Doksisiklin untuk Pengobatan Ornithosis dan
Psittacosis pada Burung
Infeksi Chlamydia psittaci, yang menyebabkan
penyakit ornithosis atau psittacosis, masih menjadi tantangan utama dalam
praktik kedokteran hewan unggas, khususnya pada burung peliharaan seperti
burung beo, finch, merpati, dan ayam pekarangan. Penyakit ini bersifat
zoonosis, dapat menimbulkan gangguan pernapasan kronis dan menyebar melalui
sekret pernapasan dan feses. Penanganan yang tepat sangat penting untuk
melindungi kesehatan burung dan mencegah potensi risiko bagi manusia.
Salah satu pendekatan yang telah digunakan secara luas
dalam pengobatan infeksi C. psittaci adalah terapi antibiotik
menggunakan doksisiklin. Di antara berbagai bentuk sediaan, sediaan injeksi
sering kali menjadi pilihan pada kasus infeksi kronis atau ketika burung
mengalami penurunan nafsu makan, sehingga sulit diberikan obat melalui pakan atau
air minum.
Psittavet Suntik, yang mengandung 50 mg/mL doksisiklin
hidroklorida, merupakan sediaan injeksi intramuskular yang dirancang khusus
untuk pengobatan infeksi bakteri sensitif, termasuk C. psittaci.
Keunggulan utama produk ini terletak pada kemampuan absorpsinya yang cepat
melalui sirkulasi darah, sehingga dapat segera mencapai jaringan target tempat
bakteri berkoloni. Ini menjadikannya pilihan ideal terutama dalam penanganan
kasus psittacosis yang memerlukan intervensi sistemik.
Penggunaan Psittavet cukup praktis, karena hanya
membutuhkan satu kali suntikan per minggu selama enam minggu. Dosis
yang dianjurkan adalah 0,1 mL per 100gram berat badan, dengan rotasi titik
suntik untuk mencegah iritasi lokal. Sebagai contoh, seekor burung beo dengan
berat 400gram memerlukan dosis sekitar 0,4 mL per kali penyuntikan.
Pengalaman
lapangan menunjukkan bahwa sediaan ini telah digunakan di berbagai kebun
binatang dan lembaga konservasi burung, khususnya pada satwa koleksi yang tidak
memungkinkan pengobatan oral jangka panjang. Formulasinya dikembangkan oleh
dokter hewan unggas berpengalaman, dan meskipun tersedia secara impor, produk
ini tetap memperhatikan standar keselamatan dan kualitas yang ketat.
Meskipun
demikian, perlu diingat bahwa produk ini tidak diperuntukkan bagi hewan yang
hasil ternaknya dikonsumsi manusia. Oleh
karena itu, penggunaan pada ayam atau unggas konsumsi harus dihindari.
Penggunaan oleh paramedik veteriner dan pengelola satwa sebaiknya selalu
dilakukan di bawah pengawasan dokter hewan, khususnya untuk memastikan teknik
injeksi yang benar serta mencegah efek samping yang tidak diinginkan.
Dengan pemahaman yang baik tentang karakteristik penyakit
dan cara kerja doksisiklin, diharapkan para praktisi veteriner dapat mengambil
keputusan terapi yang tepat, demi menjaga kesehatan burung peliharaan sekaligus
menekan risiko penularan zoonosis ke manusia.

No comments:
Post a Comment