I.
Pengantar
The
29th Conference of the OIE Regional Commisssion for the Far East Asia and
Oceania 14-18 September 2015, di Ulaanbaatar, Mongolia diselenggarakan oleh
OIE (Badan Kesehatan Dunia). Konferensi
ini dihadiri
oleh 92 peserta, yang terdiri dari delegasi OIE dan / atau wakil dari 26 negara
anggota OIE dari Regional Asia, Timur Jauh, dan Oceania, seorang pengamat dan
pejabat senior dari 7 organisasi internasional dan regional. Indonesia
diwakili oleh Drh. Pudjiatmoko, Ph.D dari Direktorat Kesehatan Hewan,
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian.
Dalam Seminar
dan Konferensi OIE Regional Asia, Timur Jauh, dan Oceania ini dihadiri pula
oleh:
1. Ibu
Radnaa Burinaa, Menteri Pangan dan Pertanian Mongolia,
2. Dr
Michael Botlhe Modisane, Presiden. OIE,
3. Dr
Bernard Vallat, Direktur Jenderal OIE,
4. Dr
Bolortuyo Purcvsuren, Delegasi dari Mongolia untuk OIE,
5. Dr Zhang
Zhongqiu,Presiden the OIE Regional
Commision Asia,Timur Jauh & Oceania
6. Dr.
Franscuis Caya, Kepala Departemen Kegiatan Regional OIE,
7. Dr
Hirofumi Kugita, OIE Perwakilan Regional untuk Asia dan Pasifik,
8. Dr Ronello
Abila, Perwakilan OIE Sub-Regional untuk Asia Tenggara, dan
9. Dr. Paula
Caceres, Kepala Departemen Informasi dan Analisis Kesehatan Hewan OIE.
Terdapat
tiga topik yang telah dibahas dalam Konferensi ini, yaitu : (a) Permasalahan
Teknis I (Peran Otoritas Veteriner dalam talalaksana wabah
penyakit akuatik); (b) Permasalahan Teknis II (Sejauh
mana perkembangan kerjasama yang telah dapat dilakukan antara sektor hewan dengan sektor kesehatan manusia); dan (c) Pelaporan
Situasi Penyakit Hewan di Asia, Timur Jauh dan Oceania. Pembicara Permasalahan Teknis I adalah Dr. Ingo
Ernst, Direktur Kebijakan Hama dan Kesehatan Aquatik, Divisi Kesehatan Hewan, Departemen
Pertanian Australia, dan sebagai Presiden Komisi Standar kesehatan hewan
Aquatik OIE. Pembicara Permasalahan
Teknis II adalah Dr. Thanaivat Tiensin, Kepala Perdagangan Ternak Internasional,
Divisi Kerjasama Ternak Internasional, Departemen Pengembangan Peternakan, Thailand. Pembicara Pelaporan Situasi
Penyakit Hewan adalah Dr. Paula Caceres Kepala Departemen Informasi dan
Analisis Kesehatan Hewan OIE.
II.
Sambutan Arahan dari Preseiden dan Direktur Jenderal OIE
Preseiden dan Direktur
Jenderal OIE memberikan sambutan arahan pada pembukaan konferensi ini.
A. Presiden OIE Dr. Botlhe Michael
Modisane dalam sambutannya menyampaikan beberapa hal penting yaitu:
1. Presiden
mendengarkan dengan penuh perhatian dan berusaha untuk memahami tantangan yang
dihadapi oleh regional dalam menangani isu-isu yang mempengaruhi pelayanan
kesehatan hewan terutama dalam pengendalian penyakit hewan.
2. OIE telah
membuat kemajuan yang signifikan dalam mengatasi tantangan yang dihadapi dalam
pelayanan kesehatan hewan. OIE telah berusaha mengikuti perkembangan ilmiah dan
telah cukup berani untuk mempertimbangkan kembali pedoman dalam rangka
pembaharuan apabila diperlukan. Dua contoh yang dapat diberikan, yang pertama
adopsi dari bab baru Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada General Sessions Mei 2015 dan yang kedua konsep High Horse Performance (HHP) yang sedang
dibahas.
3. OIE telah
menumbuhkan kemitraan dengan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan
kerjasama dan meminimalkan kesalahpahaman antara pemangku kepentingan ini. Strategi untuk membangun kapasitas dalam
pelayanan kesehatan hewan, OIE telah menetapkan pusat kolaborasi laboratorium
rujukan dan program twinning labaroratory
untuk mempercepat pembangunan kapasitas kesehatan hewan di negara-negara
anggota.
4. OIE sadar terhadap
risiko akibat perdagangan hewan dan produk hewan. OIE bekerja keras bersama
dengan para anggotanya untuk meminimalkan risiko tersebut pada kesehatan hewan
dan dampaknya terhadap ketahanan pangan.
5. Dunia telah
berkomitmen untuk memberantas peste des petits ruininants dalam waktu lima
belas tahun ke depan. Untuk mencapai target yang ambisius
tapi
realistis ini semua pihak harus bekerja sama dengan baik.
B. Direktur Jenderal OIE Dr. Benard
Vallat dalam sambutannya menyampaikan beberapa hal penting yaitu:
1. Sejak
didirikan, OIE telah bekerja untuk menetapkan standar kesehatan hewan, terutama
untuk meningkatkan pengendalian dan pencegahan penyakit serta metode, sambil
memfasilitasi dan mengatur perdagangan yang aman pada hewan dan produk hewan
antar negara.
2. Selama satu
dekade terakhir, OIE telah memperluas mandatnya untuk memasukkan promosi
pentingnya kegiatan Pelayanan Kesehatan Hewan, keamanan pangan dari produk
hewani, dan kesejahteraan hewan.
3. OIE juga berusaha
untuk membantu Anggota dengan memenuhi Standar Internasional tentang
pemerintahan yang baik dengan menawarkan dukungan yang berkelanjutan melalui OIE PVS Pathway.
4. Untuk
memastikan pelaksanaan mandatnya, OIE telah membentuk aliansi yang kuat bukan
hanya dengan anggotanya, tetapi juga dengan lembaga pemerintah, internasional
seperti FAO dan WHO, organisasi internasional dan regional lainnya, komunitas
donor internasional yang mendukung program kesehatan hewan, seperti Uni Eropa
dan Bank Dunia, dan Agensi dari Anggota, dan sektor swasta, seperti Bill & Melinda Gates Foundation.
5. Dengan
dukungan keuangan dari Bill & Melinda
Gates Foundation, telah diselenggarakan Seminar Regional pada pengembangan
kemitraan pemerintah-swasta untuk mendukung Layanan Kedokteran Hewan. Seminar
memberikan kesempatan untuk diskusi yang bermanfaat tentang OIE standar intergovornmental pada
kualitas dan tanggung jawab Layanan Kedokteran Hewan dan pentingnya
meningkatkan hubungan antara Layanan Kedokteran Hewan pemerintah dan sektor
swasta untuk pencegahan dan pengendalian penyakit hewan.
6. Keterlibatan
kemitraan pemerintah dan swasta sangat berguna untuk peningkatan layanan
Kedokteran Hewan terutama yang terkait dengan pelaksanaan regulasi bidang
kesehatan hewan. Sebuah contoh positif dari keterlibatan kemitraan ini adalah
kemitraan pemerintah dan swasta yang dibentuk antara OIE, FEI dan IFHA untuk
mengembangkan Konsep "Horse High
Performance (HHP)" untuk kompetisi pacuan kuda internasional.
III.
Pemilihan Komite Konferensi, Chaiperson
dan Repporteur
1. Telah
dipilih Komite Konferensi sebagai berikut :
Chairperson
: Dr. Bolortuya Purevsuren
(Mongolia)
Vice
Chairperson : Dr. Zhang Zhongqiu
(China (People’s Republic of)
Repporteur
General : Dr. Mathew Stone (New
Zealand)
2. Telah
ditetapkan Chaiperson dan Repporteur dalam pembahasan Konferensi
sebagai berikut:
a. Technical
Item 1:
Chairperson
: Dr. Rubina Cresencio (Philipines)
Repporteur : Dr. Dam Xuan Thanh (Vietnam)
b. Technical
Item II:
Chairperson : Dr. Keshave Prasad Preny (Nepal)
Repporteur
: Dr. Pudjiatmoko, Ph.D (Indonesia)
c. Animal
Health Situation:
Chairperson
: Dr. Siang Thai Chew (Singapore)
Repporteur : Dr. Tashi Sumdup (Bhutan)
IV.
Hasil - hasil konferensi adalah sebagai berikut:
A.
Rekomendasi
No. 1 : Peran Otoritas Veteriner dalam talalaksana wabah penyakit akuatik
1. Negara-negara anggota mempertimbangkan kebutuhan untuk meningkatkan
kerjasama antara Otoritas Veteriner dan otoritas lainnya yang bertanggung jawab
terhadap kapasitas kesehatan hewan akuatik (contohnya otoritas perikanan atau
otoritas budidaya ikan) untuk memastikan pencegahan dan pengendalian penyakit
hewan air baru secara efektif.
2. Negara Anggota memanfaatkan bab analisis risiko dan penerapan
langkah-langkah lain yang direkomendasikan dalam OIE Aquatic Animal Health Code untuk mengelola risiko pemaparan
patogen selama perdagangan hewan akuatik dan
produk hewan akuatik.
3. Negara-negara Anggota sadar untuk segera melaporkan terjadinya suatu penyakit
yang baru muncul sesuai dengan persyaratan dalam OIE Aquatic Animal Health Code.
4. Negara-negara Anggota OIE mempertimbangkan tentang pengaturan munculnya
penyakit baik dalam perencanaan budidaya hewan akuatik maupun
dalam program manajemen kesehatan hewan akuatik.
5. Negara-negara Anggota OIE memastikan bahwa faktor-faktor penting bagi
keberhasilan penanggulangan penyakit yang baru muncul meliputi deteksi,
pelaporan dini, respon dini, dan kemitraan pemerintah-swasta serta kerja sama
industri
dimasukkan ke dalam program kesiapsiagaan penyakit hewan akuatik.
6. Negara-negara Anggota OIE melakukan langkah-langkah peningkatan biosekuriti
dan pengendalian penyakit dalam industri budidaya hewan akuatik.
7. Negara-negara Anggota OIE meminta Tim OIE untuk melakukan evaluasi PVS
negara anggota OIE dalam Pelayanan Kesehatan Hewan Aquatik untuk membantu
peningkatan Pelayanannya agar sesuai dengan standar OIE;
8. Negara-negara Anggota OIE termasuk salah satu prioritasnya dalam penguatan pendidikan
kedokteran hewan awal dan pendidikan lanjutan profesi kesehatan hewan akuatik,
dengan mempertimbangkan Rekomendasi OIE pada kompetensi Kelulusan dokter hewan
('hari 1 setelah lulus') dan Pedoman OIE pada kurikulum inti pendidikan
kedokteran hewan.
9. OIE bekerja sama dengan Negara-negara Anggota OIE untuk memfasilitasi
peningkatan koordinasi aksi regional dalam merespon munculnya penyakit hewan akuatik
yang serius.
10. OIE terus menyiapkan bimbingan teknis tentang munculnya penyakit baru pada
hewan akuatik.
11. OIE mengembangkan dan mempublikasikan standar dan pedoman untuk
pengendalian penyakit hewan akuatik dengan prinsip yang jelas dan dapat
disesuaikan dengan penyakit yang muncul meskipun terdapat kekurangan
dalam pemahaman epidemiologinya.
12. OIE mendukung peningkatan transparansi pemberitahuan munculnya penyakit
hewan akuatik dengan menggunakan WAHIS, termasuk mendorong motivasi dalam melakukan
notifikasi; dan
13. OIE terus mendukung Negara-negara Anggota OIE dalam pelaksanaan OIE PVS Pathway untuk
Pelayanan Kesehatan Hewan dan Pelayanan Kesehatan Hewan Akuatik.
B.
Rekomendasi
No. 2 : Sejauh mana perkembangan kerjasama yang telah dapat dilakukan antara
sektor kesehatan hewan dengan sektor kesehatan manusia
1. Negara-negara anggota perlu mengadvokasi kepada pejabat tingkat atas di
negaranya masing-masing untuk berkomitmen pada Pelayanan Veteriner/ Kesehatan
Hewan Nasional dan Pelayanan Kesehatan Manusia Nasional sebagai prasyarat untuk
menetapkan prioritas umum nasional.
Komitmen ini juga diperlukan dalam rangka meningkatkan efektivitas dan
kapasitas sektor kesehatan hewan dan sektor kesehatan manusia yang lebih baik;
2. Negara-negara anggota OIE diminta untuk membangun rantai komando yang jelas
dan membuat mekanisme koordinasi pemerintahan yang baik sebagai faktor
prioritas pada sektor kesehatan hewan dan sektor kesehatan masyarakat.
3. Negara-negara anggota OIE agar sepenuhnya terlibat dalam implementasi
Standar OIE dan WHO IHR dengan menggunakan OIE
PVS Pathway dan WHO IHR MF.
4. Negara-negara anggota OIE didorong mengidentifikasi kegiatan praktis Roadmap Nasional dan Regional
penguatan kerjasama dan koordinasi antara sektor kesehatan hewan dan kesehatan
manusia dengan mentargetkan rabies, influenza yang bersifat zoonosis, keamanan
pangan, dan munculnya penyakit zoonosis sebagai prioritas.
5. Negara anggota mengidentifikasi peluang untuk program pelatihan gabungan
petugas kesehatan hewan dan petugas kesehatan manusia berasal dari pihak
berwenang yang berbeda yang bisa dipanggil untuk bekerja pada rencana darurat
bersama dan kontrol penyakit atau investigasi wabah penyakit dan kejadian
keamanan pangan.
6. OIE, bekerja sama dengan WHO, dan didukung oleh FAO, terus mengadvokasi
kalangan atas (pejabat tinggi) untuk memperkuat kolaborasi antara otoritas
veteriner, otoritas kesehatan manusia dan pemangku kepentingan yang relevan,
termasuk dari sektor swasta.
7. OIE terus memberikan dukungan kepada Negara-negara Anggota OIE dengan
menggunakan OIE PVS Pathway untuk
meningkatkan kepatuhan pada standar OIE, dengan penekanan khusus terkait
undang-undang kesehatan hewan, transparansi, kemandirian teknis, program gabungan
dan koordinasi kegiatan PVS dengan PHS.
8. OIE mendukung Negara-negara Anggota OIE mengidentifikasi tujuan nyata dan
indikatornya untuk memantau perkembangan pelaksanaan yang dilakukan secara
paralel bidang teknis gabungan kompetensi kritis PVS dan kapasitas inti IHR.
9. OIE mendukung Negara Anggota dalam penggunaan OIE PVS Pathway dan WHO IHR
MF sebagai alat yang relevan untuk melakukan penilaian secara rinci dan melakukan
analisis kekuatan nasional yang ada dan kesenjangan antara Sektor kesehatan
hewan dan sektor kesehatan manusia.
10. OIE, bekerja sama dengan WHO, terus mendukung PVS dan PHS dalam
mengorganisasikan, atas permintaan suatu Negara Anggota, untuk melakukan
lokakarya nasional mempromosikan kerjasama lintas sektoral antara sektor
kesehatan hewan dan sektor kesehatan manusia menggunakan OIE PVS Pathway dan WHO IHR MF.
11. OIE mendirikan Ad hoc Grup dan menyebarluaskan
pedoman mekanisme koordinasi dan intervensi antara sektor kesehatan hewan dan
sektor kesehatan masyarakat (termasuk stakeholder
lain yang relevan), OIE PVS Pathway dan WHO IHRMF
akan menjadi piranti yang akan digunakan oleh Ad hoc Group tersebut.
C.
Pelaporan
Situasi Penyakit Hewan
1.
Laporan Enam
Bulanan Penyakit hewan
a.
Pada 24 Agustus 2015, sebanyak 89 % (32/36) dari
Anggota Komisi Regional telah menyerahkan kedua laporan enam bulanan untuk
2014, sedangkan satu Anggota, Mikronesia, telah menyampaikan hanya laporan enam
bulanan pertama untuk 2014. Indonesia telah menyampaikan laporan enam bulanan
kedua tahun 2014. Sebanyak 31 % (11/36) anggota telah menyampaikan laporan enam
bulanan untuk semester pertama tahun 2015.
b.
Pembaharuan data pada beberapa penyakit
yang dipilih yang telah terjadi di regional sejak konferensi sebelumnya pada
bulan November 2013. Informasi mengenai status kesehatan hewan untuk penyakit
yang dipilih berasal dari laporan yang disampaikan kepada OIE dan mencakup 36
Anggota Komisi Regional.
c. Laos belum menyerahkan laporan apapun
sejak 2012. Timur Leste, yang bergabung/mengakses OIE pada bulan November 2010,
tidak pernah menyampaikan laporan apapun untuk OIE tersebut.
d. Negara-negara anggota yang lain telah menyampaikan
laporan tahun 2014 dan 2015 dengan baik.
Setiap anggota diharapkan dapat menyampaikan laporannya sesegera mungkin
sehingga informasi kesehatan hewannya dapat diperbarui.
2.
Rabies
a.
Kejadian rabies antara 1 Januari 2014
sampai dengan 24 Agustus 2015 telah dilaporkan oleh 62% (21/34) negara anggota
OIE kepada Komisi Regional. Lima belas persen (5/34) negara anggota melaporkan
tidak ditemukan rabies dan 24 % (8/34), terutama pulau-pulau, menunjukkan bahwa
rabies belum pernah dilaporkan. Rabies telah endemik di banyak negara regional
Asia Pasifik ini. Pembagian wilayah
Rabies di regional ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu pertama Asia, di
mana Rabies telah menjadi perhatian utama selama bertahun-tahun; dan kedua Oceania,
di mana rabies tidak ditemukan selama
bertahun-tahun atau belum pernah dilaporkan.
b. Selain informasi yang diberikan melalui
Laporan Enam Bulanan, China Taipei menyampaikan secara langsung tentang
terulangnya kejadian rabies di Pingtung (China Tapei Bagian selatan) yang
terjadi pada Desember 2014. Penyakit ini tidak ada sejak Juni 2014. Ini
merupakan kasus Rabies pertama pada Formosan gem-face (Paguma larvata taifana) yang
dideteksi pada Program Surveilans di China Taipei.
c.
China Taipei telah bebas dari rabies
pada anjing sejak tahun 1959, namun telah terdeteksi rabies di satwa liar (China ferret - badger) pada Tahun 2013 yang
menimbulkan kekhawatiran kemungkinan terjadinya spillover kepada hewan peliharaan.
d.
Malaysia melaporkan terulangnya kasus Rabies
pada bulan Juli 2015 di zona Perlis (dekat perbatasan dengan Thailand). Penyakit telah tidak ditemukan di negara itu
sejak tahun 1999 dan sumber re-introduksi tidak diketahui. Satu anjing
meninggal akibat penyakit ini, pada 24 Augustus 2015 kasus ini masih berlanjut.
e.
Laporan dari negara anggota OIE Regional
ini tentang kasus rabies pada hewan dari 1 Januari 2014 sampai dengan 24
Agustus 2015, sebanyak 94% (32 dari 34 negara) melakukan monitoring terhadap
rabies pada anjing. Sebanyak 85% (17/20 negara) melaporkan adanya kasus rabies
pada anjing dengan menggunakan vaksinasi masal secara resmi dalam
pengendaliannya. Vaksinasi masal ini
telah membuahkan hasil yang baik pada negara telah berkembang.
3.
Peste de petits rumminants (PPR)
a.
Peste
de petits rumminants (PPR) merupakan salah satu penyakit prioritas GF-TADs dalam kerangka global OIE-FAO. Strategi global pembebasan PPR ditargetkan
pada tahun 2030 yang telah ditetapkan pada bulan Maret 2015 di Konfernsi
Tingkat Menteri di Abidjan.
b.
Distribusi dari tahun 2005 secara
global, PPR telah menyebar di negara Afrika Tengah, negara Timur Tengah dan
negara Asia Barat Daya.
c. Sejak awal tahun 2015, PPR di regional
OIE Asia, Timur Jauh dan Oceania telah dilaporkan menjangkiti di 20,7% negara
anggotanya.
d.
Pada Juli 2007, PPR terjadi pertama kali
di China, Tibet dekat perbatasan dengan India yang telah menimbulkan kerugian
sebanyak 11.583 ekor kambing. Penyakit ini berlanjut penyebarannya di China
seacara perlahan-lahan pada tahun 2008.
Pada tahun 2010, PPR menyebar ke Asia dan terjadi pertama kali di Bhutan.
e. Wabah PPR terjadi pada tahun 2013 dan
2014 di China, Bhutan, dan Tajikistan, PPR menyebar lebih cepat di seluruh
bagian timur China.
4.
Clasical
swine fever (CSF)
a. Clasical
swine fever (CSF) pada babi dilaporkan oleh 34 negara
anggota regional berupa informasi tentang infeksi virus penyakit ini. Sebayak 35 % ( 13/34 ) melaporkan terdapat
penyakit ini di negaranya. Infeksi virus
CSF selama 5 tahun terakhir telah dilaporkan terdapat di negara Bhutan,
Cambodia, China (People’s Rep. of),
India, Indonesia, Nepal, Philipina, Rusia, Thailand dan Vietnam. Sebanyak 26%
(9/34) negara anggota regional ini melaporkan tidak terdapat infeksi virus CSF,
dan sebanyak 32% (11/34) negara anggota regional ini belum pernah dilaporkan
penyakit tersebut.
b.
Di Mongolia dilaporkan terdapat kasus
CSF pada bulan Juni 2014 di zona Tuf dan bulan November 2014 di Zona
Selenge. Maret 2015 terjadi kasus lagi
di zona Tuf.
c.
Sebagian besar negara anggota melaporkan
kasus CSF pada ternak babi. Tetapi di
bagian belahan dunia lain telah dilaporkan CSF pada babi hutan. Hanya Rusia yang melaporkan terdapat kasus
CSF pada babi hutan pada Pebruari 2014 di Amurskaya Oblast dekat perbatasan
dengan China (People’s Republic of). Kasus telah ditutup pada bulan Mei 2014.
5.
Avian
Influenza
a.
Sampai dengan 24 Agustus 2015,
notifikasi penyakit Avian Influenza telah dilaporkan oleh negara anggota OIE
Regional Asia Pasifik, terdapat 14 Kasus HPAI dan 1 kasus LPAI. Perhatian utama
pada dampaknya pada unggas dan potensi pada kesehatan masyarakat. Di regional
ini dalam kurun waktu Januari 2014 – 24 Agustus 2015 lebih dari 11 juta unggas
terjangkit HPAI.
b.
Jangkauan penyebaran dan kecepatan virus
AI dipengaruhi oleh subtipe dan peran unggas migratori. Faktor lain yang mempengaruhi dinamika
penyakit ini adalah tipe usaha budidaya unggas nasional (contoh peternakan
intensif dibandingkan dengan peternakan unggas umbaran).
c. Hasil analisis secara global, terdapat
hipotesa bahwa dinamika penyakit AI di regional Asia, Timur Jauh dan Oceania
tipe budidaya ternak unggas sangat berpengaruh terhadap dinamika
(naik-turunnya) penyakit ini. Penurunan
penyebaran dan pengurangan waktu durasi kejadian/kasus terjadi disebabkan oleh
tingkat biosekuriti yang lebih tinggi pada peternakan unggas intensif.
d. Pada peternakan unggas umbaran rata-rata
penyebaran penyakit AI bisa mencapai 10 kali lipat lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan peternakan intensif (rata-rata 548 km untuk peternakan
unggas back yard / umbaran, dan
rata-rata 45,6 km untuk peternakan unggas intensif).
e. Tipe usaha budidaya unggas nasional juga
secara signifikan mempengaruhi lama durasi kejadian/kasus AI di suatu
peternakan. Kejadian / kasus pada
peternakan unggas umbaran, lamanya kejadian/kasus AI bisa mencapai 4 kali lebih
lama dibanding dengan peternakan unggas intensif (rata-rata 101,8 hari untuk
peternakan unggas back yard /umbaran dan rata-rata 25,4 hari untuk peternakan
unggas intensif).
f. Penting untuk dilakukan usaha
peningkatan biosekuriti dan monitoring terhadap peternakan unggas back yard / umbaran dalam rangka
menurunkan penyebaran AI pada tingkat regional maupun global.
g. Selama 1 Januari 2014 sampai dengan 24
Agustus 2015, Laporan infeksi AI telah disampaikan oleh 20 negara anggota. AI H5 dideteksi oleh 14 negara anggota (39%
dari negara pelapor) dengan 5 subtipe yang berbeda (H5N1, H5N2, H5N3, H5N6 dan
H5N8.
h. Dalam periode yang sama (1 Januari 2014
sampai dengan 24 Agustus 2015), AI H7 terdeteksi di 3 negara, dengan dua
subtipe (H7N2 dan H7N9), Lima negara tidak memberikan informasi tentang
subtipenya.
i. AI merupakan salah satu dari penyakit penting
dengan notifikasi yang cepat, berdampak terhadap produksi peternakan dan
berpotensi menimbulkan penyakit pada manusia.
V. Tindak lanjut dan Saran-saran
1. Indonesia dan beberapa negara anggota lainnya
diminta segera melakukan pembayaran Kontribusi Tahunan OIE dan Kontribusi
program SEACFMD.
2. Indonesia agar meningkatkan persiapan dengan
baik sebelum melakukan pengiriman Laporan Kejadian Penyakit Hewan dan Hewan
Akuatik di Indonesia secara periodik setiap satu semester dengan teratur.
3 Indonesia agar segera melakukan penataan kembali
nama-nama focal point OIE yang kosong
atau yang perlu diganti, karena yang bersangkutan tugas belajar atau alasan-alasan
lain.
4. Indonesia perlu mengirimkan persyaratan untuk
pembebasan penyakit hewan menular tertentu yang secara historis tidak pernah
ditemui agar bisa diakui secara resmi oleh OIE.
Pengakuan resmi dari OIE sangat penting dalam peningkatan status
kesehatan hewan Indonesia di mata dunia, Hal ini sangat strategis untuk
meningkatkan posisi ntawar dalam perdagangan hewan/ternak maupun produknya
antar negara.
5. Indonesia perlu melakukan program penangan
khusus peternakan unggas back yard / umbaran
terutama peningkatan tatalaksana peternakan yang baik, karena peternakan unggas
umbaran pada saat ini dapat menyebarkan penyakit AI mencapai 10 kali lipat
lebih tinggi apabila dibandingkan dengan peternakan komersial. Program kegiatan ditujukan untuk peningkatan
biosekuriti dan monitoring terhadap peternakan unggas umbaran untuk menekan
penyebaran AI secara nasional.
6. Konferensi OIE Regional Asia Pasifik berikutnya
akan diselenggarakan di Malaysia. Tempat dan waktunya akan ditentukan pada
pertemuan Regional Asia Pasifik di sela-sela General Session Meeting OIE di Paris akhir bulan Mei 2016.
Sumber : Direktorat Kesehatan Hewan, Ditjen PKH, Kementan
No comments:
Post a Comment