Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Friday 12 October 2012

Kebijakan Penggunaan Vaksin Flu Burung

I.  PENDAHULUAN

Wabah penyakit Avian Influenza (AI) pada ayam ras di Indonesia pertama kali diidentifikasi pada akhir tahun 2003 di kabupaten Tangerang dan Blitar. Wabah ini pada awalnya menyerang ayam ras petelur dan ayam ras pedaging. Berdasarkan hasil pemeriksaan lapang, gejala klinis dan patologik serta imunohistokimia wabah tersebut berhasil didiagnosa sebagai wabah avian infuenza subtipe H5. 

Akibat wabah tersebut, peternakan ayam komersial di Indonesia sempat kolaps karena menderita kerugian yang cukup besar, baik karena disebabkan kematian atau pemusnahan maupun akibat dampak lalinnya. Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 96/Kpts/PD.620/2/2004 tentang Pernyataan Berjangkitnya Wabah Penyakit Hewan Menular Influenza pada Unggas (Avian Influenza) Februari 2004 dan Dirjen Bina Produksi Peternakan mengacu pada panduan pengendalian penyakit oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) telah menerbitkan Pedoman pengendalian AI dengan mengeluarkan 

Surat Keputusan no. 17/Kpts/PD.640/F/02.04 yang menetapkan langkah-langkah strategis untuk pencegahan, pengendalian dan pemberantasan AI di Indonesia, yang mencakup sembilan langkah strategis pengendalian penyakit AI yaitu 1) biosekuriti; 2) vaksinasi; 3) depopulasi selektif; 4) pengendalian lalu lintas unggas, produk serta limbahnya; 5) surveilans dan penelusuran; 6) pengisian kandang kembali; 7) stamping out di daerah tertular baru; 8) peningkatan kesadaran masyarakat serta 9) monitoring dan evaluasi. 

Strategi vaksinasi sebagai salah satu cara yang cukup efektif dalam mengendalikan penyakit AI telah dilakukan pemerintah sejak bulan Agustus 2004 melalui vaksinasi massal pada ayam ras, buras, puyuh, itik dan lain-lain yang pada tahap awal menggunakan autogenus vaksin. Dalam perkembangannya, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan menunjukkan bahwa hingga tahun 2011 vaksin AI yang beredar berjumlah sekitar 20 jenis, yang berasal dari master seed virus HPAI subtipe H5N1, namun juga subtipe H5N2 dan H5N9, dan bahkan dari virus dengan teknologi Reverse Genetic. 

Kebijakan Vaksin dan Strategi Vaksinasi AI merupakan salah satu strategi pengendalian HPAI pada unggas. Program ini sejak deklarasi wabah AI pada tahun 2004 dilaksanakan dengan menggunakan vaksin lokal dan vaksin impor serta strategi vaksinasi masal. Tahun 2006/2007 dilaporkan telah terjadi mutasi antigenic drift dan kegagalan vaksinasi pada beberapa industri peternakan ayam ras di wilayah tertentu yang menyebabkan peningkatan angka kematian unggas sangat tinggi. Dalam rangka memantau efektivitas vaksin terhadap virus HPAI yang beredar pada unggas, telah dilaksanakan monitoring terhadap dinamika virus HPAI secara periodik yang dilaksanakan oleh Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan bekerja sama dengan FAO melalui bantuan teknis dari OFFLU sejak tahun 2009. 

Hingga saat ini terdapat sekitar lebih dari 300 sampel yang sudah dikarakterisasi dengan hasil yang diperoleh adalah bahwa HA gene sequence dari 240 virus H5N1–mayoritas (97%) clade 2.1 dan terus berkembang menjadi sublineage 2.1.3, yang terbagi secara geografis menjadi: 2.1.3.1 (Indonesia bagian Timur); 2.1.3.2 (Indonesia bagian Tengah); dan 2.1.3.3 (Indonesia bagian Barat). Meskipun secara antigenic cartography seluruh virus H5N1 yang berasal dari ayam kampung terlihat mengelompok (cluster) namun sistem monitoring secara antigenik cartography sangat jelas menunjukkan adanya antigenic drift atau adanya varian baru yang berpengaruh terhadap efikasi vaksin yang digunakan. 

 Dari hasil isolate virus AI yang dikoleksi tahun 2012 dari sebagian besar mewakili peternakan unggas komersial, telah dilakukan karakterisasi genetic oleh Laboratorium Referensi OIE Regional AAHL Gelong, Australia diperoleh hasil bahwa virus AI yang bersirkulasi saat ini masih termasuk dalam Clade 2.1 atau tidak berubah dari Clade sebelumnya. Hasil kajian Operational Research tahun 2008-2009 dan Rekomendasi Komisi Ahli Kesehatan Hewan menunjukkan bahwa vaksinasi AI pada unggas umbaran tidak efektif dan tidak protektif sehingga disarankan menggunakan cara Vaksinasi Tertarget. 

Berdasarkan hasil kajian Operational Research, Rekomendasi OFFLU dan Rekomendasi Komisi Ahli Kesehatan Hewan tersebut maka Pemerintah menetapkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Peternakan tanggal 30 September 2009 tentang Kebijakan Vaksin AI yang menetapkan penggunaan 4 masterseed vaksin local H5N1 (strain Nagrak, Pekalongan, Garut, Purwakarta dengan isolat tantang strain Subang dan Sukabumi) dan Kebijakan Strategi Vaksinasi AI secara Tertarget. Surat Edaran Menteri Pertanian No. 3345 tanggal 13 Juli 2011 mengatur bahwa vaksin AI selain yang telah ditetapkan oleh Pemerintah harus segera ditarik dari peredaran hingga paling lambat akhir Desember 2011. 

Selanjutnya ketentuan tersebut ditinjau ulang dengan diterbitkan Surat Edaran Menteri Pertanian No. 957 tanggal Desember 2011 bahwa batas akhir peredaran vaksin AI selain yang ditetapkan Pemerintah ditunda hingga akhir April 2012. II. IMPLEMENTASI PELAKSANAAN VAKSINASI DILAPANGAN a. Vaksinasi Vaksinasi merupakan salah satu metoda pencegahan penyakit yang efektif yang dilakukan dalam bidang kesehatan hewan. Beberapa kajian membuktikan bahwa lokasi yang berpotensi tinggi untuk sirkulasi virus AI antara lain Tempat Pemotongan Unggas (TPU), Tempat Penampungan Unggas (TPnU), dan Pasar Tradisional. Diketahui pula bahwa peternakan ayam petelur sektor 3 skala kecil (peternakan dengan populasi 5.000 ekor) dan ayam buras mempunyai peranan dalam penyebaran virus AI di lokasi tersebut termasuk penularan kembali ke peternakan ayam buras/ kampung di pedesaan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh vaksinasi yang dilaksanakan secara tidak sesuai kaidah teknis dan kurang intensifnya vaksinasi penyakit AI di sektor tersebut serta tidak diikuti dengan tindakan pengendalian lainnya. 

Berdasarkan hasil kajian dinamika virus AI, diketahui bahwa virus AI yang berasal dari sektor komersial telah mengalami perubahan sifat genetik (antigenic drift) sehingga dalam strategi vaksinasi perlu dikembangkan master seed vaksin AI yang sesuai dengan dinamika virus tersebut dan strategi vaksinasi yang tepat. Pada bulan September tahun 2009, kebijakan vaksin dan vaksinasi AI dievaluasi dan telah ditetapkan 4 masterseed vaksin lokal H5N1 (strain Nagrak, Pekalongan, Garut, Purwakarta dengan isolat tantang strain Subang dan Sukabumi) dan Kebijakan Strategi Vaksinasi AI secara Tertarget. 

Untuk menghasilkan vaksin yang baik dengan kualitas, efikasi dan keamanan yang tinggi serta potensi yang optimal telah ditetapkan master seed baru dengan kriteria sebagai berikut: 

1.Subtipe H5N1

2.Sifat immogenitas tinggi

3.Sifat antigenisitas dengan cakupan geografis yang luas

4.Sifat genetik dan antigenetik stabil

5.Tingkat proteksi yang tinggi terhadap uji tantang dengan beberapa isolat virus yang berbeda karakter genetik dan antigenetiknya.  

Master seed baru untuk pembuatan vaksin AI di Indonesia antara lain:

a)A/Chicken/West Java/PWT-WIJ/2006. b)A/Chicken/Pekalongan /BBVW-208/2007. c)A/Chicken/Garut/BBVW-223/2007. d)A/Chicken/West Java (Nagrak)/30/2007.

b.Strategi Vaksinasi AI Pelaksanaan vaksinasi AI mengacu pada Surat Edaran Direktur Jenderal Peternakan Nomor 30099/PD.620/F/9/2009 yang dikeluarkan tanggal 30 September 2009 tentang kebijakan vaksin dan strategi vaksinasi yang dilaksanakan sebagai berikut:

a.Dilakukan hanya di daerah endemis dan berisiko tinggi, menerapkan strategi vaksinasi tertarget dengan cakupan vaksinasi di atas 80 % dari populasi terancam.

b.Pada sektor 1, 2 dan 3 skala besar, vaksinasi dilakukan secara swadaya dengan pengawasan Pemerintah.

c.Sedangkan pada ayam buras intensif (dikandangkan/dipelihara dalam pagar terus menerus) dan ayam ras petelur sektor 3 skala kecil (populasi s/d 5000 ekor) dilakukan oleh pemerintah (pusat dan daerah provinsi, kabupaten/kota).

d.Penggunaan vaksin inaktif diperlukan vaksinasi booster dan ulangan setiap 3 bulan.


e.Untuk mempertahankan kualitas vaksin harus diterapkan manajemen rantai dingin dari tingkat produsen sampai dengan pelaksanaan di lapangan.


f.Sero-monitoring harus dilakukan untuk mengetahui keberhasilan program vaksinasi;

g.Strategi vaksinasi harus diikuti dengan strategi pengendalian lainnya seperti perbaikan biosekuriti, depopulasi terbatas, surveilans, pengawasan lalu lintas unggas dan peningkatan kesadaran masyarakat;

h.Pada ayam buras dengan pemeliharaan umbaran tidak dilakukan vaksinasi tetapi ditingkatkan strategi pengendalian lainnya sebagaimana butir g di atas, dan diarahkan pada sistem pemeliharaan secara intensif.

i.Untuk daerah bebas dan daerah risiko rendah tidak dilakukan vaksinasi tetapi dilakukan tindakan pengendalian seperti perbaikan biosekuriti, depopulasi terbatas, surveilans, pengawasan lalu lintas unggas dan peningkatan kesadaran masyarakat.

 c. Hasil penurunan kasus di lapangan Sejak mewabah penyakit Avian Influenza (AI) pada tahun 2003 maka pada tahun 2006 mulai diperkenalkan kegiatan PDSR di beberapa provinsi. Salah satu kegiatan yang dilakukan oleh PDSR adalah surveilans dan respon penyakit AI dan keberhasilan pengendalian AI melalui vaksinasi dapat ditunjukkan dengan terjadinya wabah AI. Kasus AI yang dideteksi oleh PDSR per bulan di seluruh provinsi sejak 2008 – Juni 2012 menunjukkan bahwa kasus AI menurun secara signifikan pada tahun 2010 – Juni 2012 sebagai hasil surveilans yang dilaksanakan melalui kegiatan PDSR (Participatory Disease Surveilance and Response) yang berbasis pada unggas umbaran. Hal ini didukung pula dengan hasil analisa kasus AI pada pasar unggas hidup(LBM/Live Bird Market) yang menunjukkan hasil yang sama. 

Terjadi penurunan kasus AI pada unggas umbaran maupun unggas komersial. Penurunan kasus AI yang konsisten baik pada unggas umbaran maupun unggas komersial. Di lain pihak penggunaan vaksin asal impor dan produksi dalam negeri sejak 2004 – 2011) menunjukkan bahwa peningkatan vaksin produksi dalam negeri meningkat sejak tahun 2009 dan sangat signifikan peningkatannya pada tahun 2010 dan 2011 dibandingkan dengan vaksin asal impor. Oleh karena itu penurunan kasus AI baik di unggas umbaran maupun komersial diasumsikan sebagi dampak positif dari peningkatan penggunaan vaksin AI produksi dalam negeri yang menggunakan isolat lokal.


II. MONITORING VIRUS DAN JEJARING LABORATORIUM

Wabah AI terjadi pertamakali di Legok Banten tahun 2003 dan sejak itu wabah AI telah menyebar ke hampir seluruh propinsi di Indonesia. Vaksinasi menggunakan strain homolog dan heterolog kemudian diterapkan tanpa panduan yang spesifik guna menanggulangi wabah penyakit. Mulai tahun 2007, bekerjasama dengan FAO-OFFLU, sebuah “Sistem Monitoring Virus Avian Influenza” secara Nasional kemudian dikembangkan dan diterapkan di Indonesia untuk :

 a) memantau perkembangan sirkulasi virus AI dan mendeteksi varian-varian virus baru;

b) mengamati efikasi vaksin yang digunakan; serta c) mendeteksi potensial strain virus AI baru untuk menjadi kandidat vaksin maupun uji tantang. Alur Kerja dan Kegiatan I. Seluruh Balai Pengujian Penyakit Veteriner (BPPV) dan Balai Besar Veteriner (BBVet) melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut : 

1. secara rutin menerima dan memproses sampel AI dan hanya sampel yang telah diuji melalui tahap isolasi virus yang masuk dalam proses selanjutnya.

2. mengidentifikasi H5 hasil isolasi virus dari cairan allantois.

3. melakukan tahapan awal melalui prosedur normal yang biasa dilakukan dengan menggunakan hiperimun sera seperti NDV, H5, H7 dan H9.

4. Pre-screening Haemagglutinasi inhibition (HI) pada semua H5 positif dari cairan alantois dan mengirimkan data HI tersebut ke BBVet Wates - Yogyakarta.

5. Proses pre-screen ini awalnya menggunakan 3 antigenik kartografi sera (prime sera) dan antisera hiperimun H5 yang dihasilkan dari A/chicken/Indonesia/Wates-1/2005 clade 2.1.3. Berdasarkan hasil monitoring perkembangan virus AI saat ini maka penggunaan A/chicken/Indonesia/Wates-1/2005 clade 2.1.3 harus diganti dengan A/chicken/West Java/Sbg/29/2007 untuk memonitor baik antigen maupun antisera dalam kaitan studi serologis hasil vaksinasi. 

6. Mengirimkan isolat yang terpilih ke BBvet Wates.

Setelah seluruh BPPV dan BBVet mengirimkan isolat yang terpilihnya, maka Balai Besar Veteriner Wates melakukan tahapan sebagai berikut :

1. Menganalisa data dari hasil pre-screen yang dilakukan oleh semua BPPV dan melakukan seleksi varian antigenik yang penting untuk uji selanjutnya.

2. Menguji antigenik kartografi pada isolat penting terpilih dan melakukan kembali analisa data.

3. Hasil analisa data dihasilkan Peta baru antigenik kartografi untuk Indonesia yang mampu mengidentifikasi antigenik variant yang signifikan.

4. Apabila kandidat strain untuk memperbaharui (update) vaksin dapat terindentifikasi dari varian antigenik, kemudian BBVet Wates harus mengirimkan cDNA kandidat strain untuk vaksin maupun challenge tersebut ke sekuensing patner (BPPV Bukittinggi, PUSVETMA, BBalitvet) untuk mensekuen gene HA. Sekuensing dilakukan untuk memastikan hasil kartografi di Indonesia.

III. SELEKSI VAKSIN BARU dan atau STRAIN TANTANG FLU BURUNG

Seleksi dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan melalui sebuah tim Nasional yang dibentuk oleh Direktur Kesehatan Hewan dengan mereview semua data (antigenik kartografi, epidemiologi dan analisa phylogenetic).

 IV. HASIL

1. Terbentuknya jejaring laboratorium influenza virus monitoring (Network-IVM) yang berkesinambungan untuk memonitor virus AI yang bersirkulasi, berbagi sampel biologis dan data baik yang belum maupun yang sudah dianalisa.

2.Adanya peningkatan kemampuan laboratorium Direktorat Kesehatan Hewan untuk mendiagnosa dan mengkarakterisasi virus Avian Influenza.

3. Lebih dari 40 personel laboratorium yang telah terdidik baik didalam maupun luar negeri yang sesuai dengan standar Internasional yang siap mendeteksi virus influenza.

4. Lebih dari 300 virus AI yang sudah terkarakterisasi secara antigenik dan genetik yang sebagian telah di letakkan pada bank gen. Virus AI H5N1 yang saat ini beredar terkarakterisasi baik secara antigenik maupun genetik sebagai virus influenza unggas yang masih patogen (HPAI) H5N1 clade 2.1.3. Strain virus AI ini terus berkembang menjadi clade 2.1.3.1 mewakili Indonesia Timur; 2.1.3.2 Indonesia Tengah dan 2.1.3.3 mewakili Indonesia Barat. Hasil karakterisasi virus AI yang sebagian besar diisolasi th 2011 dan 2012 dari sektor 3, pasar unggas hidup dan lingkungan masih berada dalam posisi yang tetap H5N1 clade 2.1.3.

V.KAPASITAS PRODUKSI VAKSIN AI DI INDONESIA TAHUN 2012

1. Produksi Vaksin AI Perkembangan kasus penyakit Avian Influenza (AI) sampai dengan tahun 2011 mengalami penurunan. Mulai tahun 2012 telah dilakukan penggunaan vaksin AI strain lokal Indonesia untuk mendukung program pengendalian dan pencegahan penyakit AI, hal ini dilakukan karena perkembangan strain virus yang sangat cepat sehingga dibutuhkan seed vaksin yang homolog sesuai dengan virus lapang. Indonesia pada tahun ini telah memiliki 3 produsen obat hewan yang telah memproduksi vaksin AI lokal dengan menerapkan sistem biosefety level 3 (BSL-3) yaitu PT. Medion Farma Jaya, PT. Vaksindo Satwa Nusantara dan PT. Caprifarmindo Laboratories. Produksi vaksin AI dilakukan dalam bangunan yang memiliki ruangan produksi khusus yang berbeda dengan bangunan produksi vaksin lainnya, dikarenakan virus Al berpotensi menginfeksi saluran pernapasan manusia dengan kerusakan yang parah (bersifat zoonosis) dan bisa mengkontaminasi lingkungan sekitar bangunan produksi. Dengan demikian diharapkan, keamanan personal, lingkungan serta produk yang dihasilkan berkualitas. 

2. Populasi Unggas Di Indonesia Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Statistika Peternakan dan Kesehatan Hewan tahun 2011diperoleh data populasi unggas di Indonesia sebagai berikut :

Populasi Unggas dari Tahun 2009 – 2011

Jenis Unggas                        2009              2010               2011
Ayam Broiler (000 ekor) 1.026.379          986.872             1.041.968
Ayam Layer (000 ekor)     111.413          105.210                110.300
Ayam Buras (000 ekor)     249.963          257.544                274.893
Itik/Duck (000 ekor)            35.867            39.840                  49.392

3.  Jumlah Kebutuhan vaksin AI per Tahun berdasarkan Populasi

a. Program vaksinasi AI dilakukan pada Broiler & Layer breeder sebanyak 5-6 kali vaksinasi / tahun.

b. Untuk broiler komersial pada umumnya hanya dilakukan 1 (satu) kali vaksinasi.

c. Rata-rata vaksinasi Al sebanyak 3 kali per tahun. d. Di daerah-daerah tertentu yang aman, saat ini ada yang tidak melakukan vaksinasi.

4. Data Produksi Vaksin AI yang sudah terealisir oleh Produsen Vaksin s/d Agustus 2012

Nama Perusahaam      Produksi (Dosis/Bulan)      Produksi (Dosis/Tahun)
PT. Medion Farma Jaya            10.025.000        120.300.000
PT. Vaksindo Satwa Nusantara 13.000.000        156.000.000
PT. Caprifarmindo Laboratories 35.051.667       420.620.004
Total Produksi                           58.076.667       696.920.004

5. Kapasitas Produksi Vaksin AI Rata-Rata per Tahun sebagai berikut

PT. Medion Farma Jaya : 1.710.000.000
PT. Vaksindo Satwa Nusantara : 600.000.000
PT. Caprifarmindo Laboratories : 2.160.000.000
Total Produksi : 4.470.000.000

Sumber : Ditkeswan, Ditjen PKH

1 comment:

Angel Tan said...

Terima kasih infonya min... Ditunggu Artikel terbarunya ya :)

Kunjungi Blog Kami Juga ya : pemain ayam - pemainayam.club