Pada tanggal 31 Maret 2013
Otoritas Cina melaporkan identifikasi virus Avian Influenza A(H7N9) galur baru
pada tiga orang yang memperlihatkan gejala flu-like di kota Sanghai dan
Propinsi Anhui; semua orang yang terinfeksi virus ini meninggal. Galur virus ini belum pernah
diidentifikasikan sebelumnya baik yang berasal dari manusia maupun hewan.
Pada tanggal 30 Mei 2013 telah
dikonfirmasi 132 kasus pada manusia, telah menimbulkan 37 orang meninggal di 11
Propinsi, Anhui, Beijing, Fujian, Henan, Hunan, Jiangsu, Jiangxi, Shandong, Shanghai,
Taiwan, dan Zheijiang. Meskipun awal
paparan virus pada setiap kasus tidak terindentifikasi dengan jelas, banyak
diantara mereka orang yang terinfeksi virus AI ini telah dilaporkan pernah
kontak dengan unggas melalui kunjungan ke pasar unggas, rumah potong unggas dan
kegiatan transportasi unggas.
Guangdong merupakan provinsi
dimana tidak terdapat kasus pada manusia meskipun ditemukan virus AI ini pada
dua ekor ayam di dua pasar unggas.
Pada tanggal 30 Mei 2013 dilaporkan tidak ditemukan gejala klinis Avian
Influenza A(H7N9) pada unggas ternak dan spesies hewan lain (unggas liar dan babi)
yang berpotensi tertular virus tersebut.
Otoritas Cina mendeteksi virus
Avian Influenza A (H7N9) pada sampel yang berasal dari ayam, bebek, dan burung
merpati dimana sebagian besar diperoleh dari pasar unggas hidup dan penjual
unggas ini ada kaitanya dengan kasus pada manusia. Dalam laporan menunjukan tidak ada satupun
unggas memperlihatkan gejala klinis AI meskipun dalam uji positif virus AI ini.
Kegiatan surveilans dilanjutkan dengan pengambilan
sampel yang berasal dari unggas dan lingkungan pasar unggas hidup; unggas,
unggas liar dan lingkungan peternakan.
Pada tanggal 23 Mei 2013 dari sebanyak
197 389 sampel swab telah diuji oleh otoritas veteriner, terdapat 53 sampel
positif ditemukan virus Avian Influenza A (H7N9).
Terdapat empat risiko penyebaran
virus Avian Influenza A (H7N9).
1.
Risiko penyebaran virus Avian Influenza A (H7N9)
dari peternakan terinfeksi ke peternakan belum terinfeksi di area di China
a. Kemungkinan
tertinggi penyebaran virus ini dalam area yang sudah tertular berhubungan
dengan jalur risiko pada pasar unggas hidup, perdagangan unggas hidup,
lalulintas unggas ilegal , dan muntahan.
b. Kemungkinan
sedang terjadi infeksi peternakan unggas dalam area tertular di Cina melalui
lalulintas anak ayam umur sehari (DOC) dan ayam aduan. Apakah DOC dapat terinfeksi, dan apakah virus
dapat bertahan hidup pada temperatur inkubator tidak diketahui dengan jelas.
c. Kemungkinan
rendah terjadi penyebaran virus ini berhubungan dengan banyak jalur risiko yang
berpotensi lainnya termasuk manusia sebagai sumber infeksi kepada unggas (catatan
bahwa jaket dan alas kaki yang tertempel tanah dapat berperan sebagai alat
pembawa virus sampai ke dalam kandang yang masih bebas dari virus AI ini) dan
penularan melalui telur tetas, burung liar atau burung balap. Ketidakpastian setiap jalur risiko ini
bervariasi.
d. Risiko
penyebaran virus melalui produk hewan yang tidak diproses atau produk yang berasal
dari hewan bervariasi dari risiko tingkat rendah sampai dengan diabaikan
risikonya, tergantung pada tradisi budaya dan penggunaan. Akan tetapi secara umum dianggap berisiko
sangat rendah.
e. Harap
dicatat bahwa risiko penularan virus ke peternakan unggas melalui produk hewan
yang sudah diproses dan telur tetas telah disimpulkan risikonya diabaikan dan
tidak bermanfaat mempertimbangkannya terus sebagai jalur risiko dalam area yang
tertular/wabah.
2.
Risiko penyebaran virus Avian Influenza A (H7N9)
dari area tertular ke area dengan risiko sedang – tinggi.
a. Kemungkinan
tertinggi terjadi penyebaran virus ke unggas dalam wilayah ini berhubungan
dengan pasar unggas hidup, lalulintas unggas hidup, dan lalulintas burung
informal/ilegal.
b. Kemungkinan
sedang terjadi penyebaran virus ini berhubungan dengan muntahan, burung liar,
dan ayam aduan. Kondisi cuaca (seperti
musim panas/kering) dapat menurunkan waktu bertahan hidup virus Avian Influenza
pada muntahan dan berpengaruh terhadap risiko penyebarannya. Burung liar merupakan salah satu faktor
risiko karena jalur perpindahannya melintasi antar negara karena pengaturan biosekuriti
tidak dapat mencegah introduksi burung liar.
Tidak terdapat kepastian akan peran burung migratori dalam penularan
virus ini, akan tetapi tidak terdapat perbedaan risiko penularan antara negara
berrisiko tertular tinggi dangan negara yang berrisiko tertular sedang.
c. Kemungkinan
rendah terjadi penyebaran virus ini melalui perdagangan produk asal unggas dan
turunnya secara legal maupun ilegal, dan perdagangan hewan hidup spesies lain
yang berpotensi tertular dianggap rendah.
3.
Risiko penyebaran virus Avian Influenza A (H7N9)
dari area tertular ke area dengan risiko rendah.
a. Secara
definisi, negara atau area tidak terinfeksi berisiko rendah tidak melakukan
perdagangan secara langsung dengan negara tertular, atau negara atau area yang
berisiko tinggi tertular. Akan tetapi
perdagangan ilegal unggas hidup, DOC, telur tetas, semen unggas, produk asal
hewan dan turunannya dari peternakan di dalam area yang tertular tidak dapat
dikecualikan, dan unggas terinfeksi bisa diperdagangkan dalam jalur perdagangan
yang baik tanpa memperlihatkan gejala klinis.
Unggas hidup dan DOC dapat bisa dimasukan risiko rendah penyebaran
virus, sedangkan risiko penyebaran virus ini melalui telur tetas dapat
dikelompokan sebagai risiko yang dapat diabaikan. Isiko penularan secara keseluruhan yang
berhubungan dengan perdagangan unggas hidup atau produknya dinyatakan sebagai
risiko yang dapat diabaikan.
b. Kemungkinan penyebaran virus ini terkait dengan
gerakan migrasi burung liar
tidak dapat dikecualikan, dan dan
moderat di negara-negara berisiko rendah.
Meskipun penyebaran segera tidak dapat dilihat selama musim migrasi saat
ini, perbanyakan virus dapat cepat terjadi pada tempat pemberhentian burung2
liar yang jumlahnya banyak dan pada masa yang akan datang bisa menimbulkan
penyebaran virus dalam jangkauan jarak yang jauh.
c. Risiko
virus ini menyebar melalui perdagangan sangat tergantung pada penerapan
kerangka kerja regulasi di negara dengan risiko rendah tertular virus ini.
4.
Risiko manusia terpapar virus Avian Influenza A
(H7N9) dari unggas berpotensi menginfeksi di dalam area yang terinfeksi di
China
a. Sampai
saat ini, investigasi epidemiologi menunjukan bahwa paparan pada manusia
berhubungan dengan kontak dengan spesies unggas hidup secara langsung maupun
tidak langsung terutama dalam pasar unggas hidup atau transportasi unggas, atau
kontak langsung dengan muntahan (contohnya pada krat/kemasan/tempat pemindahan
unggas).
b. Kemungkinan
paparan virus ini pada manusia dinyatakan tingi di area tertular; sejumlah
paparan virus dapat terjadi melalui udara atau partikel air yang dapat
menimbulkan penyebaran virus dari unggas yang berpotensi terinfeksi terutama
melalui oropharyngeal.
Sumber : Addressing the avian
influenza A (H7N9) emergency, FAO