohon-pohon atau vegetasi mati, merana, atau yang terserang penyakit, guna memutus rangkaian vertikal bahan bakar. Kegiatan pembalakan harus direncanakan sedemikian rupa untuk menghindarkan terciptanya celah (pembukaan) yang lebar yang bisa jadi dimasuki oleh species yang rawan kebakaran dan meningkatkan resiko kebakaran hutan.

Pembersihan bahan-bahan mudah terbakar sangat perlu untuk mengurangi resiko kebakaran. Akumulasi serasah harus dihindarkan atau dikurangi untuk memotong rangkaian bahan bakar. Limbah pembalakan harus dikurangi dan pemanfaatan limbah tersebut oleh masyarakat mungkin perlu dipertimbangkan. Di samping itu, kalau layak, bahan-bahan bakar tersebut dimanfaatkan seoptimal mungkin misalnya untuk chips, kompos dan lain-lain.

Istilah "pembakaran terencana", "pembakaran terkendali" dan sejenisnya dikaitkan dengan pengendalian kebakaran yang dilakukan di bawah kendali dan kondisi yang dikehendaki untuk mengurangi bahan bakar di dalam hutan. Secara umum dapat dikatakan bahwa "pembakaran terencana" meliputi "pembakaran sisa-sisa" yang dilakukan di daerah setempat untuk pembersihan lahan maupun "pembakaran terkendali" di dalam tegakan hutan, menjamin terhindarnya kerusakan di masa mendatang.

Kegiatan reboisasi dan penghijauan telah mendapat perhatian besar selama ini. Pemilihan jenis pohon dan konservasinya harus direncanakan secara mantap dengan memperhatikan kepentingan untuk mengurangi resiko kebakaran hutan. Kejadian kebakaran hutan sudah umum terjadi di kawasan reboisasi sebagai akibat kurangnya perhatian mengenai usaha-usaha pencegahan semacam ini. Kawasan-kawasan yang rawan kebakaran seharusnya dipertimbangkan untuk diadakannya modifikasi jenis tanaman/bahan bakar untuk mencegah kebakaran. Jenis-jenis vegetasi yang sangat rawan kebakaran harus dikenali dan apabila digunakan, maka sistem silvikultur untuk mengurangi tingkat kerawanannya harus diperhatikan benar-benar. Kalau tidak, lebih baik menggunakan jenis-jenis yang tahan api.
      1. Jalur Hijau dan Jalur Kuning
Jalur hijau dibuat dengan mempergunakan tanaman yang tahan terhadap api dan tidak menggugurkan daun pada musim kemarau yang berfungsi sebagai sekat api (sekat bakar) baik dalam petak tanaman, antar petak maupun antara petak tanaman dengan penggunaan lahan lainnya. Sehingga apabila terjadi kebakaran di suatu petak api tidak menjalar ke petak-petak lainnya.

Adapun jalur kuning atau sekat bakar/ilaran api dibuat dengan mengosongkan jalur baik dari tanaman maupun bahan bakar lainnya. Jalur kuning dapat berupa jalan angkutan atau jalan kontrol. Jalur kuning sangat membantu dalam pemadaman kebakaran, terutama bila dilakukan bakar balas.
      1. Perbaikan Sistem Penggembalaan
Penggembala seringkali menjadi penyebab kebakaran hutan. Tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencegah kegiatan pembakaran padang pengembalaan, antara lain sebagai berikut:
        1. Perbaikan sistem peternakan melalui peningkatan mutu pakan ternak;
        2. Pengembangan jenis-jenis pakan dalam kaitannya dengan penyediaan pakan yang bervariasi;
        3. Rehabilitasi padang alang-alang.
      1. Usahatani Konservasi, Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Rakyat
Menyadari bahaya dari eksploitasi hutan alam yang berlebihan, Indonesia telah menjalankan usaha-usaha pengembangan hutan tanaman dan rehabilitasi lahan serta daerah aliran sungai yang kritis. Pemerintah telah membuat kebijaksanaan mengenai Usahatani Konservasi, Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Rakyat untuk mendorong masyarakat perdesaan menanam pohon serba guna, baik dalam kawasan maupun di luar kawasan hutan. Dengan adanya ketiga program tersebut, diharapkan masyarakat dapat berperan serta dalam pembangunan kehutanan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya serta terpeliharaanya kelestarian sumber daya hutan.

Demikian pula dengan dilaksanakannya kegiatan dalam program tersebut yang melibatkan masyarakat, diharapkan masyarakat termotivasi dan lebih peduli terhadap pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
      1. Penegakan Hukum
Peraturan perundangan sangat penting dalam rangka pencegahan kebakaran hutan. Penegakan disiplin penggunaan api sangat perlu dilakukan, terutama terhadap mereka yang cenderung melanggar. Masyarakat perlu diberi informasi dan dididik mengenai aturan-aturan tersebut. Masih terdapat sejumlah kecil kelompok orang yang karena kepentingannya sendiri cenderung melanggar atau tidak peduli dengan aturan penggunaan api di tempat-tempat terlarang. Meskipun kelompok ini kecil, tapi seringkali mereka bisa menggagalkan upaya-upaya pencegah kebakaran. Oleh karenanya penegakan hukum tetap merupakan jalan satu-satunya untuk menjamin berhasilnya kegiatan pencegahan yang ditujukan terhadap orang-orang yang tidak peduli tersebut.

Pengenaan sanksi hukum kadang-kadang dipandang semata-mata sebagai penghukuman, padahal hal ini dapat menjadi sarana bagi tujuan yang baik. Jika hukum ditegakkan dan hukuman terhadap si pelanggar diumumkan, kemungkinan kejadian kebakaran dapat ditekan. Meski penegakan ketentuan hukum merupakan suatu bagian penting dari pencegahan kebakaran, hal ini sebaiknya dianggap sebagai suatu alat pendidikan yang harus digunakan secara arif dan bijaksana.
    1. Pemadaman Kebakaran Hutan dan Lahan
      1. Deteksi Dini Kebakaran Hutan dan Lahan
Pemadaman kebakaran hutan dan lahan yang efektif memerlukan deteksi dini dan pelaporan yang baik. Kalau deteksi dini tidak efisien, kerusakan akibat kebakaran bisa menjadi demikian besar oleh karena terlambatnya upaya-upaya penanggulangan. Pemadaman belum dilakukan sampai suatu kebakaran dapat diketahui atau dideteksi. Selang waktu antara mulainya kebakaran dengan datangnya tenaga pemadam ke lokasi kebakaran akan mencakup waktu-waktu untuk kegiatan yaitu : deteksi, pelaporan, persiapan, pemadaman dan mobilisasi. Untuk itu, deteksi kebakaran harus benar-benar diperhatikan agar upaya pemadaman dapat segera dan mudah dilakukan, sehingga kerugian yang diderita dapat ditekan sampai sekecil mungkin.

Adalah tidak mungkin mengawasi seluruh kawasan hutan sepanjang waktu, bahkan selama musim kering. Paremeter seperti : nilai hutan yang dilindungi, frekuensi kejadian kebakaran, sifat kebakaran dan efek pemulihannya, fasilitas transportasi dan komunikasi, sumber dana, kemampuan tenaga pemadam, dan peralatan pemadaman yang tersedia turut membantu menentukan "kawasan prioritas" yang harus diawasi sepanjang waktu.

Cara-cara deteksi yang mungkin dapat dilakukan antara lain:
        1. Deteksi dan pelaporan sukarela dari masyarakat;
        2. Patroli darat (secara rutin);
        3. Pengawasan dan menara api;
        4. Patroli udara dan penginderaan jarak jauh (satelit).
Suatu sistem deteksi yang efesien seharusnya menggunakan semua cara tersebut, sesuai dengan kebutuhan.
        1. Pelaporan Sukarela
Pada kawasan hutan rawan kebakaran yang terdapat penduduk, maka penduduk setempat tersebut diharapkan dapat melaporkan setiap terjadinya kebakaran hutan. Pelaporan sukarela seperti ini dapat dimasukkan dalam perencanaan sistem deteksi. Tentu saja hal ini memungkinkan apabila masyarakat setempat benar-benar termotivasi. Oleh sebab itu masyarakat setempat perlu diberi penerangan mengenai bahaya kebakaran dan hal-hal lain mengenai pengendalian kebakaran hutan.
        1. Patroli Darat
Patroli darat nampaknya merupakan kegiatan yang sederhana, tetapi kalau dilaksanakan dengan benar akan menjadi suatu cara yang sangat baik. Patroli darat sebaiknya dilakukan secara rutin pada kawasan-kawasan hutan yang sangat bernilai tinggi dan memiliki tingkat bahaya kebakaran tinggi. Petugas dapat berpatroli dengan berjalan kaki, bersepeda, kendaraan bermotor, perahu dan kadang-kadang harus memanfaatkan ketinggian di lapangan seperti dengan memanjat pohon. Mereka harus sudah mengenal kawasan yang di bawah tanggung jawabnya, yang meliputi pengenalan topografi dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat. Petugas-petugas ini juga dapat berfungsi dalam pencegahan, penegakan hukum dan pemadaman.

Kelemahan cara ini adalah terbatasnya kawasan yang terawasi terus-menerus dan oleh karenanya waktu penemuan adanya kebakaran seringkali terlambat. Di samping itu dalam jangka panjang patroli lebih mahal dari pada stasiun-stasiun atau menara api, sehingga penggunaan menara api perlu dipertimbangkan sebagai pengganti patroli.
Bila pengawas kebakaran dipekerjakan musiman, dalam jangka panjang mungkin akan lebih ekonomis untuk memperkerjakan dan memanfaatkan mereka untuk pekerjaan lain dalam rangka pengendalian kebakaran setelah musim kebakaran berlalu. Dalam beberapa kasus, kebakaran hutan dapat juga dideteksi dan dilaporkan oleh petugas dari departemen atau dinas-dinas pemerintah lainnya apabila mereka kebetulan menemukan kebakaran dalam tugas sehari-harinya.
        1. Menara Pengawas/Menara Api
Menara api secara umum merupakan cara deteksi kebakaran yang paling memuaskan dan secara bertahap dapat mengurangi patroli darat. Di samping itu, adanya penggunaan menara api di lapangan juga dapat membantu upaya perlindungan hutan karena menandakan daerah tersebut selalu diawasi. Dalam operasi pemadaman, menara api dapat digunakan sebagai markas untuk menyimpan sementara peralatan dan tempat beristirahat bagi petugas pemadam.

Metode deteksi ini bermula dengan penempatan tenaga pada tempat-tempat yang telah ditentukan selama musim kebakaran. Jika dipandang efektif, maka di lokasi tersebut dapat dibangun menara api. Namun demikian, penentuan titik di mana menara akan dibangun harus memperhatikan pertimbangan yang ilmiah. Agar menara api dapat berfungsi efektif, maka perlu dilengkapi dengan peralatan pokok seperti teropong binokuler, peta, fire finder, pengukur arah dan kecepatan angin, dan penunjuk arah mata angin.

Tinggi menara api harus ditentukan dengan sebaik-baiknya. Pilihlah lokasi yang tepat untuk menara api. Selanjutnya, tinggi menara tergantung pada fungsi jenis pohon di kawasan tersebut.
        1. Data NOAA (satelit)
Deteksi kebakaran dapat dilakukan dengan memanfaatkan citra satelit. Pada September 1993, sebuah stasiun penerima satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) telah dibangun di kantor Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Tengah di Palangka Raya. Satelit ini memberikan data mengenai titik panas (hot spot) dalam selang waktu tertentu. Dengan memadukan data dari NOAA dan sumber-sumber data lainnya maka dapat dibangun suatu manajemen data kebakaran hutan dengan GIS (Geographical Informations System).
        1. Komunikasi
Berbagai deteksi kebakaran akan menjadi sia-sia apabila fasilitas komunikasi yang efisien tidak tersedia. Informasi mengenai kebakaran yang terdeteksi harus cepat dikomunikasikan kepada mereka yang berwenang, sehingga kebakaran dapat segera dikendalikan selagi masih kecil. Komunikasi yang efektif juga diperlukan pada kegiatan operasi pemadaman.

Metode-metode komunikasi yang sederhana untuk suatu jarak terbatas meliputi penggunaan tanda-tanda seperti serine, kentongan, peluit dst. Komunikasi berupa pesan-pesan yang dibawa berjalan, bersepeda, atau berkendaraan bermotor juga dapat diterapkan. Telepon boleh jadi merupakan alat komunikasi paling memuaskan tetapi sayang keberadaannya di lapangan masih sangat terbatas.

Radio merupakan alat komunikasi yang terbaik dalam mobilitas tinggi. Radio dapat digunakan oleh petugas patroli darat maupun pengawas di menara api.
        1. Prinsip Pemadaman
Prinsip pemadaman kebakaran hutan dan lahan adalah menemukan kebakaran secara cepat/dini dan kemudian memadamkannya selagi api masih kecil. Rata-rata kejadian kebakaran hutan dipadamkan oleh regu yang pertama datang melihatnya. Kebakaran yang lebih besar memerlukan tenaga bantuan.

Sedangkan prinsip utama dalam pemadaman kebakaran hutan dan lahan adalah:
          • Capailah setiap lokasi kebakaran hutan secepat dapat dicapai dengan selamat. Seranglah dengan kekuatan penuh, sehingga api mengecil. Jaga hingga dapat dipastikan bahwa api benar-benar mati.
          • Buatlah ilaran lebih cepat dari penjalaran api.
          • Klasifikasi bahan bakar perlu diketahui untuk menentukan kecepatan menjalar dan ketahanan untuk mengendalikan api.
          • Perencanaan pengendalian kebakaran hutan untuk kondisi kebakaran yang paling buruk tetap diperlukan.
          • Kondisi-kondisi yang terjadi akibat perkembangan kebakaran hutan selalu berubah-ubah, oleh karena itu perencanaan pengendalian kebakaran merupakan proses yang terus menerus dengan memperhatikan perubahan kondisi yang terjadi, sehingga didapatkan hasil pemadaman yang lebih baik.
        1. Pelaksanaan Pemadaman
Pelaksanaan pemadaman bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pada metode pemadaman langsung, semua upaya pemadaman diarahkan langsung pada lidah api. Dalam metode ini ada dua pilihan : Pertama menyerang muka api dengan kepyokan (alat pemukul) atau melemparkan material, seperti tanah/lumpur/pasir pada lidah api; Kedua memulai memadamkan api dari bagian belakang dan bergerak ke depan melalui ke dua sisi api dan terakhir menguasai muka api. Pilihan yang pertama adalah mungkin pada kondisi kebakaran kecil.

Pada kasus kedua, di mana kondisi kebakaran besar dan terlalu panas untuk didekati, sehingga strategi penyerangan harus dimulai dari belakang dan kemudian bergerak menyerang melalui sisi api hingga didapatkan muka api, tindakan tersebut diambil untuk mengurangi panas dan menghentikan penyebaran api ke arah samping.

Jika kebakaran kecil pada daerah belukar dan menjalar ke arah bukit, dan terlalu panas untuk diserang dari arah depan, mulailah memadamkan api dari arah belakang dan kemudian bergerak ke depan melalui sisi-sisi api di dalam areal yang sudah terbakar dan menujulah ke arah muka api setelah kebakaran mencapai puncak bukit. Penyerangan langsung dari depan dimungkinkan apabila muka api telah mencapai puncak punggung bukit. Kebakaran harus dikendalikan sebelum api turun atau loncat ke sisi bukit atau bukit lain.
Pada pemadaman tidak langsung, ilaran ditempatkan bergantung pada topografi dan sekat bakar alami atau buatan yang sudah ada seperti jalan. Metode pembakaran tidak langsung merupakan alternatif lain jika kebakaran menjalar dengan sebegitu cepatnya dan melintasi bahan bakar berat dan kemudian adalah sudah tidak memungkinkan lagi untuk diserang secara langsung.
          • Ilaran Api
Ilaran api sering dibuat dengan bantuan alat sekop, garu dan alat-alat pemotong (parang, gergaji tangan dan chain saw). Untuk material yang tak terbakar atau lambat terbakar sebaiknya dipinggirkan untuk menghindari resiko. Sedangkan material yang mudah terbakar dimasukkan ke dalam daerah yang pasti terbakar. Semak belukar dibersihkan dengan alat pemotong. Setelah itu ditindak-lanjuti dengan alat garu atau cangkul sepanjang ilaran untuk membersihkan humus sehingga nampak tanah mineral. Penting bahwa vegetasi yang belum terbakar antara garis ilaran dengan sisi api harus dibakar. Untuk daerah yang berbukit, garis ilaran dibuat parit yang dimaksudkan untuk mencegat/menangkap meterial terbakar yang menggelinding. Kedalaman dan lebar dari parit bergantung pada kecuraman lereng serta ukuran dan material alami yang ada di atas bukit.
          • Penggunaan Air
Air adalah sarana pemadaman yang paling efektif. Jika air tersedia dan dimanfaatkan untuk pemadaman dengan benar, maka itu merupakan alat terbaik dan tercepat untuk mengendalikan api. Tetapi, air yang tersedia dengan cukup, jarang dimanfaatkan untuk memadamkan api sampai mati. Sehingga air biasanya hanya sekedar untuk pendinginan lokasi dan untuk menghambat penyebaran api.
Air dapat dipasok dari truk tangki, pompa punggung dan penampung air lainnya. Apabila kebakaran terjadi pada rerumputan, semak belukar, serasah dan topografi datar maka truk tangki dapat bergerak secara perlahan-lahan sepanjang sisi api. Pada daerah yang mana truk tangki tidak dapat dioperasikan, pemadaman dengan pompa punggung dapat dilakukan dengan cara yang sama. Pelaksanaan pemadaman dengan air akan efektif bila dilaksanakan penyemprotan sejajar dengan sisi api. Air harus digunakan dengan efisien dan secukupnya untuk menghindari pemborosan/kelangkaan air.
          • Penggunaan Tanah/Lumpur
Tanah/lumpur ataupun pasir adalah cukup efektif untuk mengendalikan api pada pohon mati, sisa-sisa tegakan atau pangkal-pangkal semak belukar. Tindakan tersebut sangat menolong untuk menekan api dan pendinginan. Material tersebut dilemparkan dengan mengayunkannya pada dasar lidah api sepanjang sisi api. Gerakannya harus cepat dan terus-menerus. Bahan bakar panas yang tertutupi tanah tersebut jangan dianggap sudah aman, karena sewaktu-waktu api tersebut akan muncul kembali dan terjadilah kebakaran lagi. Seperti api yang sudah tertutupi, segera dipadamkan setelah penyebaran api diawasi.
          • Penggunaan Ranting (kepyokan)
Kebakaran permukaan (serasah atau semak) dapat juga dikendalikan dengan menggunakan ranting atau "karung goni" basah. Metode ini dapat digunakan untuk pendinginan sisi api dalam pembuatan ilaran api. Gerakan ayunan dari ranting tersebut langsung dikenakan pada api sedemikian sehingga bara api dan percikan api terdorong ke dalam areal yang terbakar.
          • Bakar Balas
Bakar balas merupakan sebuah trik yang berbahaya dan beresiko besar, dengan demikian cara tersebut dapat dilaksanakan apabila regu pemadaman betul-betul telah terlatih dan berpengalaman. Beberapa pertimbangan, dilaksanakannya bakar balas antara lain : apabila api merembet dengan cepat yang sulit diatasi dengan metode penyerangan secara langsung, atau adalah bahaya untuk menyerang pada jarak dekat, atau karena kondisi alamnya yang tidak memungkinkan mengerahkan tenaga sebegitu banyak, atau keterbatasan tenaga sehingga tidak bisa menyerang secara langsung.

Ilaran api harus sudah dimantapkan pada daerah yang strategis sebelum api balas dinyalakan. Jalan-jalan yang sudah ada, jembatan atau sekat bakar lainnya dapat dimanfaatkan. Ilaran sebisa mungkin dibuat lurus dan di dalam lokasi dengan mempertimbangkan angin, kelerengan dan bahan bakar, pembakaran yang baik adalah bertemunya api balas dengan api utama di dalam areal yang terbakar.

Bakar balas dimulai pada titik yang tertinggi pada ilaran untuk dibakar dan kemudian menyambung dengan areal yang terbakar. Kewaspadaan tetap dijaga terutama pada kemiringan lebih dari 20% untuk menghindari meluncurnya material panas.
          • Mop - Up
Semua api adalah berpotensi membawa bahaya jika tidak dimatikan dengan benar-benar. Mop-up dikerjakan setelah kebakaran terkontrol. Pekerjaannya terdiri dari pemadaman sisa-sisa api atau memindah-mindahkan material yang masih membara di sepanjang atau dekat ilaran api.

Di bawah ini beberapa petunjuk pelaksanaan Mop-up :
            1. Setelah api dapat dikendalikan, padamkan semua material yang membara sepanjang sisi api.
            2. Semua bahan bakar yang diperkirakan dapat menggelinding diambil/dipindah posisikan sedemikian rupa sehingga tidak tidak memungkinkan bergerak ke luar ilaran.
            3. Bahan bakar khusus seperti pohon mati, log yang membusuk, tonggak dan cabang pohon yang dekat permukaan tanah baik yang ada di dalam maupun di luar ilaran harus dibuang.
            4. Dalam hal pekerjaan mop-up pada kasus api kecil, semua api harus dipadamkan.
            5. Pada kasus api besar, cukup material terbakar dipadamkan dengan demikian api tidak dapat menjilat, loncat atau menggelinding ke luar ilaran.
            6. Jika air tersedia, dapat digunakan untuk pekerjaan lanjutan yang lebih baik. Air dapat juga digunakan untuk membuat lumpur untuk menutupi sisa-sisa bara.
Patroli/pengawasan adalah diperlukan pada tahapan pemadaman kebakaran, sehingga percikan api yang terakhir sudah tidak nampak lagi. Tetap waspada harus dipegang pada kawasan yang terbakar maupun kawasan yang tidak terbakar di sekelilingnya, untuk mendeteksi loncatan api. Pada tipe-tipe bahan bakar yang terbakar secara cepat, patroli/pengawasan mungkin perlu hanya beberapa hari saja, sedangkan di dalam bahan bakar berat patroli mungkin diperlukan untuk beberapa hari atau bahkan mingguan.
Satu tujuan penting dari patroli dan pengawasan, adalah untuk mencari dan memadamkan sisa-sisa bahan bakar yang terbakar di dalam areal yang terbakar. Tujuan patroli dan pengawasan adalah untuk mencari dan memadamkan sisa-sisa bara api di dalam areal yang terbakar, yang kemungkinan akan menyala kembali dan merembet keluar ilaran api. Pentingnya patroli dan pengawasan perlu ditekankan, baik pada waktu setelah terjadi kebakaran dalam beberapa jam, atau lewat sehari atau bahkan setelah seminggu. Hal ini untuk memastikan bahwa kebakaran sudah tidak berpengaruh lagi terhadap lingkungannya.
    1. Peralatan
Berbagai macam peralatan yang digunakan untuk pengendalian kebakaran meliputi peralatan tangan, peralatan mekanik (chain saw, tractor dan bulldozer), dan pompa air portable (mudah dibawa).

Peralatan yang umum digunakan adalah peralatan tangan. Peralatan tangan adalah peralatan seperti alat potong dan alat pengikis yang pada dasarnya digunakan secara umum untuk membuat dan membersihkan ilaran dan memadamkan api dengan lumpur/tanah. Peralatan tangan yang paling umum digunakan adalah sebagai berikut : kapak mata satu, gergaji tangan, chain saw, pompa punggung, kapak mata dua, sekop, pengait semak dan kepyok (pemukul api).

Tenaga pemadam kebakaran hutan hendaknya masing-masing membawa satu alat pada waktu pemadaman api.
    1. Keselamatan
Pemadaman kebakaran hutan adalah tugas yang berbahaya. Setiap tindakan pencegahan hendaknya diambil untuk menghindari kecelakaan anggota regu pemadam. Di bawah ini beberapa petunjuk yang dapat diikuti untuk menghindari kecelakaan:
      1. Regu pemadam harus mempunyai kondisi kesehatan mental dan fisik yang baik.
      2. Regu pemadam harus dilengkapi dengan perlengkapan P3K.
      3. Regu pemadam terdepan harus menggunakan baju tahan api, mengenakan topi/helm yang kuat, sepatu boot serta masker.
      4. Fasilitas untuk minum regu harus ada. Setiap anggota regu harus membawa air minum masing-masing tetapi harus dihemat.
      5. Berhati-hati dan selalu siap untuk melindungi diri sendiri jika sewaktu-waktu penyebaran api yang tidak diharapkan, dengan menggunakan arah pelarian yang sudah diketahui sebelumnya.
      6. Tetap memperhatikan dengan seksama pada material yang mudah menyala, materi terbakar yang diperkirakan mudah jatuh atau menggelinding.
      7. Tindakan harus diambil untuk melindungi peralatan contohnya, kehati-hatian tetap dijaga sepanjang waktu agar keadaan tidak terjebak. Jangan tinggalkan peralatan dekat dengan kebakaran.
      8. Untuk tindakan penyelamatan mungkin perlu untuk memisahkan antara penyimpanan minyak (bensin, solar dll) dengan air, baik warna, tempat maupun penempatannya. Pewarnaan tempat yang direkomendasikan adalah:
        1. bensin = merah tua
        2. air minum = hijau
        3. solar = oranye
        4. air-air lain = kuning
  1. MASALAH DAN PENANGANANNYA
    1. Kebakaran Pada Kayu Bulat
Seandainya kayu bulat terbakar, pertama kali yang dilakukan adalah dinginkan pada bagian terpanas (menganga). Dapat dilakukan dengan menyiramkan tanah/lumpur dengan sekop. Segera gali tanah di sekeliling kayu bulat, hal ini dilakukan untuk menghindari merembetnya api ke serasah di sekitarnya. Ilaran ditempatkan pada jarak yang cukup dari kayu bulat untuk mendapatkan kenyamanan kerja.

Seandainya kebakaran terjadi pada lereng yang curam, parit dibuat pada bagian yang lebih rendah untuk menangkap material-material kecil yang jatuh ke bawah. Jika mungkin, kayu bulat tersebut hendaknya diguling-gulingkan dan dipindahkan sedapat mungkin ke bawah untuk mencegah meluncurnya kayu tersebut dan menyebarkan api. Jika tidak mungkin, agar tidak menggelinding, halangi dengan batu-batu atau gelindingkan ke parit yang sudah disiapkan sebelumnya. Jika terlalu berat dianjurkan membuat parit di bawah kayu tersebut.

Setelah api mulai padam dan mendingin, kayu tersebut dibelah-belah atau digergaji pada bagian yang tidak berapi. Pekerjaan ini harus dilakukan secara hati-hati agar percikan api tidak menyebabkan kebakaran pada areal yang lain. Seandainya tersedia air yang cukup dapat disemprotkan pada bagian arang yang masih membara atau bagian-bagiannya. Jika tidak tersedia cukup air maka manfaatkan tanah atau lumpur untuk semua aktivitas pemadaman. Jika terdapat beberapa kayu bulat yang terbakar, disarankan untuk membersihkan areal tersebut dari potongan-potongan ranting atau serpihan-serpihan lainnya. Dalam pekerjaan Mop-Up, semua areal yang terbakar dan bagian-bagian kayu bulat yang terbakar harus dilihat secara hati-hati dengan memperhatikan asap yang masih mengepul dan diperlukan pengetesan bara api dengan tangan. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa kebakaran benar-benar telah dipadamkan. Hal tersebut harus diketahui secara pasti sebelum meninggalkan areal.
    1. Api Pada Pohon yang Mati
Pohon-pohon mati dalam proses pembusukan adalah potensial untuk terbakar. Sebuah pohon mati terbakar dapat membahayakan pohon-pohon lain karena sebaran dan percikan apinya dapat menjangkau jarak yang jauh. Biasanya dilakukan pemotongan, namun jika tidak mungkin maka disarankan untuk membersihkan semak-semak di bawahnya. Tindakan selanjutnya adalah mengawasi kalau-kalau ada bagian pohon yang jatuh.

Dan segera setelah bagian pohon tumbang/patah tindakan seperti dalam penanggulangan kayu bulat di atas dapat dilakukan. Setiap jengkal material yang terbakar harus dipadamkan. Pencarian secara seksama pada api-api yang ditimbulkan akibat percikan dari pohon mati tetap dilakukan.

Pada umumnya pohon mati yang terbakar dipotong. Tetapi jika api dekat dengan permukaan maka cukup dipadamkan saja dengan air atau tanah tanpa memotongnya.
Sementara sedang memotong pohon mati, semua pohon-pohon kecil yang menutupi hendaknya disingkirkan. Dengan cara yang sama, semua cabang-cabang pohon besar juga disingkirkan. Tindakan terpenting adalah mengambil tindakan pencegahan untuk mencegah kebakaran tajuk.
    1. Api Pada Tonggak Pohon
Seandainya sebuah tonggak besar terbakar dan api telah menyebar ke permukaan, maka ilaran api segera dibuat, untuk mencegah penyebaran lebih lanjut. Pendinginan segera dilakukan dengan menutupinya dengan tanah (pakai sekop). Tindakan lanjutannya adalah dengan memadamkan seluruh apinya.
    1. Kebakaran Rumput atau Bahan Bakar Campuran
Rumput adalah bahan bakar yang mudah berubah karena kondisi cuaca. Rumput cepat mengering dan akan menunjukkan tanda-tanda akan terbakar. Rumput kering dan mati sangat cepat tersulut dan akan terbakar dengan cepatnya, khususnya rerumputan yang tumbuh rapat. Kebakaran rumput akan membakar areal yang luas dan kita tak cukup waktu untuk memadamkannya jika tidak dikontrol sesegera mungkin. Angin dan kemiringan akan mempercepat penjalaran api. Namun demikian kebakaran rumput tidak terlalu panas, dan dalam tempo singkat sudah dingin.

Kebakaran rumput dapat dikendalikan juga dengan menggunakan tanah/pasir dengan menggunakan sekop. Mungkin juga dapat dibuat ilaran dengan bekerja secara langsung pada sisi-sisi api. Beberapa bahan bakar yang tidak terbakar antara ilaran dan rumput yang terbakar harus dibakar habis.

Rerumputan yang lebih tinggi (perdu) biasanya menutupi areal yang luas pada lahan-lahan bekas terbakar, atau lahan-lahan yang bekas dibabad. Bentuk kebakarannya mirip dengan kebakaran rumput, hanya biasanya lidah apinya lebih besar dan berasap lebih banyak. Pemadamannya dapat dilakukan secara langsung pada sisi-sisi apinya. Kepyok, sekop dan pemotong dapat digunakan untuk pemadam.

Ketika kebakaran semak menjalar ke arah bukit-bukit, maka mulailah bekerja dari ekor api/bagian belakang kebakaran dan kemudian bergerak melalui sisi-sisi api mencapai puncak punggung bukit. Serangan secara langsung dapat dilaksanakan pada muka api di puncak punggung bukit tetapi api harus dikendalikan sebelum api menyeberang ke sisi bukit lain.

Semak-semak/perdu adalah bahan bakar yang mudah menyala dan tidak memakan waktu lama untuk terbakar secara luas, oleh karena itu dapat dilaksanakan pekerjaan Mop-Up dengan cepat, tetapi beberapa bahan bakar lain seperti kayu-kayu lapuk, tonggak, kayu bulat atau bahan bakar berat lainnya memerlukan perlakuan khusus. Pada kasus-kasus tertentu adalah sangat penting untuk secara tepat mengadakan penilaian kebakaran sehingga dapat menentukan lokasi-lokasi berbahaya dan prioritas penyerangannya. Masing-masing lokasi berbahaya harus dapat diperlambat penyebarannya atau ancaman penyebarannya.
    1. Kebakaran pada Hutan Pinus
Kebakaran pada hutan pinus dapat terjadi setiap saat, tidak terbatas pada musim kemarau. Hal ini disebabkan seluruh bagian pohon pinus mengandung getah yang mudah terbakar. Di samping itu serasah daun pinus cepat kering dan sulit melapuk sehingga menjadikannya bahan yang mudah terbakar.

Kebakaran pada hutan pinus kemungkinan terjadi tiga jenis kebakaran yaitu : kebakaran bawah, kebakaran tajuk atau keduanya secara bersamaan.

Pengendalian pada kebakaran bawah dapat dilakukan dengan teknik mop-up. Pengendalian kebakaran tajuk dapat dilakukan dengan pembuatan ilaran api, dengan cara menebang pohon secara mekanis yang berada dalam jaur ilaran. Pengendalian kebakaran bawah dan kebakaran tajuk secara bersamaan dapat dilakukan dengan kombinasi antara mop-up dan ilaran api, seandainya terpaksa dan telah melalui beberapa pertimbangan dapat dilakukan bakar balas.

Kebakaran hutan pinus pada daerah datar, kemungkinan akan lebih mudah untuk dikendalikan, tetapi kebakaran di daerah lereng curam memerlukan tenaga, biaya peralatan dan keahlian yang memadai.

Apabila terjadi kebakaran pada hutan pinus di daerah berlereng curam, maka teknik pengendaliannya antara lain sebagai berikut:
      1. Ilaran api dibuat di belakang bukit pada lereng yang berlawanan arah dengan datangnya api utama. Ilaran ini dibuat tidak terlampau jauh dari puncak bukit.
      2. Pilih titik taut berupa penghalang alami seperti jalan setapak, alur-alur sungai, tebing batu, bekas tanah longsor atau areal bekas kebakaran, untuk menghubungkan ilaran yang dibuat.
      3. Perhatikan cabang-cabang, tonggak-tonggak atau pohon-pohon mati yang berada dalam ilaran dan diperkirakan dapat merambatkan api harus dibersihkan.
      4. Setelah ilaran api selesai, dilakukan bakar balas dengan cara sebagai berikut:
      5. Pembakaran dimulai pada titik taut, yaitu titik yang terbentuk antara ilaran api yang dibuat dengan ilaran api alami (jalan, sungai dan sebagainya).
        1. Pembakaran kedua dilakukan pada pinggiran ilaran yang berhadapan dengan api utama/kepala api.
        2. Pembakaran berikutnya sepanjang sisi-sisi api menuruni bukit.
        3. Apabila api utama berkembang menjadi jari-jari api, maka pembakaran diarahkan ke jari-jari api tersebut.
        4. Bakar balas diusahakan dengan cepat dan terus-menerus dan jangan berhenti ditengah-tengah.
Sumber :
Pusat Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Dati I Sumatera Utara (http://www.dephut.go.id/INFORMASI/PROPINSI/SUMUT/Pd_Bkr_Hut.html)

No comments: