Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Saturday, 29 June 2013

Risiko penyebaran virus Avian Influenza A (H7N9)



Pada tanggal 31 Maret 2013 Otoritas Cina melaporkan identifikasi virus Avian Influenza A(H7N9) galur baru pada tiga orang yang memperlihatkan gejala flu-like di kota Sanghai dan Propinsi Anhui; semua orang yang terinfeksi virus ini meninggal.  Galur virus ini belum pernah diidentifikasikan sebelumnya baik yang berasal dari manusia maupun hewan.

Pada tanggal 30 Mei 2013 telah dikonfirmasi 132 kasus pada manusia,  telah menimbulkan 37 orang meninggal di 11 Propinsi, Anhui, Beijing, Fujian, Henan, Hunan, Jiangsu, Jiangxi, Shandong, Shanghai, Taiwan, dan Zheijiang.   Meskipun awal paparan virus pada setiap kasus tidak terindentifikasi dengan jelas, banyak diantara mereka orang yang terinfeksi virus AI ini telah dilaporkan pernah kontak dengan unggas melalui kunjungan ke pasar unggas, rumah potong unggas dan kegiatan transportasi unggas.

Guangdong merupakan provinsi dimana tidak terdapat kasus pada manusia meskipun ditemukan virus AI ini pada dua ekor ayam di dua pasar unggas.

Pada tanggal 30 Mei 2013  dilaporkan tidak ditemukan gejala klinis Avian Influenza A(H7N9) pada unggas ternak dan spesies hewan lain (unggas liar dan babi) yang berpotensi tertular virus tersebut.  

Otoritas Cina mendeteksi virus Avian Influenza A (H7N9) pada sampel yang berasal dari ayam, bebek, dan burung merpati dimana sebagian besar diperoleh dari pasar unggas hidup dan penjual unggas ini ada kaitanya dengan kasus pada manusia.  Dalam laporan menunjukan tidak ada satupun unggas memperlihatkan gejala klinis AI meskipun dalam uji positif virus AI ini.

 Kegiatan surveilans dilanjutkan dengan pengambilan sampel yang berasal dari unggas dan lingkungan pasar unggas hidup; unggas, unggas liar dan lingkungan peternakan.  

Pada tanggal 23 Mei 2013 dari sebanyak 197 389 sampel swab telah diuji oleh otoritas veteriner, terdapat 53 sampel positif ditemukan virus Avian Influenza A (H7N9).

Terdapat empat risiko penyebaran virus Avian Influenza A (H7N9).
1.        
      Risiko penyebaran virus Avian Influenza A (H7N9) dari peternakan terinfeksi ke peternakan belum terinfeksi di area di China

a.       Kemungkinan tertinggi penyebaran virus ini dalam area yang sudah tertular berhubungan dengan jalur risiko pada pasar unggas hidup, perdagangan unggas hidup, lalulintas unggas ilegal , dan muntahan.

b.      Kemungkinan sedang terjadi infeksi peternakan unggas dalam area tertular di Cina melalui lalulintas anak ayam umur sehari (DOC) dan ayam aduan.  Apakah DOC dapat terinfeksi, dan apakah virus dapat bertahan hidup pada temperatur inkubator tidak diketahui dengan jelas.

c.       Kemungkinan rendah terjadi penyebaran virus ini berhubungan dengan banyak jalur risiko yang berpotensi lainnya termasuk manusia sebagai sumber infeksi kepada unggas (catatan bahwa jaket dan alas kaki yang tertempel tanah dapat berperan sebagai alat pembawa virus sampai ke dalam kandang yang masih bebas dari virus AI ini) dan penularan melalui telur tetas, burung liar atau burung balap.  Ketidakpastian setiap jalur risiko ini bervariasi.

d.      Risiko penyebaran virus melalui produk hewan yang tidak diproses atau produk yang berasal dari hewan bervariasi dari risiko tingkat rendah sampai dengan diabaikan risikonya, tergantung pada tradisi budaya dan penggunaan.  Akan tetapi secara umum dianggap berisiko sangat rendah.

e.      Harap dicatat bahwa risiko penularan virus ke peternakan unggas melalui produk hewan yang sudah diproses dan telur tetas telah disimpulkan risikonya diabaikan dan tidak bermanfaat mempertimbangkannya terus sebagai jalur risiko dalam area yang tertular/wabah.

2.       Risiko penyebaran virus Avian Influenza A (H7N9) dari area tertular ke area dengan risiko sedang – tinggi.

a.       Kemungkinan tertinggi terjadi penyebaran virus ke unggas dalam wilayah ini berhubungan dengan pasar unggas hidup, lalulintas unggas hidup, dan lalulintas burung informal/ilegal.  

b.      Kemungkinan sedang terjadi penyebaran virus ini berhubungan dengan muntahan, burung liar, dan ayam aduan.  Kondisi cuaca (seperti musim panas/kering) dapat menurunkan waktu bertahan hidup virus Avian Influenza pada muntahan dan berpengaruh terhadap risiko penyebarannya.  Burung liar merupakan salah satu faktor risiko karena jalur perpindahannya melintasi antar negara karena pengaturan biosekuriti tidak dapat mencegah introduksi burung liar.  Tidak terdapat kepastian akan peran burung migratori dalam penularan virus ini, akan tetapi tidak terdapat perbedaan risiko penularan antara negara berrisiko tertular tinggi dangan negara yang berrisiko tertular sedang.  

c.       Kemungkinan rendah terjadi penyebaran virus ini melalui perdagangan produk asal unggas dan turunnya secara legal maupun ilegal, dan perdagangan hewan hidup spesies lain yang berpotensi tertular dianggap rendah. 

3.       Risiko penyebaran virus Avian Influenza A (H7N9) dari area tertular ke area dengan risiko rendah.

a.       Secara definisi, negara atau area tidak terinfeksi berisiko rendah tidak melakukan perdagangan secara langsung dengan negara tertular, atau negara atau area yang berisiko tinggi tertular.  Akan tetapi perdagangan ilegal unggas hidup, DOC, telur tetas, semen unggas, produk asal hewan dan turunannya dari peternakan di dalam area yang tertular tidak dapat dikecualikan, dan unggas terinfeksi bisa diperdagangkan dalam jalur perdagangan yang baik tanpa memperlihatkan gejala klinis.  Unggas hidup dan DOC dapat bisa dimasukan risiko rendah penyebaran virus, sedangkan risiko penyebaran virus ini melalui telur tetas dapat dikelompokan sebagai risiko yang dapat diabaikan.  Isiko penularan secara keseluruhan yang berhubungan dengan perdagangan unggas hidup atau produknya dinyatakan sebagai risiko yang dapat diabaikan.

b.      Kemungkinan penyebaran virus ini terkait dengan gerakan migrasi burung liar tidak dapat dikecualikan, dan dan moderat di negara-negara berisiko rendah.  Meskipun penyebaran segera tidak dapat dilihat selama musim migrasi saat ini, perbanyakan virus dapat cepat terjadi pada tempat pemberhentian burung2 liar yang jumlahnya banyak dan pada masa yang akan datang bisa menimbulkan penyebaran virus dalam jangkauan jarak yang jauh.

c.       Risiko virus ini menyebar melalui perdagangan sangat tergantung pada penerapan kerangka kerja regulasi di negara dengan risiko rendah tertular virus ini.

4.       Risiko manusia terpapar virus Avian Influenza A (H7N9) dari unggas berpotensi menginfeksi di dalam area yang terinfeksi di China 

a.       Sampai saat ini, investigasi epidemiologi menunjukan bahwa paparan pada manusia berhubungan dengan kontak dengan spesies unggas hidup secara langsung maupun tidak langsung terutama dalam pasar unggas hidup atau transportasi unggas, atau kontak langsung dengan muntahan (contohnya pada krat/kemasan/tempat pemindahan unggas).

b.      Kemungkinan paparan virus ini pada manusia dinyatakan tingi di area tertular; sejumlah paparan virus dapat terjadi melalui udara atau partikel air yang dapat menimbulkan penyebaran virus dari unggas yang berpotensi terinfeksi terutama melalui oropharyngeal. 


Sumber : Addressing the avian influenza A (H7N9) emergency, FAO
               

Thursday, 27 June 2013

Perkembangan Pengendalian Avian Influenza A (H7N9)



Pada tanggal 31 Maret 2013 Otoritas Republik Rakyat Cina melaporkan pertama kali Timur kepada Organisasi Kesehatan Dunia tiga kasus manusia terinfeksi dengan Influenza strain A baru (H7N9) di Cina bagian, sesuai ketentuan Regulasi Kesehatan Internasional (International Health Regulations, WHO 2007)

Tiga orang yang terinfeksi meninggal setelah memperlihatkan gejala penyakit pada saluran pernapasan dari gejala yang ringan hingga berat termasuk pneumonia (radang paru-paru) yang parah.  Sejak saat itu, hampir setiap hari dilaporkan kasus baru oleh Kementerian Kesehatan Cina.  Sementara itu sumber penyebab A (H7N9) belum bisa dikonfirmasi, surveilans virus kasus besar memperlihatkan bukti terdapat infeksi pada ayam, itik dan merpati.  Dan juga telah ditemukan postif sampel yang diperoleh dari lingkungan di beberapa pasar unggas hidup. 

Sejauh ini belum ditemukan kasus pada burung liar dan babi.  Cara infeksi pada manusia dipercayai melalui rute oro-paryngeal route, yang bisa menyebabkan gejala klinis dari sub-klinis hingga ringan dan bisa menyebabkan pneumonia yang parah. 

Angka kematian diperkirakan mencapai 20%.

Virus Influenza A (H7N9) ini unik karena tidak menyebabkan penyakit atau penurunan produksi pada populasi unggas tetapi telah menimbulkan infeksi yang berat pada manusia.  Jadi low pathogenic Influenza A(H7N9) ini mempunyai potensi yang besar menyebar luas di peternakan unggas tanpa terdeteksi. 
Sampai saat ini belum ada bukti terdapat penularan dari manusia ke manusia yang berlanjut.

Analisis secara Laboratorium terhadap genetik yang membentuk virus ini menjadi perhatian utama.  Rangkaian genetiknya berasal dari paling sedikit 4 virus avian inflliuenza, dan telah menunjukan mempunyai kecocokan pada sel mamalia.  Maka dari itu, spesies hewan mamalia berpotensi terinfeksi dan menjadi reservoir kedua.

Data surveilans dan epidemiologi menunjukan bahwa virus ini terdapat pada level tinggi dalam lingkungan pasar unggas hidup (terutama pada pasar besar).  Sumber besar virus di pasar adalah unggas domestik yang dibawa dari berbagai peternakan kemudian tersebar keluar dari pasar.  

Pasar unggas hidup tampaknya menjadi sumber utama penyebaran virus ke manusia.  Ini merupakan asumsi awal berdasarkan keterbatasan data,

Hal ini belum cukup dapat ditekankan karena masih terdapat kesenjangan pengetahuan yang signifikan mengenai sumber virus dari hewan dan distribusi secara geografik.

Pemerintah RRC telah merespon situasi ini dengan mengimplementasikan berbagai macam peraturan termasuk pengafkiran dan kompensasi, penutupan pasar unggas hidup, pelarangan lalulintas unggas dari provinsi tertular.  Palarangan ini telah menimbulkan dampak negatif pada poduksi unggas.  Kerugian baik pada penyakit pada manusia maupun kehilangan kehidupan, kerugian secara ekonomi, pada tiga minggu pertama sejak kasus virus baru ini ditotal diperkirakan sekitar 1,6 milyar USD.  

Akan tetapi pelaksanaan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah RRC telah menghasilkan dampak positif, kasus pada manusia telah mengalami penurunan secara signifikan setelah dilakukan penutupan pasar unggas hidup di daerah Shanghai.


Untuk pencegahan penyebaran virus H7N9 ini telah diselenggarakan diskusi Tehnik dan Kebijakan pada Pencegahan dan Pengendalian Avian Influenza A (H7N9) di Asia bertempat di bangkok tanggal 24-25 Juni 2013.

Sunday, 23 June 2013

Peluncuran Vaksin Flu Burung H5N1 Subclade 2.3.2 di Indonesia


 
Kementerian Pertanian (Kemtan) akhirnya merampungkan produksi vaksin flu burung jenis H5N1 clade 2.3.2.  Vaksin tersebut diluncurkan pada hari Rabu 9 Mei 2013 yang lalu di Jember Jawa Timur.  Untuk tahap awal, telah diproduksi vaksin sebanyak 3 juta dosis oleh Pusat Veteriner Farma Surabaya.