Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Monday, 12 October 2015

Konferensi OIE Asia¸Timur Jauh dan Oceania di Ulaanbaatar, Mongolia 14 – 18 September 2015


I.   Pengantar


     The 29th Conference of the OIE Regional Commisssion for the Far East Asia and Oceania 14-18 September 2015, di Ulaanbaatar, Mongolia diselenggarakan oleh OIE (Badan Kesehatan Dunia).  Konferensi ini dihadiri oleh 92 peserta, yang terdiri dari delegasi OIE dan / atau wakil dari 26 negara anggota OIE dari Regional Asia, Timur Jauh, dan Oceania, seorang pengamat dan pejabat senior dari 7 organisasi internasional dan regional. Indonesia diwakili oleh Drh. Pudjiatmoko, Ph.D dari Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian.

Dalam Seminar dan Konferensi OIE Regional Asia, Timur Jauh, dan Oceania ini dihadiri pula oleh:
1. Ibu Radnaa Burinaa, Menteri Pangan dan Pertanian Mongolia,
2. Dr Michael Botlhe Modisane, Presiden. OIE,
3. Dr Bernard Vallat, Direktur Jenderal OIE,
4. Dr Bolortuyo Purcvsuren, Delegasi dari Mongolia untuk OIE,
5. Dr Zhang Zhongqiu,Presiden the OIE Regional Commision Asia,Timur Jauh & Oceania
6. Dr. Franscuis Caya, Kepala Departemen Kegiatan Regional OIE,
7. Dr Hirofumi Kugita, OIE Perwakilan Regional untuk Asia dan Pasifik,
8. Dr Ronello Abila, Perwakilan OIE Sub-Regional untuk Asia Tenggara, dan
9. Dr. Paula Caceres, Kepala Departemen Informasi dan Analisis Kesehatan Hewan OIE.

Terdapat tiga topik yang telah dibahas dalam Konferensi ini, yaitu : (a) Permasalahan Teknis I (Peran Otoritas Veteriner dalam talalaksana wabah penyakit akuatik); (b) Permasalahan Teknis II (Sejauh mana perkembangan kerjasama yang telah dapat dilakukan antara sektor  hewan dengan sektor kesehatan manusia); dan (c) Pelaporan Situasi Penyakit Hewan di Asia, Timur Jauh dan Oceania.  Pembicara Permasalahan Teknis I adalah Dr. Ingo Ernst, Direktur Kebijakan Hama dan Kesehatan Aquatik, Divisi Kesehatan Hewan, Departemen Pertanian Australia, dan sebagai Presiden Komisi Standar kesehatan hewan Aquatik OIE.  Pembicara Permasalahan Teknis II adalah Dr. Thanaivat Tiensin, Kepala Perdagangan Ternak Internasional, Divisi Kerjasama Ternak Internasional, Departemen Pengembangan Peternakan, Thailand.  Pembicara Pelaporan Situasi Penyakit Hewan adalah Dr. Paula Caceres Kepala Departemen Informasi dan Analisis Kesehatan Hewan OIE.

II. Sambutan Arahan dari Preseiden dan Direktur Jenderal OIE
Preseiden dan Direktur Jenderal OIE memberikan sambutan arahan pada pembukaan konferensi ini.
A.    Presiden OIE Dr. Botlhe Michael Modisane dalam sambutannya menyampaikan beberapa hal penting yaitu:
1.      Presiden mendengarkan dengan penuh perhatian dan berusaha untuk memahami tantangan yang dihadapi oleh regional dalam menangani isu-isu yang mempengaruhi pelayanan kesehatan hewan terutama dalam pengendalian penyakit hewan.
2.      OIE telah membuat kemajuan yang signifikan dalam mengatasi tantangan yang dihadapi dalam pelayanan kesehatan hewan. OIE telah berusaha mengikuti perkembangan ilmiah dan telah cukup berani untuk mempertimbangkan kembali pedoman dalam rangka pembaharuan apabila diperlukan. Dua contoh yang dapat diberikan, yang pertama adopsi dari bab baru Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada General Sessions Mei 2015 dan yang kedua konsep High Horse Performance (HHP) yang sedang dibahas.
3.      OIE telah menumbuhkan kemitraan dengan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan kerjasama dan meminimalkan kesalahpahaman antara pemangku kepentingan ini.  Strategi untuk membangun kapasitas dalam pelayanan kesehatan hewan, OIE telah menetapkan pusat kolaborasi laboratorium rujukan dan program twinning labaroratory untuk mempercepat pembangunan kapasitas kesehatan hewan di negara-negara anggota.
4.      OIE sadar terhadap risiko akibat perdagangan hewan dan produk hewan. OIE bekerja keras bersama dengan para anggotanya untuk meminimalkan risiko tersebut pada kesehatan hewan dan dampaknya terhadap ketahanan pangan.
5.      Dunia telah berkomitmen untuk memberantas peste des petits ruininants dalam waktu lima belas tahun ke depan. Untuk mencapai target yang ambisius tapi realistis ini semua pihak harus bekerja sama dengan baik.
B.     Direktur Jenderal OIE Dr. Benard Vallat dalam sambutannya menyampaikan beberapa hal penting yaitu:
1.      Sejak didirikan, OIE telah bekerja untuk menetapkan standar kesehatan hewan, terutama untuk meningkatkan pengendalian dan pencegahan penyakit serta metode, sambil memfasilitasi dan mengatur perdagangan yang aman pada hewan dan produk hewan antar negara.
2.   Selama satu dekade terakhir, OIE telah memperluas mandatnya untuk memasukkan promosi pentingnya kegiatan Pelayanan Kesehatan Hewan, keamanan pangan dari produk hewani, dan kesejahteraan hewan.
3.   OIE juga berusaha untuk membantu Anggota dengan memenuhi Standar Internasional tentang pemerintahan yang baik dengan menawarkan dukungan yang berkelanjutan melalui OIE PVS Pathway.
4.      Untuk memastikan pelaksanaan mandatnya, OIE telah membentuk aliansi yang kuat bukan hanya dengan anggotanya, tetapi juga dengan lembaga pemerintah, internasional seperti FAO dan WHO, organisasi internasional dan regional lainnya, komunitas donor internasional yang mendukung program kesehatan hewan, seperti Uni Eropa dan Bank Dunia, dan Agensi dari Anggota, dan sektor swasta, seperti Bill & Melinda Gates Foundation.
5.      Dengan dukungan keuangan dari Bill & Melinda Gates Foundation, telah diselenggarakan Seminar Regional pada pengembangan kemitraan pemerintah-swasta untuk mendukung Layanan Kedokteran Hewan. Seminar memberikan kesempatan untuk diskusi yang bermanfaat tentang OIE standar intergovornmental pada kualitas dan tanggung jawab Layanan Kedokteran Hewan dan pentingnya meningkatkan hubungan antara Layanan Kedokteran Hewan pemerintah dan sektor swasta untuk pencegahan dan pengendalian penyakit hewan.
6.   Keterlibatan kemitraan pemerintah dan swasta sangat berguna untuk peningkatan layanan Kedokteran Hewan terutama yang terkait dengan pelaksanaan regulasi bidang kesehatan hewan. Sebuah contoh positif dari keterlibatan kemitraan ini adalah kemitraan pemerintah dan swasta yang dibentuk antara OIE, FEI dan IFHA untuk mengembangkan Konsep "Horse High Performance (HHP)" untuk kompetisi pacuan kuda internasional.

III. Pemilihan Komite Konferensi, Chaiperson dan Repporteur
1.      Telah dipilih Komite Konferensi sebagai berikut :
Chairperson                 : Dr. Bolortuya Purevsuren (Mongolia)
Vice Chairperson        : Dr. Zhang Zhongqiu (China (People’s Republic of)
Repporteur General     : Dr. Mathew Stone (New Zealand)
2.      Telah ditetapkan Chaiperson dan Repporteur dalam pembahasan Konferensi sebagai berikut:
a.       Technical Item 1:
Chairperson : Dr. Rubina Cresencio (Philipines)
Repporteur   : Dr. Dam Xuan Thanh (Vietnam)
b.      Technical Item II:
Chairperson  : Dr. Keshave Prasad Preny (Nepal)
Repporteur   : Dr. Pudjiatmoko, Ph.D (Indonesia)
c.       Animal Health Situation:
Chairperson : Dr. Siang Thai Chew (Singapore)
Repporteur   : Dr. Tashi Sumdup (Bhutan)

IV. Hasil - hasil konferensi adalah sebagai berikut:

A.    Rekomendasi No. 1 : Peran Otoritas Veteriner dalam talalaksana wabah penyakit akuatik

1.   Negara-negara anggota mempertimbangkan kebutuhan untuk meningkatkan kerjasama antara Otoritas Veteriner dan otoritas lainnya yang bertanggung jawab terhadap kapasitas kesehatan hewan akuatik (contohnya otoritas perikanan atau otoritas budidaya ikan) untuk memastikan pencegahan dan pengendalian penyakit hewan air baru secara efektif.
2.   Negara Anggota memanfaatkan bab analisis risiko dan penerapan langkah-langkah lain yang direkomendasikan dalam OIE Aquatic Animal Health Code untuk mengelola risiko pemaparan patogen selama perdagangan hewan akuatik dan produk hewan akuatik.
3.  Negara-negara Anggota sadar untuk segera melaporkan terjadinya suatu penyakit yang baru muncul sesuai dengan persyaratan dalam OIE Aquatic Animal Health Code.
4.   Negara-negara Anggota OIE mempertimbangkan tentang pengaturan munculnya penyakit baik dalam perencanaan budidaya hewan akuatik maupun dalam program manajemen kesehatan hewan akuatik.
5. Negara-negara Anggota OIE memastikan bahwa faktor-faktor penting bagi keberhasilan penanggulangan penyakit yang baru muncul meliputi deteksi, pelaporan dini, respon dini, dan kemitraan pemerintah-swasta serta kerja sama industri dimasukkan ke dalam program kesiapsiagaan penyakit hewan akuatik.
6.  Negara-negara Anggota OIE melakukan langkah-langkah peningkatan biosekuriti dan pengendalian penyakit dalam industri budidaya hewan akuatik.
7.   Negara-negara Anggota OIE meminta Tim OIE untuk melakukan evaluasi PVS negara anggota OIE dalam Pelayanan Kesehatan Hewan Aquatik untuk membantu peningkatan Pelayanannya agar sesuai dengan standar OIE;
8.  Negara-negara Anggota OIE termasuk salah satu prioritasnya dalam penguatan pendidikan kedokteran hewan awal dan pendidikan lanjutan profesi kesehatan hewan akuatik, dengan mempertimbangkan Rekomendasi OIE pada kompetensi Kelulusan dokter hewan ('hari 1 setelah lulus') dan Pedoman OIE pada kurikulum inti pendidikan kedokteran hewan.
9.  OIE bekerja sama dengan Negara-negara Anggota OIE untuk memfasilitasi peningkatan koordinasi aksi regional dalam merespon munculnya penyakit hewan akuatik yang serius.
10.  OIE terus menyiapkan bimbingan teknis tentang munculnya penyakit baru pada hewan akuatik.
11.  OIE mengembangkan dan mempublikasikan standar dan pedoman untuk pengendalian penyakit hewan akuatik dengan prinsip yang jelas dan dapat disesuaikan dengan penyakit yang muncul meskipun terdapat kekurangan dalam pemahaman epidemiologinya.
12.  OIE mendukung peningkatan transparansi pemberitahuan munculnya penyakit hewan akuatik dengan menggunakan WAHIS, termasuk mendorong motivasi dalam melakukan notifikasi; dan
13.  OIE terus mendukung Negara-negara Anggota OIE dalam pelaksanaan OIE PVS Pathway untuk Pelayanan Kesehatan Hewan dan Pelayanan Kesehatan Hewan Akuatik.

B.     Rekomendasi No. 2 : Sejauh mana perkembangan kerjasama yang telah dapat dilakukan antara sektor kesehatan hewan dengan sektor kesehatan manusia

1.      Negara-negara anggota perlu mengadvokasi kepada pejabat tingkat atas di negaranya masing-masing untuk berkomitmen pada Pelayanan Veteriner/ Kesehatan Hewan Nasional dan Pelayanan Kesehatan Manusia Nasional sebagai prasyarat untuk menetapkan prioritas umum nasional.  Komitmen ini juga diperlukan dalam rangka meningkatkan efektivitas dan kapasitas sektor kesehatan hewan dan sektor kesehatan manusia yang lebih baik;
2.      Negara-negara anggota OIE diminta untuk membangun rantai komando yang jelas dan membuat mekanisme koordinasi pemerintahan yang baik sebagai faktor prioritas pada sektor kesehatan hewan dan sektor kesehatan masyarakat.
3.     Negara-negara anggota OIE agar sepenuhnya terlibat dalam implementasi Standar OIE dan WHO IHR dengan menggunakan OIE PVS Pathway dan WHO IHR MF.
4.      Negara-negara anggota OIE didorong mengidentifikasi kegiatan praktis Roadmap Nasional dan Regional penguatan kerjasama dan koordinasi antara sektor kesehatan hewan dan kesehatan manusia dengan mentargetkan rabies, influenza yang bersifat zoonosis, keamanan pangan, dan munculnya penyakit zoonosis sebagai prioritas.
5.    Negara anggota mengidentifikasi peluang untuk program pelatihan gabungan petugas kesehatan hewan dan petugas kesehatan manusia berasal dari pihak berwenang yang berbeda yang bisa dipanggil untuk bekerja pada rencana darurat bersama dan kontrol penyakit atau investigasi wabah penyakit dan kejadian keamanan pangan.
6.     OIE, bekerja sama dengan WHO, dan didukung oleh FAO, terus mengadvokasi kalangan atas (pejabat tinggi) untuk memperkuat kolaborasi antara otoritas veteriner, otoritas kesehatan manusia dan pemangku kepentingan yang relevan, termasuk dari sektor swasta.
7.     OIE terus memberikan dukungan kepada Negara-negara Anggota OIE dengan menggunakan OIE PVS Pathway untuk meningkatkan kepatuhan pada standar OIE, dengan penekanan khusus terkait undang-undang kesehatan hewan, transparansi, kemandirian teknis, program gabungan dan koordinasi kegiatan PVS dengan PHS.
8.    OIE mendukung Negara-negara Anggota OIE mengidentifikasi tujuan nyata dan indikatornya untuk memantau perkembangan pelaksanaan yang dilakukan secara paralel bidang teknis gabungan kompetensi kritis PVS dan kapasitas inti IHR.
9.      OIE mendukung Negara Anggota dalam penggunaan OIE PVS Pathway dan WHO IHR MF sebagai alat yang relevan untuk melakukan penilaian secara rinci dan melakukan analisis kekuatan nasional yang ada dan kesenjangan antara Sektor kesehatan hewan dan sektor kesehatan manusia.
10.  OIE, bekerja sama dengan WHO, terus mendukung PVS dan PHS dalam mengorganisasikan, atas permintaan suatu Negara Anggota, untuk melakukan lokakarya nasional mempromosikan kerjasama lintas sektoral antara sektor kesehatan hewan dan sektor kesehatan manusia menggunakan OIE PVS Pathway dan WHO IHR MF.
11. OIE mendirikan Ad hoc Grup dan menyebarluaskan pedoman mekanisme koordinasi dan intervensi antara sektor kesehatan hewan dan sektor kesehatan masyarakat (termasuk stakeholder lain yang relevan),  OIE PVS Pathway dan WHO IHRMF akan menjadi piranti yang akan digunakan oleh Ad hoc Group tersebut.

C.    Pelaporan Situasi Penyakit Hewan
1.     Laporan Enam Bulanan Penyakit hewan 
a.     Pada 24 Agustus 2015, sebanyak 89 % (32/36) dari Anggota Komisi Regional telah menyerahkan kedua laporan enam bulanan untuk 2014, sedangkan satu Anggota, Mikronesia, telah menyampaikan hanya laporan enam bulanan pertama untuk 2014. Indonesia telah menyampaikan laporan enam bulanan kedua tahun 2014. Sebanyak 31 % (11/36) anggota telah menyampaikan laporan enam bulanan untuk semester pertama tahun 2015.
b.      Pembaharuan data pada beberapa penyakit yang dipilih yang telah terjadi di regional sejak konferensi sebelumnya pada bulan November 2013. Informasi mengenai status kesehatan hewan untuk penyakit yang dipilih berasal dari laporan yang disampaikan kepada OIE dan mencakup 36 Anggota Komisi Regional.
c. Laos belum menyerahkan laporan apapun sejak 2012. Timur Leste, yang bergabung/mengakses OIE pada bulan November 2010, tidak pernah menyampaikan laporan apapun untuk OIE tersebut.
d.   Negara-negara anggota yang lain telah menyampaikan laporan tahun 2014 dan 2015 dengan baik.  Setiap anggota diharapkan dapat menyampaikan laporannya sesegera mungkin sehingga informasi kesehatan hewannya dapat diperbarui.

2.     Rabies
a.       Kejadian rabies antara 1 Januari 2014 sampai dengan 24 Agustus 2015 telah dilaporkan oleh 62% (21/34) negara anggota OIE kepada Komisi Regional. Lima belas persen (5/34) negara anggota melaporkan tidak ditemukan rabies dan 24 % (8/34), terutama pulau-pulau, menunjukkan bahwa rabies belum pernah dilaporkan. Rabies telah endemik di banyak negara regional Asia Pasifik ini.  Pembagian wilayah Rabies di regional ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu pertama Asia, di mana Rabies telah menjadi perhatian utama selama bertahun-tahun; dan kedua Oceania, di mana rabies tidak ditemukan  selama bertahun-tahun atau belum pernah dilaporkan.
b. Selain informasi yang diberikan melalui Laporan Enam Bulanan, China Taipei menyampaikan secara langsung tentang terulangnya kejadian rabies di Pingtung (China Tapei Bagian selatan) yang terjadi pada Desember 2014. Penyakit ini tidak ada sejak Juni 2014. Ini merupakan kasus Rabies pertama pada Formosan gem-face (Paguma larvata taifana) yang dideteksi pada Program Surveilans di China Taipei.
c.       China Taipei telah bebas dari rabies pada anjing sejak tahun 1959, namun telah terdeteksi rabies di satwa liar (China ferret - badger) pada Tahun 2013 yang menimbulkan kekhawatiran kemungkinan terjadinya spillover kepada hewan peliharaan.
d.      Malaysia melaporkan terulangnya kasus Rabies pada bulan Juli 2015 di zona Perlis (dekat perbatasan dengan Thailand).  Penyakit telah tidak ditemukan di negara itu sejak tahun 1999 dan sumber re-introduksi tidak diketahui. Satu anjing meninggal akibat penyakit ini, pada 24 Augustus 2015 kasus ini masih berlanjut.
e.       Laporan dari negara anggota OIE Regional ini tentang kasus rabies pada hewan dari 1 Januari 2014 sampai dengan 24 Agustus 2015, sebanyak 94% (32 dari 34 negara) melakukan monitoring terhadap rabies pada anjing. Sebanyak 85% (17/20 negara) melaporkan adanya kasus rabies pada anjing dengan menggunakan vaksinasi masal secara resmi dalam pengendaliannya.  Vaksinasi masal ini telah membuahkan hasil yang baik pada negara telah berkembang.

3.     Peste de petits rumminants (PPR)
a.       Peste de petits rumminants (PPR) merupakan salah satu penyakit prioritas GF-TADs dalam kerangka global OIE-FAO.  Strategi global pembebasan PPR ditargetkan pada tahun 2030 yang telah ditetapkan pada bulan Maret 2015 di Konfernsi Tingkat Menteri di Abidjan.
b.      Distribusi dari tahun 2005 secara global, PPR telah menyebar di negara Afrika Tengah, negara Timur Tengah dan negara Asia Barat Daya.
c.  Sejak awal tahun 2015, PPR di regional OIE Asia, Timur Jauh dan Oceania telah dilaporkan menjangkiti di 20,7% negara anggotanya.
d.      Pada Juli 2007, PPR terjadi pertama kali di China, Tibet dekat perbatasan dengan India yang telah menimbulkan kerugian sebanyak 11.583 ekor kambing. Penyakit ini berlanjut penyebarannya di China seacara perlahan-lahan pada tahun 2008.  Pada tahun 2010, PPR menyebar ke Asia dan terjadi pertama kali di Bhutan.
e.    Wabah PPR terjadi pada tahun 2013 dan 2014 di China, Bhutan, dan Tajikistan, PPR menyebar lebih cepat di seluruh bagian timur China.

4.     Clasical swine fever (CSF)
a.    Clasical swine fever (CSF) pada babi dilaporkan oleh 34 negara anggota regional berupa informasi tentang infeksi virus penyakit ini.  Sebayak 35 % ( 13/34 ) melaporkan terdapat penyakit ini di negaranya.  Infeksi virus CSF selama 5 tahun terakhir telah dilaporkan terdapat di negara Bhutan, Cambodia, China (People’s Rep. of), India, Indonesia, Nepal, Philipina, Rusia, Thailand dan Vietnam. Sebanyak 26% (9/34) negara anggota regional ini melaporkan tidak terdapat infeksi virus CSF, dan sebanyak 32% (11/34) negara anggota regional ini belum pernah dilaporkan penyakit tersebut.
b.      Di Mongolia dilaporkan terdapat kasus CSF pada bulan Juni 2014 di zona Tuf dan bulan November 2014 di Zona Selenge.  Maret 2015 terjadi kasus lagi di zona Tuf.
c.    Sebagian besar negara anggota melaporkan kasus CSF pada ternak babi.  Tetapi di bagian belahan dunia lain telah dilaporkan CSF pada babi hutan.  Hanya Rusia yang melaporkan terdapat kasus CSF pada babi hutan pada Pebruari 2014 di Amurskaya Oblast dekat perbatasan dengan China (People’s Republic of).  Kasus telah ditutup pada bulan Mei 2014.

5.     Avian Influenza
a.       Sampai dengan 24 Agustus 2015, notifikasi penyakit Avian Influenza telah dilaporkan oleh negara anggota OIE Regional Asia Pasifik, terdapat 14 Kasus HPAI dan 1 kasus LPAI. Perhatian utama pada dampaknya pada unggas dan potensi pada kesehatan masyarakat. Di regional ini dalam kurun waktu Januari 2014 – 24 Agustus 2015 lebih dari 11 juta unggas terjangkit HPAI.
b.      Jangkauan penyebaran dan kecepatan virus AI dipengaruhi oleh subtipe dan peran unggas migratori.  Faktor lain yang mempengaruhi dinamika penyakit ini adalah tipe usaha budidaya unggas nasional (contoh peternakan intensif dibandingkan dengan peternakan unggas umbaran).
c.     Hasil analisis secara global, terdapat hipotesa bahwa dinamika penyakit AI di regional Asia, Timur Jauh dan Oceania tipe budidaya ternak unggas sangat berpengaruh terhadap dinamika (naik-turunnya) penyakit ini.  Penurunan penyebaran dan pengurangan waktu durasi kejadian/kasus terjadi disebabkan oleh tingkat biosekuriti yang lebih tinggi pada peternakan unggas intensif.
d.     Pada peternakan unggas umbaran rata-rata penyebaran penyakit AI bisa mencapai 10 kali lipat lebih tinggi apabila dibandingkan dengan peternakan intensif (rata-rata 548 km untuk peternakan unggas back yard / umbaran, dan rata-rata 45,6 km untuk peternakan unggas intensif).
e.    Tipe usaha budidaya unggas nasional juga secara signifikan mempengaruhi lama durasi kejadian/kasus AI di suatu peternakan.  Kejadian / kasus pada peternakan unggas umbaran, lamanya kejadian/kasus AI bisa mencapai 4 kali lebih lama dibanding dengan peternakan unggas intensif (rata-rata 101,8 hari untuk peternakan unggas back yard /umbaran dan rata-rata 25,4 hari untuk peternakan unggas intensif).
f.      Penting untuk dilakukan usaha peningkatan biosekuriti dan monitoring terhadap peternakan unggas back yard / umbaran dalam rangka menurunkan penyebaran AI pada tingkat regional maupun global.
g.   Selama 1 Januari 2014 sampai dengan 24 Agustus 2015, Laporan infeksi AI telah disampaikan oleh 20 negara anggota.  AI H5 dideteksi oleh 14 negara anggota (39% dari negara pelapor) dengan 5 subtipe yang berbeda (H5N1, H5N2, H5N3, H5N6 dan H5N8.
h.    Dalam periode yang sama (1 Januari 2014 sampai dengan 24 Agustus 2015), AI H7 terdeteksi di 3 negara, dengan dua subtipe (H7N2 dan H7N9), Lima negara tidak memberikan informasi tentang subtipenya.
i.      AI merupakan salah satu dari penyakit penting dengan notifikasi yang cepat, berdampak terhadap produksi peternakan dan berpotensi menimbulkan penyakit pada manusia.

V.  Tindak lanjut dan Saran-saran
1. Indonesia dan beberapa negara anggota lainnya diminta segera melakukan pembayaran Kontribusi Tahunan OIE dan Kontribusi program SEACFMD.

2. Indonesia agar meningkatkan persiapan dengan baik sebelum melakukan pengiriman Laporan Kejadian Penyakit Hewan dan Hewan Akuatik di Indonesia secara periodik setiap satu semester dengan teratur.

3  Indonesia agar segera melakukan penataan kembali nama-nama focal point OIE yang kosong atau yang perlu diganti, karena yang bersangkutan tugas belajar atau alasan-alasan lain.

4. Indonesia perlu mengirimkan persyaratan untuk pembebasan penyakit hewan menular tertentu yang secara historis tidak pernah ditemui agar bisa diakui secara resmi oleh OIE.  Pengakuan resmi dari OIE sangat penting dalam peningkatan status kesehatan hewan Indonesia di mata dunia, Hal ini sangat strategis untuk meningkatkan posisi ntawar dalam perdagangan hewan/ternak maupun produknya antar negara.

5. Indonesia perlu melakukan program penangan khusus peternakan unggas back yard / umbaran terutama peningkatan tatalaksana peternakan yang baik, karena peternakan unggas umbaran pada saat ini dapat menyebarkan penyakit AI mencapai 10 kali lipat lebih tinggi apabila dibandingkan dengan peternakan komersial.  Program kegiatan ditujukan untuk peningkatan biosekuriti dan monitoring terhadap peternakan unggas umbaran untuk menekan penyebaran AI secara nasional.

6. Konferensi OIE Regional Asia Pasifik berikutnya akan diselenggarakan di Malaysia. Tempat dan waktunya akan ditentukan pada pertemuan Regional Asia Pasifik di sela-sela General Session Meeting OIE di Paris akhir bulan Mei 2016.

Sumber : Direktorat Kesehatan Hewan, Ditjen PKH, Kementan

No comments: