Subuh Bersama Sang Muazin: Ternyata
Ini Rahasia Rezekinya Tak Pernah Putus !
Assalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
Subuh pagi itu, hawa sejuk menyelimuti
langit BSD. Kabut tipis masih menyelimuti pepohonan, dan burung-burung mulai
berkicau pelan mengiringi cahaya fajar yang perlahan menyapa. Usai menunaikan
shalat Subuh berjamaah di Masjid Al-Hakim, saya duduk bersisian dengan Ustadz
Abu Zahra, muazin andalan masjid kami yang suaranya mengalun merdu menggetarkan
hati.
“Ustadz, saya mohon izin ingin belajar
kepada Ustadz,” ucap saya perlahan, membuka percakapan dengan nada penuh
hormat. Sudah lama saya ingin berbincang, dan pagi ini Allah pertemukan kami
dalam suasana yang sangat khusyuk. Duduk bersebelahan setelah shalat Subuh
terasa begitu hangat dan akrab, seolah Allah SWT sedang membukakan ruang untuk
saya menyelami keteladanan seorang hamba yang begitu istiqamah.
Masya Allah, Ustadz Abu Zahra selalu menjadi yang pertama datang ke masjid. Beliau dengan
setia mengumandangkan adzan setiap waktu shalat, tanpa absen kecuali ada
halangan berat. Jika imam berhalangan, beliau siap maju ke depan menjadi
pengganti. Beliau pula yang menyiapkan mikrofon, sajadah imam, bahkan menjadi
MC pada kajian Sabtu dan Ahad tanpa diminta. Hari Jumat, selepas syuruk, beliau
menyapu karpet dan membersihkan podium untuk khutbah Jumat. Semua dikerjakan
dalam diam, penuh keikhlasan.
Saya merenung dalam hati, “Sungguh
ini adalah rezeki yang luar biasa.” Rezeki bukan hanya harta, tetapi
kemuliaan untuk bisa memanggil orang-orang menuju shalat berjamaah di rumah
Allah. Rasulullah SAW bersabda:
“Seandainya manusia tahu pahala adzan
dan shaf pertama, lalu mereka tidak mendapatkannya kecuali dengan undian,
niscaya mereka akan melakukan undian untuk mendapatkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Saya kagum dan jujur, merasa iri dalam
makna yang baik. Lalu saya pun bertanya, “Ustadz, apa rahasianya bisa istiqamah
dan diberi kelapangan rezeki dalam arti yang luas?” Apa karena doa Ibu ? Beliau terdiam. Suaranya
mulai parau. Air mata menggenang di matanya.
“Kalau saya ditanya tentang Ibu…”
katanya lirih, “…saya selalu ingat bagaimana Ibu mendoakan saya setiap saya
pergi. Saya selalu minta doa sebelum keluar rumah.”
Saya terdiam. Haru menyeruak. Saya
usap punggung beliau pelan. “Maafkan saya Ustadz, jika membuat Ustadz teringat
kenangan yang begitu dalam.”
Ustadz lalu bercerita, sejak SD ia
sudah biasa ke masjid, bahkan menginap di masjid. Rumahnya sekitar satu kilometer dari masjid, ditempuh dengan berjalan kaki. Dari kecil hingga SMP,
hingga belajar Paket C sebagai pengganti SMA, beliau tetap rutin adzan di
masjid.
“Saya ini orang bodoh,” ujarnya
merendah. Tapi Allah angkat derajatnya. Dari tukang serabutan di kampung,
beliau datang ke Serpong karena ajakan pamannya. Ia mulai bekerja sebagai OB (Office
Boy) di SMPN, lalu menikah, punya dua anak, dan atas dorongan keluarga,
kuliah di usia 45 tahun di Universitas PTIQ Jakarta Fakultas Tarbiyah, Jurusan Pendidikan
Agama Islam.
Masya Allah, di usia 48 tahun, setelah
lulus, ia ditawari menjadi guru. Awalnya ragu, namun setelah istikharah dan
mendapat dorongan dari dosen dan teman, ia menerima tugas itu. Sampai sekarang,
beliau mengajar di SMP Negeri, tetap menjadi muazin lima waktu, dan terus
mengabdi.
Ketika saya bertanya tentang rezeki,
beliau tersenyum dan menjawab, “Rezeki selalu ada, Alhamdulillah. Kuncinya
disyukuri.”
Saya juga bertanya tentang bagaimana
menghadapi siswa-siswa SMP. Beliau mengaku sempat kesulitan menarik perhatian
murid. Tapi beliau terbuka untuk belajar. “Saya kurang paham sains, tapi saya
siap menerima masukan,” katanya tulus.
Yang paling membekas adalah pesan
terakhir beliau, “Saya tidak pernah menolak perintah guru. Barangkali inilah
sebab Allah beri kemudahan. Doa dan ridho guru itu kunci.”
Subhanallah. Dalam hening Subuh itu,
saya seperti belajar langsung makna QS Al-Mujadilah ayat 11: “Allah akan
mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu beberapa derajat.”
Dan sabda Nabi ﷺ: “Barang siapa
menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan
menuju surga.” (HR. Muslim)
Ustadz Abu Zahra bukan hanya guru,
tapi teladan. Dalam diamnya, ada ketekunan. Dalam tangisnya, ada keikhlasan.
Dalam langkahnya menuju masjid, ada jejak yang menuntun kami semua pada jalan
yang diridhai Allah.
Jazakumullah khairan katsiran, Ustadz
Abu Zahra. Semoga
Allah balas semua amal dengan surga-Nya. Aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin.

No comments:
Post a Comment