Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Thursday, 27 November 2014

Rintisan Pangan Masa Depan (Pangan 2.0)



Beberapa pekan lalu usaha rintisan pangan masa depan yang berada di Lembah Silicon muncul diberbagai media.  Salah satunya di koran Financial Time edisi pertengahan November 2014.  Contoh rintisan usaha itu antara lain Imposible Foods, Hampton Creek dan Soylent.


Imposible Foods yang didirikan oleh Pat Brown memamerkan makanan buatannya.  Salah satu yang ditampilkan adalah burger yang dibuat dari berbagai sayuran. Seluruh proses pembuatan burger itu masih dirahasiakan karena sangat mungkin terkait dengan hak cipta dan paten.


Dalam vedio yang ditampilkan, sayuran dimasukan ke dalam sebuah mesin.  Kemudian dalam sesi berikutnya terlihat daging yang digunakan untuk burger.  Pat menegaskan, ia tidak membuat daging alternatif, tetapi ia menyatakan, Imposible Foods membuat daging dengan cara yang lebih baik. 


Alasan pembuatan daging tanpa hewan ini adalah betapa mahalnya pembentukan sel daging hewan, mulai dari pengadaan pakan hewan, pembiakan hewan, pertumbuhan hewan, hingga pemotongan hewan.  Dalam rantai ini membutuhkan banyak energi terbuang.  Di sisi lain, harga daging dinilai masih mahal.  Burger ini hanyalah satu produk pangan 2.0.


Rintisan usaha pangan masa depan ini ingin ikut menangguk dana besar dari ledakan kapitalis di Lembah Silicon.  Bahkan mereka telah ancang-ancang untuk menggantikan teknologi digital yang menjadi fokus utama Lembah Silikon.  Mereka yakin suatu saat industri pangan masa depan itu akan menjadi mercusuar Lembah Silikon itu.  Mereka beralasan ledakan penduduk masa depan  membutuhkan penyelesaian dalam produksi pangan.   


Tanpa inovasi, miliaran penduduk akan kelaparan dan mati pada masa depan.  Menengok ke tanah air sepertinya kita juga membutuhkan loncatan besar untuk menyiapkan pangan masa depan.  Hal itu menantang kita semua.




Sumber Kompas 24 November 2014 hal 17.

Saturday, 14 June 2014

Kemakmuran naik, Kesenjangan Menurun

Kemakmuran naik, Kesenjangan Menurun

Indonesia, menurut Bank Dunia, merupakan negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar ke 10 di dunia berdasarkan paritas daya beli.  Negara Asia lain yang masuk kelompok 10 besar adalah Tiongkok, India dan Jepang.

Secara rata-rata kemakmuran Indonesia meningkat 4,87 persen, tetapi distribusinya tak merata.  Pada kelompok 40 persen masyarakat berpenghasilan rendah, peningkatan kesejahteraan hanya sekitar 2 persen.  Adapun 20 persen kelompok yang berpenghasilan tinggi, kenaikan kesejahteraan di atas 8 persen.  Artinya kelompok miskin menerima lebih sedikit manfaat pembangunan dibandingkan kelompok tidak miskin.

Berdasarkan pengeluaran rumah tangga, menurut badan pusat statistik (BPS), angka  rasio gini meningkat dari 0,33 pada 2002 menjadi 0,41 pada 2011 - 2013.

Di perkotaan ketimpangan lebih tinggi dari pada di pedesaan, yaitu 0,43 persen pada tahun 2013, dengan kecenderungan semakin senjang.  Di pedesaan besarnya 0,32 pada tahun 2013, menurun dibandingkan pada tahun 2011 (0.34 persen) dan pada tahun 2012 ( 0,33).

Ketimpangan kesempatan dianggap sebagai penyebab mendasar yang harus diatasi, misalnya dengan memberikan kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan dan kesehatan antara desa dan kota di seluruh penjuru tanah air.

Ketimpangan kemakmuran disebabkan pilihan kebijakan.  Subsidi BBM misalnya mengurangi kemampuan pemerintah membangun infrastruktur serta membbuat cakupan dan manfaat program bantuan sosial relatif rendah.

Terlalu mengandalkan pada ekspor berbasis sumber daya alam, terutama di kawasan timur Indonesia, ketika harga komoditas terus menurun sejak dua tahun terakhir.

Ketimpangan antara Jawa-Sumatera dan kawasan timur, terlihat dari aliran uang kartal dari non-Jawa menuju Jawa.  Padahal selama lima tahun terakhir penyaluran transfer ke dareah dari total APBN dan terhadap PDB relatif stabil, yaitu 30 persen dan 5 persen.

Ketimpangan tingkat kesejahteraan antarkabupaten/kota memang menurun karena otonomi daerah, tetapi ketimpangan di kabupaten / kota meningkat.

Jalan Keluar
Upaya pemetintah untuk mengerem ekspor komoditas berbahan sumber daya alam harus konsisten dilaksanakan untuk meningkatkan nilai tambah dan menciptakan lapangan kerja.

Lapangan kerja harus diciptakan untuk memindahkan sebanyak mungkin tenaga kerja dati sektor pertanian ke non-pertanian.  Artinya membangun industri mafaktur, termaduk agroindustri, berbasis pedesaan.

Reforma agraria, yaitu memberikan petani akses lebih adil, atas tanah, menjadi syarat mengurangi ketimpangan dan kemiskinan.

Subsiidi energi perlu dikurangi dan dialihkan untuk membangun infrastruktur vital serta program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan.  Negara-negara Amerika Latin berhasil menurunkan kesenjangan karena melaksanakan program sosial secara progresif.

Meningkatkan inklusi keuangan akan menambah jumlah orang yang bethubungan formal dengan perbankan dan meningkatkan akses UMKM tehadap permodalan.

Setelah permasalahan diidentifikasi dan jalan keluarnya dipetakan, perlu dilanjutkan komitmen bersama untuk bekerja secara fokus dan berkelanjutan.

Sumber: Kompas 13 Juni 2014.

Sunday, 8 June 2014

Pekan Nasional Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) XIV Tahun 2014



Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuka acara Pekan Nasional Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) XIV yang digelar di Stadion Kanjuruhan, Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sabtu 7 Juni 2014.  Penas KTNA digelar selama sepekan, 7-12 Juni 2014.

Penas KTNA merupakan wahana petani dan nelayan Indonesia untuk membangkitkan semangat, tanggung jawab dan melakukan konsulidasi organisasi dalam rangka meningkatkan peran serta dalam pembangunan sistem dan usaha agribisnis (Berdasarkan SK. Menteri Pertanian no. 4748/Kpts/OT.160/10/2014).

Penas KTNA 2014 dihadiri oleh wakil dari petani dan nelayan dari seluruh Tanah Air dan juga dihadiri oleh perwakilan petani dan nelayan dari negara-negara Asean, Jepang, Asia Pasifik, dan duta besar negara-negara sahabat.
Presiden SBY didampingi tiga Menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Ketiganya adalah Menteri Pertanian Suswono, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutarjo serta Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.

Dalam sambutanya Presiden SBY berharap sektor pertanian dan dua sektor penting lainnya, yakni perikanan, kelautan dan kehutanan menjadi ujung tombak kemajuan bangsa Indonesia ke depan.

Presiden SBY mengakui jasa petani dan nelayan di Tanah Air sangat besar. Sumbangan mereka untuk meningkatkan produktivitas dan dalam upaya mewujudkan swasembada dan ketahanan pangan di Indonesia harus diapresiasi dan dijunjung tinggi.

Presiden SBY mengajak kita menyatukan tekad yaitu memajukan ketiga sektor di negeri tercinta ini agar mampu menjadi ujung tombak kemajuan bangsa.

Menurut Presiden SBY, perkembangan penduduk dunia dewasa ini terus meningkat, sehingga kebutuhan pangan dunia juga akan meningkat, termasuk di Indonesia. Jadi swasembada pangan di Indonesia harus terus ditingkatkan.

Pada saat membuka Penas KTNA XIV, Presiden SBY juga meluncurkan Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP).

Presiden SBY memaparkan, untuk meningkatkan kemakmuran Indonesia, untuk meningkatkan kemakmuran ada tiga sasaran yang harus ditetapkan yaitu:

1.   Negara Indonesia dapat mengusahakan kecukupan pangan bahkan lebih.
2.   Penghasilan petani, nelayan, dan petani hutan meningkat.
3.   Rakyat Indonesia dapat membeli pangan dengan harga terjangkau.

Ada lima pihak yang dilibatkan untuk mencapai sasaran tersebut yaitu:
1.   Pemerintah Pusat dan Daerah menusun kebijakan dan membuat regulasi yang tepat termasuk menciptakan iklim investasi yang tepat untuk melindungi petani.
2.   Kelompok pakar atau peneliti atau motivator bidang pertanian harus bekerja keras untuk meningkatkan produksi pertanian.
3.   Para pengusaha bidang hasil pertanian dan bidang perindustrian harus melakukan secara adil agar petani dan nelayan memperoleh keuntungan yang cukup.
4.   Komunitas petani harus tetap rajin dan terampil serta menguasai teknologi usaha tani.
5.   Semua masyarakat tidak boros pangan, dan harus efisien dalam pemanfaatan bahan pangan pokok.
 
Presiden juga mengingatkan bahwa Koperasi Usaha Kecil dan Menengah yang melayani petani dan nelayan harus berkembang.

Wednesday, 2 April 2014

Pilihan Peningkatan Industri Pertanian



Agar perekonomian Indonesia bisa terus berkembang secara berkelanjutan, perlu perubahan arah pembangunan ekonomi, terutama pembangunan pertanian dan manufaktur nasional.

Berbagai Usaha yang perlu dilakukan antara lain :

Pertama, melakukan kebijakan desentralisasi perencanaan dan kebijakan ekonomi nasuional.  Setiap daerah punya kemampuan berbeda yang harus dikembangkan secara optimal.

Kedua, meningkatkan produktivitas petani kecil yang seiring dengan pengembangan industrialisasiberbasis pertanian.  Masih ada peluang besar bagi peningkatan produktivitas tanaman  oleh petani kecil dari pada korporasi.  Cara ini dilakukan agar ada keterkaitan antara petani kecil dan Industri.  Tiongkok, misalnya, mulai berkembang ekonominya karena membangun unit produksidi pedesaan dalam jumlah banyak.

Ketiga, perlunya investasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung industrialisasiagar transfer tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri bisa berjalan dengan baik, seperti halnya dilakukan Thailand dan Korea Selatan.

Keempat, pentingnya penyesuaian kebijakan harga ditingkat makro, seperti nilai tukar dan suku bunga, untuk mendukung investasi dan pengurangan subsidi untuk konsumsi, seperti subsidi BBM.

Kelima, menghitung dengan cermat ekspansi lahan untuk perkebunan besar, seiring dengan meningkatkan produktivitas lahan yang ada. Perluasan lahan diharapkan bisa bersinergi untuk bisa memberikan insentif bagi peningkatan produktivitas.

Keenam, membentuk Koperasi Pertanian Nasional yang tangguh. Pemerintah membentuk Kopersi Pertanian Nasional yang kuat beranggotakan petani-petani di seluruh Indonesia. Pembentukan Koperasi Pertanian Nasional ini bertujuan untuk membantu mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pendapatan petani. Perlu adanya usaha mobilisasi massa petani, mengatur usaha pertanian dan aktivitas mereka, serta memperkuat perekonomian mereka. Contohnya JA Cooperative koperasi pertanian di Jepang mempunyai posisi tawar yang sangat kuat termasuk dalam menentukan harga produk pertanian para petani mereka.

Koperasi Pertanian Nasional ini yang secara umum bisa bertugas antara lain sebagai berikut:

1. Memberikan nasehat dalam mengelola usaha tani, penguasaan teknologi, dan penyebaran informasi pertanian,
2. Mengumpulkan, mengangkut, dan mendistribusikan serta menjual produk pertanian,
3. Penyediaan sarana produksi,
4.  Mengatur pengolahan produk pertanian dan penyimpanan produk,
5.  Sebagai Bank, dan
6. Sebagai badan asuransi.


Daftar bacaan:
1.    Kompas 2 April 2014, hal 15.
2.    http://atanitokyo.blogspot.com/2009/02/zen-noh-koperasi-terbesar-di-dunia.html

Friday, 28 March 2014

Country Report of Indonesia in 17th Meeting of SEACFMD



Country Report of Indonesia in 17th Meeting of the OIE Sub-Commissi on for Foot and Mouth Disease Control in South East Asia and China (SEACFMD) Bali, Indonesia, 7-11 March 2011

Abstract

Indonesia declared its freedom from FMD in 1986 and it was recognised by OIE in 1990. In order to maintain the free status of FMD, control programme implemented is mainly focused on surveillance, emergency preparedness (simulation exercise) and public awareness.

FMD status

Indonesian freedom from FMD was recognised by OIE in 1990. The program to maintain the free status of FMD is mainly focused on surveillance, emergency preparedness (simulation exercise) and public awareness.  

Report on achievement of objectives of the SEAFMD Campaign

Eight components of SEACFMD strategic plan implemented by Indonesia are summarized as follows :

Component 1: International co-ordination and support

Indonesia has been participating in a number of meetings of FMD as well as other Transboundary Animal Diseases in South-East Asia

Component 2: Programme Management, Resources and Funding

Indonesia has agreed to contribute a total amount of US$ 300,000.00 to be paid for 6 years at US$ 50,000.00 starting from 2006.

Component 3: Public Awareness and Communications

Internally, Indonesia has prepared a Guideline of FMD, namely IndoVetPlan on FMD and has been distributed to the target persons/institutions. The implementation of the IndoVetPlan is through the simulation exercise on FMD outbreak, which has been started in 2010. However, since there is a limited budget to cover the whole participants from all over Indonesia, the simulation exercise is conducted separately every year for participants from each big island in Indonesia. The roadmap of the simulation exercise is as follows: 
a. 2010: Java Island (3-5 August 2010)
b. 2011: Sumatera Island
c. 2012: Kalimantan Island
d. 2013: Sulawesi Island
e. 2014: Bali, NTB, NTT, Maluku and Papua

Besides conducting a simulation exercise, brochures, stickers and leaflet are also produced to increase the public awareness and communication.  Externally, Indonesia has attended Communications Workshop, and the communication person has been  choosen.

Component 4: Disease surveillance, diagnosis, reporting and control

Every year the National Centre for Veterinary Biologics (Pusvetma) Surabaya is conducting a routine surveilans for FMD, and supported by 8 regional Disease Investigation Center (DIC).

Component 5: Policy, legislation and standards to support disease control and zone establishment

A new law has been established, namely Law number 18 year 2009 on Animal Husbandry and Animal Health. This law is replacing the Law number 6 year 1967.

Component 6: Regional research and technology transfer

Applied research was initiated by The Indonesian Research Centre for Veterinary Science (BBALITVET).  Other research activity is conducted as part of degree studies in collaboration with Australia.

Component 7: Livestock sector development including private sector integration

The involvement of private sectors sectors for disease control is obvious. A number of private companies have been participating on HPAI controls. It shoud also be working for FMD.

Component 8: Monitoring and evaluation

Internally, monitoring and evaluation (MONEV) of over all animal health program are mainly conducted by routine MONEV activities by Directorate General of Livestock and Animal Health Services (DGLAHS) and Provincial District Livestock Services. Externally, assessment of veterinary services in Indonesia has been conducted by OIE on the PVS programme.

Author and date:
Pudjiatmoko, DVM, PhD,
Director of Animal Health, Directorate of Animal Health,
Directorate General of Livestock and Animal Health Services (DGLAHS),
Ministry of Agriculture, Indonesia,
7 March 2011

Source
SEACFMD 17th OIE Sub-Commission Meeting, Bali, Indonesia