BAB 1. MANUAL PERSYARATAN KESEHATAN HEWAN DAN SANITASI PRODUK HEWAN EKSPOR
MANUAL 01: PERSYARATAN KESEHATAN UNTUK HEWAN KESAYANGAN
Hewan kesayangan, anjing dan kucing, yang akan diekspor dari Indonesia harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Standar 1.1
1. Disertai dengan Izin Ekspor yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan(Ditjennak)-Departemen Pertanian-Republik Indonesia. Selain itu, juga disertai dengan surat persetujuan ekspor yang dikeluarkan oleh Dinas Peternakan setempat/propinsi asal atau Dokter Hewan yang memiliki izin praktek.
2. Disertai dengan Sertifikat Kesehatan Hewan yang dikeluarkan oleh Dokter Hewan Pemerintah yang berwenang/Dinas Peternakan setempat/Propinsi asal atau Dokter Hewan yang memiliki izin praktek.
3. Disertai dengan Sertifikat Vaksinasi Rabies yang dikeluarkan oleh Dokter Hewan Pemerintah atau Dokter Hewan yang memiliki izin praktek; vaksinasi tersebut harus dilakukan sekurang-kurangnya 30 hari dan tidak lebih dari 1 tahun sebelum pengiriman/ekspor.
4. Hewan tersebut tidak berumur lebih dari 90 hari pada saat pengiriman/ekspor.
5. Hewan tersebut tidak sedang berada dalam kondisi bunting atau laktasi.
6. Pengiriman hewan tersebut harus dilaporkan ke Petugas Karantina Hewan di Bandar Udara Internasional Juanda-Surabaya, sekurang-kurangnya 2 (dua) hari sebelum ekspor. Telepon: 031-8673997, Faksimil: 031-8673996 atau Email: info@karantinahewansby.org
7. Sebelum keberangkatan, dokter hewan karantina harus melaksanakan pemeriksaan fisik hewan tersebut dan memverifikasi semua dokumen persyaratan. Jika semua dokumen persyaratan telah lengkap dan hewan tersebut sehat, kemudian dokter hewan karantina akan mengeluarkan sertifikat kesehatan hewan untuk melengkapi persyaratan ekspor hewan tersebut.
8. Hewan tersebut harus sesuai dengan persyaratan dari Pemerintah negara pengimpor (negara tujuan).
MANUAL 02 :PERSYARATAN SANITASI UNTUK SARANG BURUNG WALET
Masing-masing negara importir memiliki standar persyaratan sanitasi yang
berbeda-beda tergantung pada permintaan negara tersebut.
Adapun persyaratan umum yang berlaku pada masing-masing negara
tersebut adalah sebagai berikut:
Standar 2.1
Standar Persyaratan Sanitasi Umum untuk Sarang Burung Walet yang berlaku di Amerika Serikat
Standar 2.1.A
Sarang Burung Walet harus dicuci dan dikeringkan selama 120 hari(empat bulan)sebelum pengiriman ke Amerika Serikat. Sarang Burung Walet tersebut harus telah dipanaskan dengan suhu internal minimal yaitu antara 72 - 74 C.
Standar 2.1.B
Sarang Burung Walet tersebut harus dicuci dan dikeringkan, Selain itu harus dibersihkan dan disanitasi secara menyeluruh, serta dipanaskan pada suhu 100 C selama satu jam. Selain itu kebersihan sarang burung walet tersebut juga harus diperiksa. Sarang burung walet harus bebas dari tanah, feses, ektoparasit, bulu dan kotoran permukaan. Sarang burung walet tidak boleh dikemas dengan materi dari kayu keras.
Standar 2.2
Standar Persyaratan Sanitasi Umum untuk Sarang Burung Walet yang berlaku di Hong Kong.
Standar 2.2.A
Sarang Burung Walet harus dicuci dan dikeringkan selama 120 hari(empat bulan) sebelum pengiriman ke Hong Kong. Sarang Burung Walet tersebut harus telah dipanaskan dengan suhu internal minimal yaitu antara 72 - 74 C.
Standar 2.2.B
Sarang Burung Walet tersebut harus dicuci dan dikeringkan, Selain itu
dibersihkan dan disanitasi secara menyeluruh, serta dipanaskan pada suhu 100 C selama satu jam. Selain itu kebersihan sarang burung walet tersebut juga harus diperiksa. Sarang burung walet harus bebas dari tanah, feses, ektoparasit, bulu dan kotoran permukaan. Sarang burung walet tidak boleh dikemas dengan materi dari kayu keras.
Standar 2.2.C
Sarang Burung Walet harus dibersihkan, disterilisasi dan dipanaskan sampai dengan suhu 172 F atau 77 C selama satu jam.
Standar 2.2.D
Sarang Burung Walet harus dicuci dalam larutan sulfa untuk membersihkan dari semua kotoran. Setelah itu dipanaskan dengan uap(steaming) pada suhu minimal 100 C dalam waktu tidak kurang dari 30 menit. Kadar oksigen pada bulu tersebut harus sebesar 12,0% per 100 gram.
Standar 2.3.D
Standar Persyaratan Sanitasi Umum untuk Sarang Burung Walet yang berlaku di Kanada.
Standar 2.3.A
Sarang Burung Walet tersebut harus dicuci dan dikeringkan, Selain itu harus dibersihkan dan disanitasi secara menyeluruh, serta dipanaskan pada suhu 100 C selama satu jam. Selain itu kebersihan sarang burung walet tersebut juga harus diperiksa. Sarang burung walet harus bebas dari tanah, feses, ektoparasit, bulu dan kotoran permukaan. Sarang burung walet tidak boleh dikemas dengan materi dari kayu keras.
Standar 2.3.B
Sarang Burung Walet tersebut harus dicuci, dibersihkan dan dipanaskan pada suhu 75oC selama satu jam. Sarang burung walet harus bebas dari feses, ektoparasit, bulu dan kotoran permukaan
Standar 2.4
Standar Persyaratan Sanitasi Umum untuk Sarang Burung Walet yang berlaku di Australia. Sarang Burung Walet yang akan dikirim harus diperiksa untuk mengetahui kebersihan sarang burung tersebut dari feses, ekstoparasit dan bulu unggas dan kotoran permukaan. Semua sarang burung tersebut harus dikeringkan pada suhu suhu minimal 100 C sebelum diekspor ke Australia, untuk memperoleh nilai minimal 2,8. Produk akhir harus berada dalam kontainer yang tersegel secara termatik (kedap udara), serta harus mengalami proses pemanasan (dengan menggunakan labu distilasi) di dalam kontainer tersebut. Produk ini tidak perlu memerlukan proses pendinginan.
MANUAL 03: PERSYARATAN SANITASI UNTUK BAHAN BAKU KULIT
Standar Persyaratan Sanitasi Umum untuk Bahan Baku Kulit (negara tujuan pengiriman Wet Blue: Italia, Belanda, India, Spanyol, Thailand, Cina, Yunani, Hongkong, Jerman, Jepang; negara tujuan pengiriman Finished Leather: Cina, Hongkong, India, Jerman, Portugal, Thailand, Slovakia, Vietnam, Taiwan, Amerika Serikat, Belanda, Inggris, Jepang, Korea, Denmark, Italia, Perancis) adalah sebagai berikut:
Standar 3.1
1. Untuk kulit lokal harus berasal dari daerah yang selama enam bulan terakhir bebas penyakit hewan menular terutama Anthraks dan dilengkapi surat keterangan dari Dinas Peternakan Daerah yang menerangkan bahwa bahan baku kulit mentah berasal dari daerah
setempat.
2. Untuk bahan baku kulit mentah eks luar negeri maupun lokal harus
dilakukan pengawasan Kesmavet Dinas Peternakan setempat.
3. Setiap pengeluaran harus dikemas dengan baik dan dihindarkan dari
pencemaran.
4. Memenuhi tatacara dan peraturan karantina hewan yang berlaku dan
ketentuan dari instansi lain yang terkait
MANUAL 04: PERSYARATAN SANITASI UNTUK BULU BEBEK
Standar Persyaratan Sanitasi Umum untuk Bulu Bebek yang berlaku di Taiwan adalah sebagai berikut:
Standar 4.1
1. Untuk bulu bebek lokal harus berasal dari daerah yang selama enam bulan terakhir bebas penyakit hewan menular terutama AI dan dilengkapi surat keterangan dari Dinas Peternakan Daerah yang menerangkan bahwa bahan baku bulu bebek berasal dari daerah
setempat.
2. Untuk bahan baku bulu bebek eks luar negeri maupun lokal harus dilakukan pengawasan oleh petugas pengawas Kesmavet Dinas peternakan setempat.
3. Setiap pengeluaran harus dikemas dengan baik dan dihindarkan dari pencemaran.
4. Memenuhi tatacara dan peraturan karantina hewan yang berlaku dan ketentuan dari instansi lain yang terkait.
Standar 4.2
1. Bulu Bebek harus berasal dari area non epizootik
2. Produk tersebut harus mengalami proses pemanasan untuk memusnahkan virus Avian Influenza dan New Castle Disease.
BAB 2
MANUAL PERSYARATAN KESEHATAN HEWAN DAN SANITASI PRODUK HEWAN IMPOR
MANUAL 05: PERSYARATAN KESEHATAN UNTUK HEWAN KESAYANGAN
Hewan kesayangan, anjing dan kucing, yang akan diimpor ke Indonesia melalui harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Standar 5.1
1. Disertai dengan Izin Ekspor yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan (Ditjennak)-Departemen Pertanian-Republik Indonesia. Selain itu, juga disertai dengan surat persetujuan ekspor yang dikeluarkan oleh Dinas Peternakan setempat/propinsi asal atau Dokter Hewan yang memiliki izin praktek.
2. Disertai dengan Sertifikat Kesehatan Hewan yang dikeluarkan oleh Dokter Hewan Pemerintah yang berwenang/Dinas Peternakan setempat/Propinsi asal atau Dokter Hewan yang memiliki izin praktek.
3. Disertai dengan Sertifikat Vaksinasi Rabies yang dikeluarkan oleh Dokter Hewan Pemerintah atau Dokter Hewan yang memiliki izin praktek; vaksinasi tersebut harus dilakukan sekurang-kurangnya 30 hari dan tidak lebih dari 1 tahun sebelum pengiriman/ekspor.
4. Hewan tersebut tidak berumur lebih dari 90 hari pada saat pengiriman/ekspor.
5. Hewan tersebut tidak sedang berada dalam kondisi bunting atau laktasi.
6. Pengiriman hewan tersebut harus dilaporkan ke Petugas Karantina Hewan di Bandar Udara Internasional Juanda-Surabaya, sekurang-kurangnya 2 (dua) hari sebelum ekspor. Telepon: 031-8673997, Faksimil: 031-8673996 atau Email: info@karantinahewansby.org
7. Sebelum keberangkatan, dokter hewan karantina harus melaksanakan pemeriksaan fisik hewan tersebut dan memverifikasi semua dokumen persyaratan. Jika semua dokumen persyaratan telah lengkap dan hewan tersebut sehat, kemudian dokter hewan karantina akan mengeluarkan sertifikat kesehatan hewan untuk melengkapi persyaratan ekspor hewan tersebut.
8. Hewan tersebut harus sesuai dengan persyaratan dari Pemerintah negara pengimpor (negara tujuan).
MANUAL 06: PERSYARATAN KESEHATAN UNTUK SAPI BIBIT
Sapi bibit yang akan diimpor ke Indonesia melalui harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Standar 6.1
1. Sapi yang diimpor berasal dari peternakan / wilayah yang selama enam bulan terakhir tidak diketemukan adanya kasus penyakit hewan menular.
2. Tidak menunjukkan gejala klinis Leptospirosis 90 hari sebelum pengapalan.
3. Sapi impor tersebut harus bebas dari penyakit Brucellosis dan TBC yang dinyatakan dengan hasil negatif pemeriksaan laboratorium kesehatan hewan.
4. Pada saat pemberangkatan tidak diketemukan adanya kejadian Ring Wom(Trichopythosis), Pink Eye, Actinomycosis dan Dermatophytosis.
5. Vaksinasi Anaplasmosis dan Babesiosis dilaksanakan 7 sampai dengan 60 hari sebelum pengapalan.
6. Pengobatan terhadap infeksi cacing dilaksanakan 15 hari sebelum pengapalan dengan preparat Ivermectin atau obat cacing lain yang sejenis.
7. Semua kegiatan penanganan Kesehatan hewan tersbut di atas harus di bawah pengawasan Dokter Hewan berwenang di negara asal dan daerah tujuan.
8. Memenuhi ketentuan tindak karantina, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
MANUAL 07: PERSYARATAN SANITASI UNTUK DAGING
Untuk mencegah masuknya penyakit infeksius terutama penyakit eksotik ke dalam negara Indonesia, mencegah agar konsumen tidak tertular penyakit zoonosis dan menjamin keamanan dari daging impor, maka daging yang dimasukkan ke Indonesia harus memenuhi persyaratan seperti yang tertuang dalam SK Mentan No.745/Kpts/TN.240/12/1992:
Standar 7.1
Semua pengiriman daging dari luar negeri harus disertai dengan Sertifikat Sanitasi yang dikeluarkan oleh Dokter Hewan Berwenang dari negara asal yang menyatakan bahwa:
1. Negara atau daerah asal daging tersebut harus bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan Rinderpest sekurang-kurangnya selama 12 bulan.
2. Negara tersebut harus bebas dari Bovine Spongioform Encephalopathy.
3. Daging tersebut harus berasal dari hewan yang dilahirkan serta dibesarkan atau hewan yang sudah berada di negara asal selama 4 bulan terakhir sebelum impor.
4. Hewan harus berasal dari Rumah Potong Hewan yang telah memiliki izin serta melalui pemeriksaan ante mortem dan post mortem, dan telah diproses sesuai persyaratan sanitasi dan higiene sehingga daging tersebut aman dan sesuai untuk konsumsi manusia.
5. Semua daging seperti pada poin tersebut di atas, harus memiliki stempel inspeksi pada permukaan daging tersebut, atau pada permukaan kemasan daging untuk daging yang berada dalam kemasan.
6. Daging tersebut tidak mengandung bahan pengawet, bahan tambahan makanan, atau zat lain pada tingkat yang membahayakan kesehatan manusia, serta daging tersebut tidak boleh disimpan lebih dari tiga bulan terhitung mulai dari tanggal pemotongan sampai dengan tanggal pengiriman.
-Importasi daging dari luar negeri untuk konsumsi masyarakat dan/atau untuk diperdagangkan harus berasal dari rumah potong seperti pada poin keempat, serta harus dipotong sesuai dengan syariah Islam, memiliki Sertifikat Halal dan Nomer Kontrol Veteriner rumah potong hewan tersebut yaitu: EST.180, 555, 686, 505A,1058, 640, 486, 648, 297, 2773
- Daging impor tersebut harus dikirimkan secara langsung dari negara asal ke tempat-tempat pemasukan di Indonesia.
- Kemasan daging tersebut harus memiliki segel asli dengan label Nomer Kontrol Veteriner, tanggal pemotongan dan tipe daging serta
label tersebut harus dapat terbaca.,
- Kontainer untuk mengirimkan daging dari negara asal harus memiliki segel dari Dokter Hewan yang berwenang dan segel tersebut hanya dapat dilepas oleh Petugas Karantina Hewan yang berwenang di tempat-tempat pemasukan.
- Selama transportasi, suhu dalam kontainer harus tetap stabil (berkisar antara -18 C sampai dengan -22 C).
- Semua produk daging impor harus dilaporkan oleh importir ke petugas karantina hewan pada tempat-tempat pemasukan untuk menjalani pemeriksaan karantina sesuai dengan peraturan karantina yang berlaku.
- Dalam kasus di mana pemeriksaan karantina dilakukan di luar tempat-tempat pemasukan, Badan Karantina Pertanian Nasional harus menentukan lokasi pemeriksaan tersebut.
Persyaratan Kesehatan untuk Importasi Daging ke dalam negara Indonesia
Standar 7.2
Pemasukan daging dapat dilakukan oleh importir umum sepanjang memenuhi ketentuan jenis dan kualitas, persyaratan teknis penolakan penyakit hewan dan kesehatan masyarakat veteriner sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku, persyaratan keamanan dan ketentraman batin konsumen.
MANUAL 01: PERSYARATAN KESEHATAN UNTUK HEWAN KESAYANGAN
Hewan kesayangan, anjing dan kucing, yang akan diekspor dari Indonesia harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Standar 1.1
1. Disertai dengan Izin Ekspor yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan(Ditjennak)-Departemen Pertanian-Republik Indonesia. Selain itu, juga disertai dengan surat persetujuan ekspor yang dikeluarkan oleh Dinas Peternakan setempat/propinsi asal atau Dokter Hewan yang memiliki izin praktek.
2. Disertai dengan Sertifikat Kesehatan Hewan yang dikeluarkan oleh Dokter Hewan Pemerintah yang berwenang/Dinas Peternakan setempat/Propinsi asal atau Dokter Hewan yang memiliki izin praktek.
3. Disertai dengan Sertifikat Vaksinasi Rabies yang dikeluarkan oleh Dokter Hewan Pemerintah atau Dokter Hewan yang memiliki izin praktek; vaksinasi tersebut harus dilakukan sekurang-kurangnya 30 hari dan tidak lebih dari 1 tahun sebelum pengiriman/ekspor.
4. Hewan tersebut tidak berumur lebih dari 90 hari pada saat pengiriman/ekspor.
5. Hewan tersebut tidak sedang berada dalam kondisi bunting atau laktasi.
6. Pengiriman hewan tersebut harus dilaporkan ke Petugas Karantina Hewan di Bandar Udara Internasional Juanda-Surabaya, sekurang-kurangnya 2 (dua) hari sebelum ekspor. Telepon: 031-8673997, Faksimil: 031-8673996 atau Email: info@karantinahewansby.org
7. Sebelum keberangkatan, dokter hewan karantina harus melaksanakan pemeriksaan fisik hewan tersebut dan memverifikasi semua dokumen persyaratan. Jika semua dokumen persyaratan telah lengkap dan hewan tersebut sehat, kemudian dokter hewan karantina akan mengeluarkan sertifikat kesehatan hewan untuk melengkapi persyaratan ekspor hewan tersebut.
8. Hewan tersebut harus sesuai dengan persyaratan dari Pemerintah negara pengimpor (negara tujuan).
MANUAL 02 :PERSYARATAN SANITASI UNTUK SARANG BURUNG WALET
Masing-masing negara importir memiliki standar persyaratan sanitasi yang
berbeda-beda tergantung pada permintaan negara tersebut.
Adapun persyaratan umum yang berlaku pada masing-masing negara
tersebut adalah sebagai berikut:
Standar 2.1
Standar Persyaratan Sanitasi Umum untuk Sarang Burung Walet yang berlaku di Amerika Serikat
Standar 2.1.A
Sarang Burung Walet harus dicuci dan dikeringkan selama 120 hari(empat bulan)sebelum pengiriman ke Amerika Serikat. Sarang Burung Walet tersebut harus telah dipanaskan dengan suhu internal minimal yaitu antara 72 - 74 C.
Standar 2.1.B
Sarang Burung Walet tersebut harus dicuci dan dikeringkan, Selain itu harus dibersihkan dan disanitasi secara menyeluruh, serta dipanaskan pada suhu 100 C selama satu jam. Selain itu kebersihan sarang burung walet tersebut juga harus diperiksa. Sarang burung walet harus bebas dari tanah, feses, ektoparasit, bulu dan kotoran permukaan. Sarang burung walet tidak boleh dikemas dengan materi dari kayu keras.
Standar 2.2
Standar Persyaratan Sanitasi Umum untuk Sarang Burung Walet yang berlaku di Hong Kong.
Standar 2.2.A
Sarang Burung Walet harus dicuci dan dikeringkan selama 120 hari(empat bulan) sebelum pengiriman ke Hong Kong. Sarang Burung Walet tersebut harus telah dipanaskan dengan suhu internal minimal yaitu antara 72 - 74 C.
Standar 2.2.B
Sarang Burung Walet tersebut harus dicuci dan dikeringkan, Selain itu
dibersihkan dan disanitasi secara menyeluruh, serta dipanaskan pada suhu 100 C selama satu jam. Selain itu kebersihan sarang burung walet tersebut juga harus diperiksa. Sarang burung walet harus bebas dari tanah, feses, ektoparasit, bulu dan kotoran permukaan. Sarang burung walet tidak boleh dikemas dengan materi dari kayu keras.
Standar 2.2.C
Sarang Burung Walet harus dibersihkan, disterilisasi dan dipanaskan sampai dengan suhu 172 F atau 77 C selama satu jam.
Standar 2.2.D
Sarang Burung Walet harus dicuci dalam larutan sulfa untuk membersihkan dari semua kotoran. Setelah itu dipanaskan dengan uap(steaming) pada suhu minimal 100 C dalam waktu tidak kurang dari 30 menit. Kadar oksigen pada bulu tersebut harus sebesar 12,0% per 100 gram.
Standar 2.3.D
Standar Persyaratan Sanitasi Umum untuk Sarang Burung Walet yang berlaku di Kanada.
Standar 2.3.A
Sarang Burung Walet tersebut harus dicuci dan dikeringkan, Selain itu harus dibersihkan dan disanitasi secara menyeluruh, serta dipanaskan pada suhu 100 C selama satu jam. Selain itu kebersihan sarang burung walet tersebut juga harus diperiksa. Sarang burung walet harus bebas dari tanah, feses, ektoparasit, bulu dan kotoran permukaan. Sarang burung walet tidak boleh dikemas dengan materi dari kayu keras.
Standar 2.3.B
Sarang Burung Walet tersebut harus dicuci, dibersihkan dan dipanaskan pada suhu 75oC selama satu jam. Sarang burung walet harus bebas dari feses, ektoparasit, bulu dan kotoran permukaan
Standar 2.4
Standar Persyaratan Sanitasi Umum untuk Sarang Burung Walet yang berlaku di Australia. Sarang Burung Walet yang akan dikirim harus diperiksa untuk mengetahui kebersihan sarang burung tersebut dari feses, ekstoparasit dan bulu unggas dan kotoran permukaan. Semua sarang burung tersebut harus dikeringkan pada suhu suhu minimal 100 C sebelum diekspor ke Australia, untuk memperoleh nilai minimal 2,8. Produk akhir harus berada dalam kontainer yang tersegel secara termatik (kedap udara), serta harus mengalami proses pemanasan (dengan menggunakan labu distilasi) di dalam kontainer tersebut. Produk ini tidak perlu memerlukan proses pendinginan.
MANUAL 03: PERSYARATAN SANITASI UNTUK BAHAN BAKU KULIT
Standar Persyaratan Sanitasi Umum untuk Bahan Baku Kulit (negara tujuan pengiriman Wet Blue: Italia, Belanda, India, Spanyol, Thailand, Cina, Yunani, Hongkong, Jerman, Jepang; negara tujuan pengiriman Finished Leather: Cina, Hongkong, India, Jerman, Portugal, Thailand, Slovakia, Vietnam, Taiwan, Amerika Serikat, Belanda, Inggris, Jepang, Korea, Denmark, Italia, Perancis) adalah sebagai berikut:
Standar 3.1
1. Untuk kulit lokal harus berasal dari daerah yang selama enam bulan terakhir bebas penyakit hewan menular terutama Anthraks dan dilengkapi surat keterangan dari Dinas Peternakan Daerah yang menerangkan bahwa bahan baku kulit mentah berasal dari daerah
setempat.
2. Untuk bahan baku kulit mentah eks luar negeri maupun lokal harus
dilakukan pengawasan Kesmavet Dinas Peternakan setempat.
3. Setiap pengeluaran harus dikemas dengan baik dan dihindarkan dari
pencemaran.
4. Memenuhi tatacara dan peraturan karantina hewan yang berlaku dan
ketentuan dari instansi lain yang terkait
MANUAL 04: PERSYARATAN SANITASI UNTUK BULU BEBEK
Standar Persyaratan Sanitasi Umum untuk Bulu Bebek yang berlaku di Taiwan adalah sebagai berikut:
Standar 4.1
1. Untuk bulu bebek lokal harus berasal dari daerah yang selama enam bulan terakhir bebas penyakit hewan menular terutama AI dan dilengkapi surat keterangan dari Dinas Peternakan Daerah yang menerangkan bahwa bahan baku bulu bebek berasal dari daerah
setempat.
2. Untuk bahan baku bulu bebek eks luar negeri maupun lokal harus dilakukan pengawasan oleh petugas pengawas Kesmavet Dinas peternakan setempat.
3. Setiap pengeluaran harus dikemas dengan baik dan dihindarkan dari pencemaran.
4. Memenuhi tatacara dan peraturan karantina hewan yang berlaku dan ketentuan dari instansi lain yang terkait.
Standar 4.2
1. Bulu Bebek harus berasal dari area non epizootik
2. Produk tersebut harus mengalami proses pemanasan untuk memusnahkan virus Avian Influenza dan New Castle Disease.
BAB 2
MANUAL PERSYARATAN KESEHATAN HEWAN DAN SANITASI PRODUK HEWAN IMPOR
MANUAL 05: PERSYARATAN KESEHATAN UNTUK HEWAN KESAYANGAN
Hewan kesayangan, anjing dan kucing, yang akan diimpor ke Indonesia melalui harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Standar 5.1
1. Disertai dengan Izin Ekspor yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Peternakan (Ditjennak)-Departemen Pertanian-Republik Indonesia. Selain itu, juga disertai dengan surat persetujuan ekspor yang dikeluarkan oleh Dinas Peternakan setempat/propinsi asal atau Dokter Hewan yang memiliki izin praktek.
2. Disertai dengan Sertifikat Kesehatan Hewan yang dikeluarkan oleh Dokter Hewan Pemerintah yang berwenang/Dinas Peternakan setempat/Propinsi asal atau Dokter Hewan yang memiliki izin praktek.
3. Disertai dengan Sertifikat Vaksinasi Rabies yang dikeluarkan oleh Dokter Hewan Pemerintah atau Dokter Hewan yang memiliki izin praktek; vaksinasi tersebut harus dilakukan sekurang-kurangnya 30 hari dan tidak lebih dari 1 tahun sebelum pengiriman/ekspor.
4. Hewan tersebut tidak berumur lebih dari 90 hari pada saat pengiriman/ekspor.
5. Hewan tersebut tidak sedang berada dalam kondisi bunting atau laktasi.
6. Pengiriman hewan tersebut harus dilaporkan ke Petugas Karantina Hewan di Bandar Udara Internasional Juanda-Surabaya, sekurang-kurangnya 2 (dua) hari sebelum ekspor. Telepon: 031-8673997, Faksimil: 031-8673996 atau Email: info@karantinahewansby.org
7. Sebelum keberangkatan, dokter hewan karantina harus melaksanakan pemeriksaan fisik hewan tersebut dan memverifikasi semua dokumen persyaratan. Jika semua dokumen persyaratan telah lengkap dan hewan tersebut sehat, kemudian dokter hewan karantina akan mengeluarkan sertifikat kesehatan hewan untuk melengkapi persyaratan ekspor hewan tersebut.
8. Hewan tersebut harus sesuai dengan persyaratan dari Pemerintah negara pengimpor (negara tujuan).
MANUAL 06: PERSYARATAN KESEHATAN UNTUK SAPI BIBIT
Sapi bibit yang akan diimpor ke Indonesia melalui harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Standar 6.1
1. Sapi yang diimpor berasal dari peternakan / wilayah yang selama enam bulan terakhir tidak diketemukan adanya kasus penyakit hewan menular.
2. Tidak menunjukkan gejala klinis Leptospirosis 90 hari sebelum pengapalan.
3. Sapi impor tersebut harus bebas dari penyakit Brucellosis dan TBC yang dinyatakan dengan hasil negatif pemeriksaan laboratorium kesehatan hewan.
4. Pada saat pemberangkatan tidak diketemukan adanya kejadian Ring Wom(Trichopythosis), Pink Eye, Actinomycosis dan Dermatophytosis.
5. Vaksinasi Anaplasmosis dan Babesiosis dilaksanakan 7 sampai dengan 60 hari sebelum pengapalan.
6. Pengobatan terhadap infeksi cacing dilaksanakan 15 hari sebelum pengapalan dengan preparat Ivermectin atau obat cacing lain yang sejenis.
7. Semua kegiatan penanganan Kesehatan hewan tersbut di atas harus di bawah pengawasan Dokter Hewan berwenang di negara asal dan daerah tujuan.
8. Memenuhi ketentuan tindak karantina, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
MANUAL 07: PERSYARATAN SANITASI UNTUK DAGING
Untuk mencegah masuknya penyakit infeksius terutama penyakit eksotik ke dalam negara Indonesia, mencegah agar konsumen tidak tertular penyakit zoonosis dan menjamin keamanan dari daging impor, maka daging yang dimasukkan ke Indonesia harus memenuhi persyaratan seperti yang tertuang dalam SK Mentan No.745/Kpts/TN.240/12/1992:
Standar 7.1
Semua pengiriman daging dari luar negeri harus disertai dengan Sertifikat Sanitasi yang dikeluarkan oleh Dokter Hewan Berwenang dari negara asal yang menyatakan bahwa:
1. Negara atau daerah asal daging tersebut harus bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan Rinderpest sekurang-kurangnya selama 12 bulan.
2. Negara tersebut harus bebas dari Bovine Spongioform Encephalopathy.
3. Daging tersebut harus berasal dari hewan yang dilahirkan serta dibesarkan atau hewan yang sudah berada di negara asal selama 4 bulan terakhir sebelum impor.
4. Hewan harus berasal dari Rumah Potong Hewan yang telah memiliki izin serta melalui pemeriksaan ante mortem dan post mortem, dan telah diproses sesuai persyaratan sanitasi dan higiene sehingga daging tersebut aman dan sesuai untuk konsumsi manusia.
5. Semua daging seperti pada poin tersebut di atas, harus memiliki stempel inspeksi pada permukaan daging tersebut, atau pada permukaan kemasan daging untuk daging yang berada dalam kemasan.
6. Daging tersebut tidak mengandung bahan pengawet, bahan tambahan makanan, atau zat lain pada tingkat yang membahayakan kesehatan manusia, serta daging tersebut tidak boleh disimpan lebih dari tiga bulan terhitung mulai dari tanggal pemotongan sampai dengan tanggal pengiriman.
-Importasi daging dari luar negeri untuk konsumsi masyarakat dan/atau untuk diperdagangkan harus berasal dari rumah potong seperti pada poin keempat, serta harus dipotong sesuai dengan syariah Islam, memiliki Sertifikat Halal dan Nomer Kontrol Veteriner rumah potong hewan tersebut yaitu: EST.180, 555, 686, 505A,1058, 640, 486, 648, 297, 2773
- Daging impor tersebut harus dikirimkan secara langsung dari negara asal ke tempat-tempat pemasukan di Indonesia.
- Kemasan daging tersebut harus memiliki segel asli dengan label Nomer Kontrol Veteriner, tanggal pemotongan dan tipe daging serta
label tersebut harus dapat terbaca.,
- Kontainer untuk mengirimkan daging dari negara asal harus memiliki segel dari Dokter Hewan yang berwenang dan segel tersebut hanya dapat dilepas oleh Petugas Karantina Hewan yang berwenang di tempat-tempat pemasukan.
- Selama transportasi, suhu dalam kontainer harus tetap stabil (berkisar antara -18 C sampai dengan -22 C).
- Semua produk daging impor harus dilaporkan oleh importir ke petugas karantina hewan pada tempat-tempat pemasukan untuk menjalani pemeriksaan karantina sesuai dengan peraturan karantina yang berlaku.
- Dalam kasus di mana pemeriksaan karantina dilakukan di luar tempat-tempat pemasukan, Badan Karantina Pertanian Nasional harus menentukan lokasi pemeriksaan tersebut.
Persyaratan Kesehatan untuk Importasi Daging ke dalam negara Indonesia
Standar 7.2
Pemasukan daging dapat dilakukan oleh importir umum sepanjang memenuhi ketentuan jenis dan kualitas, persyaratan teknis penolakan penyakit hewan dan kesehatan masyarakat veteriner sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku, persyaratan keamanan dan ketentraman batin konsumen.
Importir dan/atau pengedar daging asal luar negeri, harus mencegah kemungkinan timbul dan menjalarnya penyakit hewan yang dapat ditularkan melalui daging yang diimpor dan/atau diedarkannya, serta ikut bertanggungjawab atas keamanan dan ketentraman batin konsumen.
Persyaratan Pemasukan Daging Pemasukan daging harus memenuhi persyaratan teknis yang terdiri dari persyaratan :
i. Negara asal;
ii. Rumah Potong asal daging;
iii.Kualitas daging;
iv. Cara pemotongan;
v. Pengemasan;
vi. Pengangkutan.
Tata Cara Pemasukan Daging
i.Setiap orang atau badan hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai importir umum dapat melakukan pemasukan daging dari Luar negeri ke dalam wilayah negara republik Indonesia.
ii.Direktur Jenderal Peternakan melakukan penilaian terhadap situasi penyakit, sistem pengawasan kesehatan dan tata cara pemotongan daging, RPH dan Perusahaan pengolahan daging di negara atau bagian suatu negara asal daging, serta jenis, kualitas, dan peruntukan daging yang akan dimasukkan dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.
iii. Penilaian oleh Direktur Jenderal Peternakan sebagaimana dimaksud pada point.2) dilakukan berdasarkan persyaratan teknis dan dapat disesuaikan menurut perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat dilaksanakan penilaian.
iv. Untuk keperluan penilaian sebagaimana dimaksud pada point.2,
importir mengajukan permohonan rencana pemasukan daging secara tertulis kepada Direktur Jenderal Peternakan dengan mencantumkan Negara Asal, Nama, Alamat dan Nomor Kontrol Veteriner RPH atau Perusahaan Pengolahan Daging, tujuan daerah pemasukan, jenis dan peruntukan, serta jumlah dan rencana pemasukan daging serta melampirkan data perusahaan dan data teknis yang dipersyaratkan.
Informasi :
Keterangan lebih lanjut, hubungi : Subdit.Produk Pangan Hewan Telp.(021) 9116354 pes.4844 ; E_Mail : pph@deptan.go.id
Prosedur Pemasukan Produk Pangan Hewani terdapat pada SK.Dirjenak No.71/TN.690/Kpts/DJP/Deptan/2000, 30 Juni 2000
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi Sub Direktorat Produk Pangan Hewani, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. Jl. Harsono RM. No.
3 Telp. (021) 9116354, (021) 7815380-84, Pes : 4844, Fax : (021)7827466
MANUAL 08: PERSYARATAN SANITASI UNTUK SUSU, SUSU BUBUK, PRODUK SUSU DAN KRIM SUSU
Standar Persyaratan Sanitasi umum untuk importasi susu, susu bubuk, produk susu dan krim susu ke Indonesia, adalah sebagai berikut:
Standar 8.1
Semua pengiriman susu dari luar negeri harus disertai dengan Sertifikat Sanitasi yang dikeluarkan oleh Dokter Hewan Berwenang dari negara asal yang menyatakan bahwa:
1. Importasi produk hewan harus disertai dengan Sertifikat Kesehatan Hewan, dikeluarkan oleh Dokter Hewan Berwenang dari Pemerintah Negara Asal, yang menyatakan bahwa:
2. Negara atau bagian dari negara atau daerah asal bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan Rinderpest sekurang-kurangnya selama 12 bulan.
3. Produk susu tersebut harus berasal dari kelompok atau kawanan ternak yang tidak menjadi subyek pembatasan karena adanya penyakit Brucellosis atau Tuberculosis pada saat pengumpulan susu.
4. Susu atau krim berasal dari Perusahaan Industri Pemrosesan yang telah memperoleh izin Pemerintah Nasional dan telah menerapkan rencana HACCP. Untuk inaktivasi patogen yang terdapat pada susu atau krim yang dipergunakan untuk konsumsi manusia, harus melakukan salah satu dari tandar berikut ini:
Standar 8.1.A
Ultra-high temperature (UHT=suhu minimal 132 C, sekurang-kurangnya selama 1 detik).
Standar 8.1.B
Jika susu tersebut memiliki pH kurang dari 7,0, maka dilakukan pasteurisasi high temperature short time (HTST).
Standar 8.1.C
Jika susu tersebut memiliki pH 7,0 atau lebih, maka dilakukan HTST ganda. Untuk inaktivasi patogen yang terdapat pada susu atau krim yang dipergunakan untuk konsumsi hewan, harus melakukan salah satu dari standar berikut ini:
Standar 8.1.D
HTST ganda (72 oC sekurang-kurangnya selama 15 detik)
Standar 8.1.E
HTST dikombinasi dengan perlakuan fisik lainnya, misalnya pH dipertahankan
MANUAL 09: PERSYARATAN SANITASI UNTUK PAKAN HEWAN JADI (PAKAN HEWAN KERING DAN KALENGAN) YANG DIGUNAKAN SEBAGAI PAKAN HEWAN KESAYANGAN
Standar Persyaratan Sanitasi umum untuk importasi pakan hewan jadi
(pakan hewan kering dan kalengan) ke Indonesia, adalah sebagai berikut:
Standar 9.1
Importasi dari negara pengekspor pakan hewan jadi (pakan hewan kering dan kalengan) ke Indonesia dengan bahan baku yang berasal dari ruminansia, babi dan unggas harus memenuhi persyaratan dan juga dilengkapi dengan sertifikat terlampir, sebagai berikut:
1. Sertifikat Kesehatan Hewan yang dikeluarkan oleh Dokter Hewan yang
berwenang, yang menyatakan bahwa:
- Negara asal dinyatakan bebas dari penyakit hewan utama seperti: Penyakit Mulut dan Kuku, Rinderpest, Peste des petits Ruminant, Vesikular Stomatitis, Swine Vesicular Disease, African Swine Fever, Bovine Spongioform Encephalopathy, Scrapie dan Highly Pathogenic Avian Influenza.
-Importasi dari negara endemik PMK diperbolehkan bilamana produk tersebut tidak mengandung bahan-bahan yang berasal dari ruminansia atau babi.
2. Sertifikat Pemrosesan yang dikeluarkan oleh Petugas kontrol kualitas pada industri tersebut, yang menyatakan bahwa:
- Industri tersebut pada saat memproses produk harus sepengetahuan dan dalam pengawasan dari pemerintah negara asal dan juga harus memiliki nomer pendirian.
- Bahan-bahan yang digunakan harus tercantum secara spesifik.
Material tersebut harus mendapat perlakuan sesuai dengan standar berikut ini:
Standar 9.1.A
Untuk Produk Pakan Kering, bahan-bahan yang berasal dari hewan harus dipanaskan pada suhu minimal 240 F (115 C) sekurang-kurangnya selama 20 menit dengan tekanan atmosfer. Bahan-bahan tersebut dikombinasi dengan sereal dan bahan-bahan lain. Setelah itu dilanjutkan dengan proses pemanasan.Proses pemanasan produk tersebut dilakukan dengan proses ekstrusi yang memanaskan produk tersebut hingga mencapai suhu minimal 240 F (115 C) selama 15 detik dan dengan tekanan atmosfer selama 28 menit.
Standar 9.1.B
Produk Pakan Kalengan diproduksi sesuai dengan teknik pengolahan
makanan kaleng standar, dengan suhu tidak kurang dari 240 F (115 C)
dalam periode tidak kurang dari 75 menit.
Persyaratan Kesehatan untuk Importasi pakan hewan jadi (pakan hewan kering dan kalengan) yang digunakan sebagai pakan hewan kesayangan ke dalam negara Indonesia.
Standar 9.2
Importasi pakan hewan harus dilaporkan oleh pihak importir ke Petugas Karantina Hewan pada bandara/pelabuhan pemasukan untuk menjalani pemeriksaan karantina sesuai dengan peraturan karantina yang berlaku. Semua pakan hewan impor harus dicatat oleh Dokter Hewan Karantina berwenang pada bandara/pelabuhan pemasukan.
MANUAL 10: PERSYARATAN SANITASI UNTUK BAHAN BAKU PAKAN ASAL HEWAN (TEPUNG TULANG DAN DAGING / DAGING / TULANG / TANDUK / DARAH DARI SAPI, KAMBING , DOMBA, DAN RUSA SERTA TEPUNG BY- PRODUCT UNGGAS / BULU UNGGAS)
Standar Persyaratan Sanitasi umum untuk importasi bahan baku pakan
ternak (tepung tulang dan daging / daging / tulang / tanduk / darah) ke
Indonesia, adalah sebagai berikut:
Standar 10.1
Importasi produk yang mengandung produk hewan yang digunakan untuk pakan unggas, babi dan akuakultur, harus dilengkapi dengan sertifikat kesehatan hewan yang dikeluarkan oleh Dokter Hewan Berwenang dari negara asal yang menyatakan bahwa:
1. Produk ini berasal dari Negara atau bagian Negara yang bebas dari PMK, rinderpest, Peste des petits Ruminant sekurang-kurangnya 12 bulan sebelum ekspor, BSE dan Scrapie.
2. Produk berasal dari perusahaan pengolahan yang memiliki izin dan memiliki NKV. Alamat industri harus tercantum dalam Sertifikat Kesehatan.
3. Produk berasal dari hewan yang sehat. Pabrik pengolahan harus mencatat penggunaan hewan untuk produksi serta harus mencatat tanggal produksi pada setiap pengiriman.
4. Produk telah mendapat perlakuan pemanasan secara termal sampai Mencapai tingkat penghancuran target yang mengandung mikroorganisme.
5. Produk harus menjadi subyek pengujian pasca produksi untuk memeriksa adanya Salmonella (dan Clostridium). Uji ini harus dilakukan di Laboratorium Pemerintah atau laboratorium yang bersertifikat. Tanggal pengujian dan hasil pengujian harus tercantum dalam sertfikat kesehatan.
6. Produk ini harus diolah dan diproses berdasarkan Peraturan/Standar
Pemerintah negara eksporter untuk memastikan keamanan produk.
7. Setelah perlakuan, harus dilakukan tindakan pencegahan untuk
mencegah kontaminasi dengan sumber pathogen utama.
8. Pabrik pengolahan harus menerapkan GMP dan prosedur hygiene
sanitasi sebelum pengemasan. Standar Persyaratan Sanitasi umum untuk importasi bahan baku pakan ternak (tepung by-product unggas / bulu) ke Indonesia, adalah sebagai berikut:
Standard 10.2
Importasi produk yang mengandung produk hewan yang digunakan untuk pakan unggas, babi dan akuakultur, harus dilengkapi dengan sertifikat kesehatan hewan yang dikeluarkan oleh Dokter Hewan Berwenang dari negara asal yang menyatakan bahwa:
1. Produk ini berasal dari area yang memenuhi kriteria OIE yaitu berasal dari area yang bebas dari wabah HPAI dan area yang tidak melaporkan adanya wabah PMK dalam waktu sebulan sebelum ekspor.
2. Produk ini berasal dari pabrik pengolahan yang memiliki izin dan NKV. Pabrik pengolahan harus memenuhi persyaratan untuk digunakan dalam penjualan domestik.
3. Produk ini berasal dari pabrik pengolahan yang hanya melakukan pengolahan khusus hanya untuk satu spesies atau memiliki jalur pengolahan terpisah untuk mencegah kontaminasi dengan bahan-bahan asal ruminansia atau babi.
4. Pabrik pengolahan tersebut harus memiliki catatan semua sumber bahan mentah yang digunakan. Produk yang dinyatakan di sini, diproduksi pada tanggal berikut: (termasuk tanggal produksi).
5. Pengujian rutin terhadap adanya salmonella harus dilakukan pada produk ini sesuai dengan protokol yang disetujui di laboratorium pemerintah atau laboratorium bersertifikat.
6. Dilakukan perlakuan pemanasan kering pada material yang diolah berdasarkan standar yang disetujui.
7. Dilakukan tindakan pencegahan untuk mencegah kontaminasi agen patogenik pada produk tersebut setelah pengolahan.
8. Produk tersebut diolah sesuai dengan persyaratan sanitasi standar dan sesuai dengan GMP.
9. Produk ini tidak mengandung bahan-bahan asal ruminansia dan
unggas.
Persyaratan lain:
1. Produk ini harus memiliki label bahwa produk ini tidak sesuai untuk konsumsi manusia dan tidak mengandung bahan asal babi serta hanya digunakan untuk pakan unggas, babi dan akuakultur.
2. Penerapan pengujian dan perlakuan seperti tersebut di atas harus berada dalam pengawasan langsung Dokter Hewan Berwenang dari negara asal.
3. Produk yang menunjukkan bukti fisik adanya kerusakan pada kantung atau kemasan dan terletak pada kotak/kontainer yang tidak terjamin keamanannya, harus ditarik dari pengiriman dan ditolak untuk dimuat.
4. Sertifikat kesehatan harus diserahkan pada kapten/perusahaan ekspedisi, sedangkan salinannya diserahkan kepada perwakilan Indonesia di negara asal.
5. Jika dianggap perlu, maka Ditjennak dapat melakukan. pemeriksaan langsung di lokasi pengolahan tersebut.
MANUAL 11: PERSYARATAN SANITASI UNTUK BULU RUMINANSIA(WOOL) YANG DIGUNAKAN UNTUK KEPERLUAN INDUSTRI
Standar Persyaratan sanitasi umum untuk importasi wool yang digunakan
untuk keperluan industri ke dalam negara Indonesia adalah sebagai
berikut:
Standar 11.1
Importasi bahan baku wool ruminan yang berasal dari negara pengekspor untuk keperluan industri harus memenuhi persyaratan serta disertai dengan sertifikat sebagai berikut:
1. Sertifikat Kesehatan yang dikeluarkan oleh Dokter Hewan Berwenang yang menyatakan bahwa: Negara asal dinyatakan bebas dari penyakit hewan utama yaitu:
Penyakit Mulut dan Kuku, Rinderpest, Peste des Petits Ruminant, Cacar Domba dan Cacar Kambing.
- Impor bulu ruminansia (wool top)dari negara endemik diperbolehkan setelah pengendalian, pemeriksaan dan pemberian izin.
-Bahan baku harus berasal dari daerah bebas anthrax dan dari hewan yang berada dalam negara tersebut selama sekurang-kurangnya empat bulan, serta telah menjalani pemeriksaan ante mortem dan post mortem atau berasal dari negara lain yang bebas dari penyakit ini.
2. Sertifikat Pemrosesan yang dikeluarkan oleh Petugas Kontrol Kualitas pada negara tersebut yang menyatakan bahwa:
-Industri tersebut pada saat memproses produk harus sepengetahuan dan dalam pengawasan dari pemerintah negara asal. Jika industri tersebut terdapat pada Negara dengan status sebagai Negara endemik Penyakit Hewan Utama, maka impor hanya diperbolehkan pada industri yang telah disetujui oleh pemerintah Indonesia berdasarkan Controlling, Inspection and Approval (CIA).
Pemrosesan produk tersebut dilakukan sesuai dengan standar OIE yang berlaku yaitu dengan menggunakan salah satu dari prosedur berikut ini:
Standar 11.1.A
Pencucian industrial, yang terdiri dari mengimersikan wool ke dalam bak berisi air, sabun dan Natrium hidroksida atau Kalium hidroksida (Potash).
Standar 11.1.B
Deplesi kimia dengan menggunakan kapur mati atau Natrium Sulfida.
Standar 11.1.C
Fumigasi dalam formaldehida dalam ruang kedap udara sekurang-kurangnya selama 24 jam.
Standar 11.1.D
Pembilasan industrial dengan mengimersikan wool dalam deterjen larut air pada suhu 60-70 C.
Standar 11.1.E
Penyimpanan wool pada suhu 18oC selama 4 minggu, atau 37oC selama 8hari.
MANUAL 12: PERSYARATAN SANITASI UNTUK RAW HIDE / SKIN (WET / DRY SALTED) YANG DIGUNAKAN UNTUK KEPERLUAN INDUSTRI
Persyaratan Pemasukan Daging Pemasukan daging harus memenuhi persyaratan teknis yang terdiri dari persyaratan :
i. Negara asal;
ii. Rumah Potong asal daging;
iii.Kualitas daging;
iv. Cara pemotongan;
v. Pengemasan;
vi. Pengangkutan.
Tata Cara Pemasukan Daging
i.Setiap orang atau badan hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai importir umum dapat melakukan pemasukan daging dari Luar negeri ke dalam wilayah negara republik Indonesia.
ii.Direktur Jenderal Peternakan melakukan penilaian terhadap situasi penyakit, sistem pengawasan kesehatan dan tata cara pemotongan daging, RPH dan Perusahaan pengolahan daging di negara atau bagian suatu negara asal daging, serta jenis, kualitas, dan peruntukan daging yang akan dimasukkan dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.
iii. Penilaian oleh Direktur Jenderal Peternakan sebagaimana dimaksud pada point.2) dilakukan berdasarkan persyaratan teknis dan dapat disesuaikan menurut perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat dilaksanakan penilaian.
iv. Untuk keperluan penilaian sebagaimana dimaksud pada point.2,
importir mengajukan permohonan rencana pemasukan daging secara tertulis kepada Direktur Jenderal Peternakan dengan mencantumkan Negara Asal, Nama, Alamat dan Nomor Kontrol Veteriner RPH atau Perusahaan Pengolahan Daging, tujuan daerah pemasukan, jenis dan peruntukan, serta jumlah dan rencana pemasukan daging serta melampirkan data perusahaan dan data teknis yang dipersyaratkan.
Informasi :
Keterangan lebih lanjut, hubungi : Subdit.Produk Pangan Hewan Telp.(021) 9116354 pes.4844 ; E_Mail : pph@deptan.go.id
Prosedur Pemasukan Produk Pangan Hewani terdapat pada SK.Dirjenak No.71/TN.690/Kpts/DJP/Deptan/2000, 30 Juni 2000
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi Sub Direktorat Produk Pangan Hewani, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. Jl. Harsono RM. No.
3 Telp. (021) 9116354, (021) 7815380-84, Pes : 4844, Fax : (021)7827466
MANUAL 08: PERSYARATAN SANITASI UNTUK SUSU, SUSU BUBUK, PRODUK SUSU DAN KRIM SUSU
Standar Persyaratan Sanitasi umum untuk importasi susu, susu bubuk, produk susu dan krim susu ke Indonesia, adalah sebagai berikut:
Standar 8.1
Semua pengiriman susu dari luar negeri harus disertai dengan Sertifikat Sanitasi yang dikeluarkan oleh Dokter Hewan Berwenang dari negara asal yang menyatakan bahwa:
1. Importasi produk hewan harus disertai dengan Sertifikat Kesehatan Hewan, dikeluarkan oleh Dokter Hewan Berwenang dari Pemerintah Negara Asal, yang menyatakan bahwa:
2. Negara atau bagian dari negara atau daerah asal bebas dari Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan Rinderpest sekurang-kurangnya selama 12 bulan.
3. Produk susu tersebut harus berasal dari kelompok atau kawanan ternak yang tidak menjadi subyek pembatasan karena adanya penyakit Brucellosis atau Tuberculosis pada saat pengumpulan susu.
4. Susu atau krim berasal dari Perusahaan Industri Pemrosesan yang telah memperoleh izin Pemerintah Nasional dan telah menerapkan rencana HACCP. Untuk inaktivasi patogen yang terdapat pada susu atau krim yang dipergunakan untuk konsumsi manusia, harus melakukan salah satu dari tandar berikut ini:
Standar 8.1.A
Ultra-high temperature (UHT=suhu minimal 132 C, sekurang-kurangnya selama 1 detik).
Standar 8.1.B
Jika susu tersebut memiliki pH kurang dari 7,0, maka dilakukan pasteurisasi high temperature short time (HTST).
Standar 8.1.C
Jika susu tersebut memiliki pH 7,0 atau lebih, maka dilakukan HTST ganda. Untuk inaktivasi patogen yang terdapat pada susu atau krim yang dipergunakan untuk konsumsi hewan, harus melakukan salah satu dari standar berikut ini:
Standar 8.1.D
HTST ganda (72 oC sekurang-kurangnya selama 15 detik)
Standar 8.1.E
HTST dikombinasi dengan perlakuan fisik lainnya, misalnya pH dipertahankan
MANUAL 09: PERSYARATAN SANITASI UNTUK PAKAN HEWAN JADI (PAKAN HEWAN KERING DAN KALENGAN) YANG DIGUNAKAN SEBAGAI PAKAN HEWAN KESAYANGAN
Standar Persyaratan Sanitasi umum untuk importasi pakan hewan jadi
(pakan hewan kering dan kalengan) ke Indonesia, adalah sebagai berikut:
Standar 9.1
Importasi dari negara pengekspor pakan hewan jadi (pakan hewan kering dan kalengan) ke Indonesia dengan bahan baku yang berasal dari ruminansia, babi dan unggas harus memenuhi persyaratan dan juga dilengkapi dengan sertifikat terlampir, sebagai berikut:
1. Sertifikat Kesehatan Hewan yang dikeluarkan oleh Dokter Hewan yang
berwenang, yang menyatakan bahwa:
- Negara asal dinyatakan bebas dari penyakit hewan utama seperti: Penyakit Mulut dan Kuku, Rinderpest, Peste des petits Ruminant, Vesikular Stomatitis, Swine Vesicular Disease, African Swine Fever, Bovine Spongioform Encephalopathy, Scrapie dan Highly Pathogenic Avian Influenza.
-Importasi dari negara endemik PMK diperbolehkan bilamana produk tersebut tidak mengandung bahan-bahan yang berasal dari ruminansia atau babi.
2. Sertifikat Pemrosesan yang dikeluarkan oleh Petugas kontrol kualitas pada industri tersebut, yang menyatakan bahwa:
- Industri tersebut pada saat memproses produk harus sepengetahuan dan dalam pengawasan dari pemerintah negara asal dan juga harus memiliki nomer pendirian.
- Bahan-bahan yang digunakan harus tercantum secara spesifik.
Material tersebut harus mendapat perlakuan sesuai dengan standar berikut ini:
Standar 9.1.A
Untuk Produk Pakan Kering, bahan-bahan yang berasal dari hewan harus dipanaskan pada suhu minimal 240 F (115 C) sekurang-kurangnya selama 20 menit dengan tekanan atmosfer. Bahan-bahan tersebut dikombinasi dengan sereal dan bahan-bahan lain. Setelah itu dilanjutkan dengan proses pemanasan.Proses pemanasan produk tersebut dilakukan dengan proses ekstrusi yang memanaskan produk tersebut hingga mencapai suhu minimal 240 F (115 C) selama 15 detik dan dengan tekanan atmosfer selama 28 menit.
Standar 9.1.B
Produk Pakan Kalengan diproduksi sesuai dengan teknik pengolahan
makanan kaleng standar, dengan suhu tidak kurang dari 240 F (115 C)
dalam periode tidak kurang dari 75 menit.
Persyaratan Kesehatan untuk Importasi pakan hewan jadi (pakan hewan kering dan kalengan) yang digunakan sebagai pakan hewan kesayangan ke dalam negara Indonesia.
Standar 9.2
Importasi pakan hewan harus dilaporkan oleh pihak importir ke Petugas Karantina Hewan pada bandara/pelabuhan pemasukan untuk menjalani pemeriksaan karantina sesuai dengan peraturan karantina yang berlaku. Semua pakan hewan impor harus dicatat oleh Dokter Hewan Karantina berwenang pada bandara/pelabuhan pemasukan.
MANUAL 10: PERSYARATAN SANITASI UNTUK BAHAN BAKU PAKAN ASAL HEWAN (TEPUNG TULANG DAN DAGING / DAGING / TULANG / TANDUK / DARAH DARI SAPI, KAMBING , DOMBA, DAN RUSA SERTA TEPUNG BY- PRODUCT UNGGAS / BULU UNGGAS)
Standar Persyaratan Sanitasi umum untuk importasi bahan baku pakan
ternak (tepung tulang dan daging / daging / tulang / tanduk / darah) ke
Indonesia, adalah sebagai berikut:
Standar 10.1
Importasi produk yang mengandung produk hewan yang digunakan untuk pakan unggas, babi dan akuakultur, harus dilengkapi dengan sertifikat kesehatan hewan yang dikeluarkan oleh Dokter Hewan Berwenang dari negara asal yang menyatakan bahwa:
1. Produk ini berasal dari Negara atau bagian Negara yang bebas dari PMK, rinderpest, Peste des petits Ruminant sekurang-kurangnya 12 bulan sebelum ekspor, BSE dan Scrapie.
2. Produk berasal dari perusahaan pengolahan yang memiliki izin dan memiliki NKV. Alamat industri harus tercantum dalam Sertifikat Kesehatan.
3. Produk berasal dari hewan yang sehat. Pabrik pengolahan harus mencatat penggunaan hewan untuk produksi serta harus mencatat tanggal produksi pada setiap pengiriman.
4. Produk telah mendapat perlakuan pemanasan secara termal sampai Mencapai tingkat penghancuran target yang mengandung mikroorganisme.
5. Produk harus menjadi subyek pengujian pasca produksi untuk memeriksa adanya Salmonella (dan Clostridium). Uji ini harus dilakukan di Laboratorium Pemerintah atau laboratorium yang bersertifikat. Tanggal pengujian dan hasil pengujian harus tercantum dalam sertfikat kesehatan.
6. Produk ini harus diolah dan diproses berdasarkan Peraturan/Standar
Pemerintah negara eksporter untuk memastikan keamanan produk.
7. Setelah perlakuan, harus dilakukan tindakan pencegahan untuk
mencegah kontaminasi dengan sumber pathogen utama.
8. Pabrik pengolahan harus menerapkan GMP dan prosedur hygiene
sanitasi sebelum pengemasan. Standar Persyaratan Sanitasi umum untuk importasi bahan baku pakan ternak (tepung by-product unggas / bulu) ke Indonesia, adalah sebagai berikut:
Standard 10.2
Importasi produk yang mengandung produk hewan yang digunakan untuk pakan unggas, babi dan akuakultur, harus dilengkapi dengan sertifikat kesehatan hewan yang dikeluarkan oleh Dokter Hewan Berwenang dari negara asal yang menyatakan bahwa:
1. Produk ini berasal dari area yang memenuhi kriteria OIE yaitu berasal dari area yang bebas dari wabah HPAI dan area yang tidak melaporkan adanya wabah PMK dalam waktu sebulan sebelum ekspor.
2. Produk ini berasal dari pabrik pengolahan yang memiliki izin dan NKV. Pabrik pengolahan harus memenuhi persyaratan untuk digunakan dalam penjualan domestik.
3. Produk ini berasal dari pabrik pengolahan yang hanya melakukan pengolahan khusus hanya untuk satu spesies atau memiliki jalur pengolahan terpisah untuk mencegah kontaminasi dengan bahan-bahan asal ruminansia atau babi.
4. Pabrik pengolahan tersebut harus memiliki catatan semua sumber bahan mentah yang digunakan. Produk yang dinyatakan di sini, diproduksi pada tanggal berikut: (termasuk tanggal produksi).
5. Pengujian rutin terhadap adanya salmonella harus dilakukan pada produk ini sesuai dengan protokol yang disetujui di laboratorium pemerintah atau laboratorium bersertifikat.
6. Dilakukan perlakuan pemanasan kering pada material yang diolah berdasarkan standar yang disetujui.
7. Dilakukan tindakan pencegahan untuk mencegah kontaminasi agen patogenik pada produk tersebut setelah pengolahan.
8. Produk tersebut diolah sesuai dengan persyaratan sanitasi standar dan sesuai dengan GMP.
9. Produk ini tidak mengandung bahan-bahan asal ruminansia dan
unggas.
Persyaratan lain:
1. Produk ini harus memiliki label bahwa produk ini tidak sesuai untuk konsumsi manusia dan tidak mengandung bahan asal babi serta hanya digunakan untuk pakan unggas, babi dan akuakultur.
2. Penerapan pengujian dan perlakuan seperti tersebut di atas harus berada dalam pengawasan langsung Dokter Hewan Berwenang dari negara asal.
3. Produk yang menunjukkan bukti fisik adanya kerusakan pada kantung atau kemasan dan terletak pada kotak/kontainer yang tidak terjamin keamanannya, harus ditarik dari pengiriman dan ditolak untuk dimuat.
4. Sertifikat kesehatan harus diserahkan pada kapten/perusahaan ekspedisi, sedangkan salinannya diserahkan kepada perwakilan Indonesia di negara asal.
5. Jika dianggap perlu, maka Ditjennak dapat melakukan. pemeriksaan langsung di lokasi pengolahan tersebut.
MANUAL 11: PERSYARATAN SANITASI UNTUK BULU RUMINANSIA(WOOL) YANG DIGUNAKAN UNTUK KEPERLUAN INDUSTRI
Standar Persyaratan sanitasi umum untuk importasi wool yang digunakan
untuk keperluan industri ke dalam negara Indonesia adalah sebagai
berikut:
Standar 11.1
Importasi bahan baku wool ruminan yang berasal dari negara pengekspor untuk keperluan industri harus memenuhi persyaratan serta disertai dengan sertifikat sebagai berikut:
1. Sertifikat Kesehatan yang dikeluarkan oleh Dokter Hewan Berwenang yang menyatakan bahwa: Negara asal dinyatakan bebas dari penyakit hewan utama yaitu:
Penyakit Mulut dan Kuku, Rinderpest, Peste des Petits Ruminant, Cacar Domba dan Cacar Kambing.
- Impor bulu ruminansia (wool top)dari negara endemik diperbolehkan setelah pengendalian, pemeriksaan dan pemberian izin.
-Bahan baku harus berasal dari daerah bebas anthrax dan dari hewan yang berada dalam negara tersebut selama sekurang-kurangnya empat bulan, serta telah menjalani pemeriksaan ante mortem dan post mortem atau berasal dari negara lain yang bebas dari penyakit ini.
2. Sertifikat Pemrosesan yang dikeluarkan oleh Petugas Kontrol Kualitas pada negara tersebut yang menyatakan bahwa:
-Industri tersebut pada saat memproses produk harus sepengetahuan dan dalam pengawasan dari pemerintah negara asal. Jika industri tersebut terdapat pada Negara dengan status sebagai Negara endemik Penyakit Hewan Utama, maka impor hanya diperbolehkan pada industri yang telah disetujui oleh pemerintah Indonesia berdasarkan Controlling, Inspection and Approval (CIA).
Pemrosesan produk tersebut dilakukan sesuai dengan standar OIE yang berlaku yaitu dengan menggunakan salah satu dari prosedur berikut ini:
Standar 11.1.A
Pencucian industrial, yang terdiri dari mengimersikan wool ke dalam bak berisi air, sabun dan Natrium hidroksida atau Kalium hidroksida (Potash).
Standar 11.1.B
Deplesi kimia dengan menggunakan kapur mati atau Natrium Sulfida.
Standar 11.1.C
Fumigasi dalam formaldehida dalam ruang kedap udara sekurang-kurangnya selama 24 jam.
Standar 11.1.D
Pembilasan industrial dengan mengimersikan wool dalam deterjen larut air pada suhu 60-70 C.
Standar 11.1.E
Penyimpanan wool pada suhu 18oC selama 4 minggu, atau 37oC selama 8hari.
MANUAL 12: PERSYARATAN SANITASI UNTUK RAW HIDE / SKIN (WET / DRY SALTED) YANG DIGUNAKAN UNTUK KEPERLUAN INDUSTRI
Standar Persyaratan sanitasi umum untuk importasi raw hide/skin (wet/dry salted) yang digunakan untuk keperluan industri ke dalam negara Indonesia adalah sebagai berikut:
Standar 12.1
Manual Persyaratan Kesehatan Hewan dan Sanitasi Produk Hewan Importasi bahan baku raw hide/skin (wet/dry salted) yang berasal dari negara pengekspor untuk keperluan industri harus memenuhi persyartan serta disertai dengan sertifikat sebagai berikut:
1. Sertifikat Kesehatan yang dikeluarkan oleh Dokter Hewan Berwenang yang menyatakan bahwa:
-Negara asal dinyatakan bebas dari penyakit hewan utama yaitu: Penyakit Mulut dan Kuku, Rinderpest, Peste des Petits Ruminant, Lumpy Skin Disease, Cacar Domba dan Cacar Kambing sekurang-kurangnya selama enam bulan sebelum tanggal ekspor.
-Bahan baku harus berasal dari daerah bebas anthrax dan telah menjalani pemeriksaan ante mortem dan post mortem atau berasal dari negara lain yang bebas dari penyakit ini.
2. Sertifikat Pemrosesan yang dikeluarkan oleh Petugas Kontrol Kualitas pada negara tersebut yang menyatakan bahwa:
- Industri tersebut pada saat memproses produk harus sepengetahuan dan dalam pengawasan dari pemerintah negara asal serta memiliki nomer pendirian.
- Pada saat pengolahan, material tersebut harus menjalani proses penggaraman sekurang-kurangnya selama 28 hari dalam garam laut yang mengandung 2% Natrium Karbonat.
Persyaratan Kesehatan untuk Importasi Bahan Baku Kulit ke dalam negara Indonesia
Standar 12.2
-Pemasukan Kulit Mentah Diawet :
Harus berasal dari dan atau transit di suatu negara yang sekurang-kurangnya dalam jangka 6 (enam) bulan terakhir dinyatakan bebas penyakit hewan menular daftar A-OIE (termasuk PMK).
-Pemasukan Kulit Wet Pickled :
Dapat dimasukkan dari dan/atau transit di negara yang sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan dinyatakan bebas penyakit hewan menular daftar A-OIE. Dapat dimasukkan dari berbagai negara yang berstatus endemik (tertular) penyakit hewan menular daftar A-OIE dengan persyaratan telah terlebih dahulu dilakukan Establishment Approval pada industri pengolahan kulit di negara asal.
MANUAL 13: PERSYARATAN SANITASI UNTUK WET BLUE / CRUST / FINISHED LEATHER YANG DIGUNAKAN UNTUK KEPERLUAN INDUSTRI
Standar Persyaratan sanitasi umum untuk importasi Wet blue/crust/finished leather yang digunakan untuk keperluan industri ke dalam negara Indonesia adalah sebagai berikut:
Standar 13.1
Importasi bahan baku wet blue/crust/finished leather yang berasal dari negara pengekspor untuk keperluan industri harus memenuhi persyartan serta disertai dengan sertifikat sebagai berikut:
1. Sertifikat Kesehatan yang dikeluarkan oleh Dokter Hewan Berwenang yang menyatakan bahwa:
-Negara asal tidak sedang dalam keadaan terjangkit wabah penyakit hewan utama yaitu: Penyakit Mulut dan Kuku, Rinderpest, Peste des Petits Ruminant, Lumpy Skin Disease, Cacar Domba dan Cacar Kambing.
-Impor kulit jadi (finished leather) dari negara epidemik diperbolehkan setelah Controlling, Inspection and Approval (CIA).
-Bahan baku harus berasal dari daerah bebas anthrax dan dari hewan yang berada dalam negara tersebut selama sekurang-kurangnya empat bulan, serta telah menjalani pemeriksaan ante mortem dan post mortem atau berasal dari negara lain yang bebas dari penyakit ini.
2. Sertifikat Pemrosesan yang dikeluarkan oleh Petugas Kontrol Kualitas pada negara tersebut yang menyatakan bahwa:
-Industri tersebut pada saat memproses produk harus sepengetahuan dan dalam pengawasan dari pemerintah negara asal serta memiliki nomer pendirian.
-Wet blue/crust/finished leather harus diolah sesuai dengan Standar Operasional dan Prosedur yang berlaku.
Persyaratan Kesehatan untuk Importasi Bahan Baku Kulit ke dalam negara Indonesia
Standar 13.2
-Pemasukan Kulit Wet Blue, Crust dan Finished Leather.
Dapat dimasukkan dari dan/atau transit di semua negara (status bebas dan endemik penyakit daftar A-OIE). Tetapi dari negara yang sedang dinyatakan wabah (epidemi) penyakit tersebut, maka dilarang pemasukannya ke Indonesia.Apabila wabah penyakit telah dapat dikendalikan (setelah 30 hari sejak kasus terakhir) maka pemasukkannya
dapat disetujui kembali.
Sumber: Balai Besar Karantina Hewan Tanjung Perak Surabaya
No comments:
Post a Comment