Thursday, 13 December 2012

AI pada Itik Clade 2.3.2


Jawaban Pertanyaan Umum tentang AI pada Itik Clade 2.3.2

1.    Apa perbedaan virus AI yang baru dengan virus AI yang selama ini ada di Indonesia ?
1)    Virus AI baru ini masih sama H5N1 tergolong Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) namun memiliki Clade 2.3.2 yang lebih patogen menyebabkan tingkat kesakitan dan kematian cukup tinggi pada itik.
2)    Virus AI baru tersebut berbeda dengan virus AI yang selama ini endemis di Indonesia sejak tahun 2003 yakni Clade 2.1. sub Clade 2.1.3. yang hanya patogen pada unggas dari golongan ayam (gallinaceous) seperti ayam layer, ayam broiler, ayam kampong dan puyuh, sedangkan itik dan unggas air yang lainnya dinyatakan sebagai hewan reservoir yang relatif tahan terhadap infeksi virus H5N1 clade 2.1 dan selama ini tingkat kesakitan dan kematian unggas air sangat rendah.
                                                       
2.    Apakah munculnya virus AI baru pada itik tersebut karena luput dari pengamatan penyakitnya oleh pemerintah yang tidak melakukan pengamatan AI pada itik sebelumnya ?
Sebetulnya pemerintah sejak awal hingga saat ini telah melakukan surveilans pada semua sektor perunggasan, baik unggas pekarangan, unggas komersial, rantai pasar unggas dan juga termasuk unggas air. Khusus pada Itik telah dilakukan surveilans sampai dengan tahun 2011 di beberapa wilayah sentra produksi itik yakni di Kalimantan Selatan, pulau Lombok, dan pantai utara Jawa, namun selama ini hasilnya menunjukkan angka prevalensi yang sangat rendah terhadap virus AI H5N1 (clade lama 2.1.3).

3.    Bagaimana virus AI baru tersebut dapat muncul belakangan ini di Indonesia ?
Adanya virus AI baru di Indonesia kemungkinan penyebabnya dari suatu proses mutasi genetic virus AI yang kita tidak ketahui selama ini atau kemungkinan oleh introduksi virus baru dari luar negeri yang sedang tertular penyakit yang disebabkan oleh virus AI baru tersebut.
Menurut analisa para pakar, kemungkinan penyebab introduksi baru dari luar negeri jauh lebih besar dibanding kemungkinan oleh mutasi genetic dari virus lama.

4.    Mungkinkah virus AI baru tersebut merupakan hasil dari mutasi virus AI lama yang selama ini beredar di Indonesia ?
Kami masih belum tahu pasti apakah penyebabnya dari mutasi genetic virus AI yang selama ini telah ada di Indonesia. Hal tersebut masih memerlukan kajian dan penelitian secara mendalam.
5.    Bila berasal dari luar negeri, bagaimana kemungkinan caranya virus tersebut masuk ke Indonesia ?
Kami masih belum tahu pasti bagaimana caranya virus AI baru tersebut masuk ke Indonesia. Selama ini pemerintah tidak mengijinkan pemasukan unggas dari Negara tertular HPAI. Bila dilakukan melalui importasi unggas hidup dan produknya yang berisiko dari Negara tertular di tempat pemasukan, tentunya sudah ditolak dan dimusnahkan oleh jajaran karantina. Bila dilakukan secara illegal, kita juga tidak tahu pasti melalui pelabuhan yang mana.
Atau kemungkinan virus dibawa oleh burung migrasi dari Negara lain yang tertular, kita juga belum tahu, dan masih perlu penyelidikan dan penelitian lebih mendalam.

6.    Apa gejala klinis dan gambaran bedah bangkai dari itik yang terserang virus baru tsersebut ?
Pada pemeriksaan secara klinis terhadap itik yang sakit, terlihat bahwa itik yang sakit menunjukkan gejala klinis syaraf seperti tortikolis, tremor, kesulitan berdiri, kehilangan keseimbangan saat berjalan dan pada kasus parah disertai kematian.
Hasil bedah bangkai tidak ditemukan perubahan yang spesifik kecuali adanya kornea mata yang keputihan baik unilateral maupun bilateral, garis-garis keputihan pada otot jantung yang bervariasi dari ringan sampai berat serta adanya kongesti pada pembuluh darah dan malasea (nekrosis) pada otak dengan variasi dari ringan sampai berat.

7.    Bagaimana kondisi lapangan penyebaran ditemukannya virus AI baru tersebut hingga saat ini ?
Data sementara yang diterima per 12 Desember 2012 dari laporan investigasi BBV Wates, BPPV Subang dan data SMS Gateway sejak bulan September hingga Desember 2012, telah dilaporkan kasus kematian itik akibat AI di 19 kabupaten, terdiri dari  Kabupaten Sukoharjo, Wonogiri, Pekalongan, Boyolali, Pati, Brebes (Jawa Tengah); Bantul, Sleman, Kulon Progo (D.I. Yogyakarta); Blitar, Kediri (Jawa Timur); dan Indramayu (Jawa Barat).  Data tersebut akan terus kami update sesuai laporan terkini.
Walaupun berdasarkan informasi lain bahwa kasus kematian itik yang tinggi juga terjadi di beberapa kabupaten lain di pulau jawa, antara lain: Klaten, Pemalang, Rembang, Kendal, Wonosobo, Rembang, Lamongan, Tulungagung, Mojokerto, Depok, Cirebon, Bogor yang masih menunggu konfirmasi pemeriksaan laboratoris.

1)    Kematian itik di Provinsi Jawa Tengah dilaporkan terjadi di 21 Kabupaten/Kota sejumlah 61.459 ekor (0,75%) dari total populasi itik dan entok di Jawa Tengah sejumlah 8.159.311 ekor.
No.
Kab/Kota
Jumlah Kematian
1.
Banyumas
439
2.
Jepara
760
3.
Boyolali
500
4.
Karanganyar
7.200
5.
Pati
1.230
6.
Sragen
3.000
7.
Kab. Pekalongan
3.200
8.
Wonogiri
850
9.
Demak
13.200
10.
Pemalang
7.000
11.
Sukoharjo
720
12.
Klaten
5
13.
Kab. Semarang
800
14.
Brebes
11.000
15.
Kota Magelang
900
16.
Banjarnegara
372
17.
Kendal
3.025
18.
Kota Pekalongan
1.118
19.
Wonosobo
181
20.
Kota Tegal
5.220
21.
Batang
300

Jumlah
61.459
Ket : Sumber Laporan Dinas Peternakan dan Keswan Prov. Jateng: Kematian Itik dan Entok s/d 12 Desember 2012 (08.45 WIB)

8.    Seberapa tinggi tingkat kesakitan dan kematian pada itik yang terserang virus baru tersebut ?
Berdasarkan hasil investigasi di lapangan oleh Bbvet Wates dan laporan kematian pada pengantar sampel itik diperoleh data bahwa rata-rata kematian itik adalah 39,3% dengan prosentase terendah 8,3% dan kematian tertinggi mencapai 100,0%.
Berapa jumlah ekor itik yang mati saat ini karena virus AI, masih dalam proses pendataan oleh para petugas Dinas di lapangan, walaupun tidak mudah memperoleh data yang akurat dilaporkan sejujurnya oleh peternak  itik.


9.    Apakah pemerintah telah menyampaikan publikasi secara resmi ke masyarakat umum tentang adanya virus AI baru pada itik ini ?
a.    Sejak adanya laporan peternak itik pada bulan Oktober 2012, maka Balai Besar Veteriner Wates telah melakukan investigasi lapangan dan pemeriksaan laboratoris selama bulan Oktober 2012.
b.    Diterbitkan Surat Edaran Direktur Kesehatan Hewan tanggal 9 November 2012 guna peningkatan kewaspadaan sambil menunggu proses hasil konfirmasi diagnosa laboratoris dan penelitian biomolekuler.
c.    Setelah diperoleh hasil penelitian biomolekuler tentang ditemukannya virus AI H5N1 dengan clade baru 2.3.2, maka segera diterbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan tanggal 6 Desember 2012 untuk dilakukan langkah-langkah tindakan pencegahan dan pengendalian penyakit.
d.    Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan juga telah melaporkan kasus baru ini ke Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) pada tanggal 10 Desember 2012, serta sedang dalam proses mendaftarkan genetik virus AI pada itik di Indonesia tersebut ke Gene Bank agar dapat diakses informasinya untuk kepentingan ilmiah internasional.


10. Apa saja instruksi pengendalian yang harus dilakukan guna mencegah dan mengendalikan penyakitnya ?
a.      Terhadap itik yang sakit atau mati mendadak segera dilakukan uji cepat menggunakan Rapid Antigen Test (RAT) dan mengirimkan spesimen ke BBVet/BPPV terdekat guna konfirmasi diagnosa laboratoris.  Bila hasil diagnosa positif agar segera melakukan tindakan depopulasi terbatas (focal culling) disertai tindakan biosekuriti.
b.      Meningkatkan praktek biosekuriti di peternakan, meliputi: isolasi (pagar kandang, itik sakit, kandang D.O.D baru) lalu lintas terhadap pekerjaan dan kendaraan, pembersihan dan desinfeksi terhadap peralatan kandang.
c.      Pengawan lalu lintas itik dan produknya dari daerah dimana terjadi peningkatan kasus AI oleh Dinas setempat serta pengawasan lalu lintas di tempat-tempat pengeluaran dan pemasukan oleh Karantina Hewan, dengan mengacu pada SOP Pengendalian AI tahun 2010.  Lalu lintas itik hidup dari daerah tertular dipersyaratkan dengan hasil uji PCR negatif.
d.      Vaksinasi pada itik belum dianjurkan, namun bagi peternakan itik komersial yang sudah melaksanakan vaksinasi dapat melanjutkan menggunakan vaksin AI yang telah mendapatkan Nomor Registrasi dari Kementerian Pertanian, sambil menunggu hasil penelitian secara mendalam.
e.      BBVet/BPPV agar meningkatkan surveilans AI pada itik dan unggas air dan unggas lainnya, khususnya di daerah sentra produksi itik di wilayah risiko tinggi, sedangkan Bbalitvet melaksanakan penelitian biomolekuler lebih lanjut.
f.       Melanjutkan monitoring dinamika virus untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan strategi pengendalian penyakit.
g.      Meningkatkan public awareness
h.      Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dan lintas sektor, baik di Pusat maupun daerah.

11. Strategi pengendalian apa yang paling efektif saat ini guna mencegah peningkatan kasus AI tersebut ?
Dalam kondisi awal peningkatan kasus penyakit hewan menular seperti saat ini, maka beberapa strategi utama yang paling efektif untuk mencegah penyebaran virus dan pengendalian penyakit, antara lain strategi:
a.      Penerapan prinsip Deteksi Dini, Lapor Dini dan Respon Dini.
b.      Strategi Depopulasi terbatas terhadap unggas di lokasi flok ditemukannya kasus AI pada itik atau unggas lainnya. Diikuti dengan tindakan penguburan dan pembakaran bangkai dan bahan/alat tercemar lainnya sesuai SOP Pengendalian AI
c.      Strategi Biosekuriti harus diterapkan lebih ketat, meliputi antara lain:  isolasi (pagar kandang, itik sakit, kandang D.O.D baru) lalu lintas terhadap pekerjaan dan kendaraan, serta pembersihan dan desinfeksi terhadap peralatan kandang.
d.      Strategi Pengawasan lalu lintas yang ketat, baik antar daerah maupun antar pulau, melalui koordinasi dengan pihak-pihak terkait.
e.      Sedangkan untuk penerapan strategi vaksinasi masih harus menunggu hasil penelitian yang prosesnya sedang dilakukan penelitian mendalam.

12. Apa tantangan utama yang dihadapi dalam mengendalikan penyakit AI saat ini?
a.      Pelaporan kasus itik atau unggas lainnya yang sakit atau mati mendadak dari para peternak atau masyarakat kepada petugas lapangan secara cepat agar dapat dilakukan deteksi dan respon cepat.
b.      Proses Depopulasi unggas yang seharusnya dilaksanakan segera menghadapi hambatan tuntutan peternak terhadap kompensasi, sedangkan pemerintah (pusat maupun daerah) tidak tersedia anggaran biaya kompensasi maupun operasional depopulasi tersebut.  Di pihak lain, kesadaran peternak masih rendah untuk unggasnya didepopulasi tanpa kompensasi, sehingga kecenderungan dikhawatirkan akan melakukan penjualan atau melalulintaskan secara ilegal ke daerah lainnya, sehingga akan berdampak pada penyebaran penyakit secara cepat dan meluas.
c.      Mencegah agar  virus AI clade baru 2.3.2 tersebut tidak sampai menyebar dan menginfeksi ke peternakan ayam komersial.  Bila ini terjadi, maka dikhawatirkan akan menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat tinggi dan dampak gangguan ketenteraman batin masyarakat lebih luas. Oleh karena itu, peternakan ayam komersial harus meningkatkan penerapak praktek biosekuriti yang ketat guna mencegah masuknya virus ke peternakan.
d.      Public awareness dengan pesan kunci yang tepat, sederhana, mudah dimengerti, mudah diterapkan dan tanpa menimbulkan kepanikan masyarakat tetapi selalu meningkatkan kewaspadaan, sangat diperlukan saat ini untuk disampaikan melalui media massa yang efektif, antara lain televisi, koran nasional, dll.

13. Apa himbauan kepada para peternak dan pedagang itik atau unggas ?
Penyuluhan kepada para peternak itik/unggas tentang
a.    Perlunya segera melapor bilamana ditemukan itik yang sakit atau mati secara mendadak,
b.    Meningkatkan praktek biosekuriti a.l.: mengisolasi unggas sakit serta tidak memelihara itik bercampur dengan ayam atau unggas lainnya, dan meningkatkan pelaksanaan pembersihan dan densinfeksi.
c.    Selalu menggunakan alat pelindung diri (masker) sewaktu menangani itik/unggas lainnya, dan sesudahnya harus mencuci tangan, kaki dengan air sabun.
d.    Bersedia dilakukan depopulasi terbatas pada flok unggas sakit bila ternyata ditemukan kasus positif AI baru tersebut, dan tidak menjual itik/unggas sakit ke para pedagang ayam.



Kepada para pedagang itik/unggas lainnya dihimbau agar:
a.    Tidak memperjual-belikan itik/unggas sakit, dan hanya memperjualbelikan itik/unggas yang kondisinya sehat, berasal dari peternakan yang sehat.
b.    Selalu menggunakan alat pelindung diri (masker) sewaktu menangani itik/unggas lainnya, dan sesudahnya harus mencuci tangan, kaki dengan air sabun.
c.    Bila ternak itik/unggas lainnya sakit/mati mendadak, maka harus melaporkan kasusnya ke Dinas setempat, bersedia dilakukan depopulasi terbatas dan selanjutnya dikubur dan dibakar, diikuti dengan pembersihan dan desinfeksi.


14. Apa himbauan kepada masyarakat umum, khususnya para konsumen daging dan telur itik ?
Penyuluhan kepada masyarakat umum agar tidak panik dan tidak khawatir mengkonsumsi daging dan telur itik sepanjang dimasak terlebih dahulu. Sewaktu menangani (memelihara, menyembelih, mengubur bangkai dll) itik atau unggas lainnya agar tetap menggunakan masker dan mencuci tangan dengan sabun.
15. Apakah virus AI baru ini juga bisa menular dari itik/unggas ke manusia ?
Sama dengan virus AI sebelumnya juga bersifat zoonosis atau berpotensi dapat menular ke manusia.  Untuk itu, pada akhir November 2012 lalu,  jajaran kesehatan hewan telah bekerjasama dengan jajaran kesehatan manusia melakukan penyelidikan epidemiologis terpadu secara sampling di D.I. Yogyakarta pada desa tempat terjadinya kasus AI pada itik.
Disamping itu, kerjasama antara Tim PDSR (kesehatan hewan) dan Tim DSO (kesehatan manusia) yang selama ini telah cukup efektif terpadu bekerjasama di lapangan, akan terus diberlanjutkan dan lebih ditingkatkan kerjasamanya.

16. Bagaimana masyarakat dapat bertanya tentang informasi kasus AI ini ?
      Untuk melayani komunikasi publik, tetap diaktifkan melalui SMS/Call Center AI Direktorat Kesehatan Hewan Nomor 08118301001. Dan informasi dapat diakses pada website: www.ditjennak.deptan.go.id.
      Disamping itu, di lapangan masyarakat dapat menghubungi Dinas Provinsi atau Kabupaten/Kota yang membidangi fungsi kesehatan hewan setempat.

 17. Bagaimana sebetulnya perkembangan kasus AI pada unggas umumnya selama ini ?
a.      Berdasarkan data laporan Tim PDSR melalui SMS Gateway, perkembangan kasus Avian Influenza (AI)  sejak tahun 2007 hingga 2012, ternyata menunjukkan penurunan kasus yang sangat signifikan setiap tahunnya, yakni 2.751 kasus (2007), 1.413 kasus (2008),. 2.293 kasus (2009) 1.502 kasus (th.2010), 1.390 kasus (2011) dan 470 kasus (2012). Data tahun 2012 adalah sampai dengan tanggal 30 November  2012 menurun  65 % dibanding tahun 2011.

b.    Demikian pula kasus AI pada unggas komersial, baik sektor-1,2 maupun 3 sudah sangat jarang terjadi sejak tahun 2011 hingga sekarang. Kalaupun ada kasus umumnya hanya di sektor-3 dan secara sporadis saja, sebagaimana yang diinformasikan oleh Federasi Masyarakat Perunggasan Indonesia (FMPI). Faktor yang signifikan berpengaruh adalah setelah penggunaan vaksin strain lokal yang tepat dan diproduksi di dalam negeri, dan disertai peningkatan kesadaran penerapan praktek biosekuriti yang hemat dan efektif.

18. Dengan sudah cukup signifikan menurunnya kasus AI tersebut  (data sebelum adanya kasus AI baru itik) apakah dimungkinkan suatu saat Indonesia menjadi status bebas AI kembali ?

            Kami tetap optimis status bebas AI itu bisa tercapai. Oleh karena itu, kami telah menetapkan Roadmap Indonesia Bebas AI tahun 2020, secara bertahap berdasarkan aspek geografis dan epidemiologinya, sebagai berikut:


Tahun 2014                 : Maluku, Papua, Papua Barat, NTT. Sedangkan Maluku Utara    yang hingga saat ini masih berstatus bebas dipertahankan tetap bebas.
Tahun 2014 – 2015  : Pulau Kalimantan, NTB, Bali
Tahun 2015 – 2017 : Pulau Sulawesi
Tahun 2015 – 2018 : Pulau Sumatra
Tahun 2019              : Pulau Jawa
Tahun 2020              : Indonesia

Walaupun disadari bahwa tantangan akan lebih berat dibanding sebelum ditemukannya virus AI baru pada itik tersebut. Namun, kami yakin dengan kerjasama, koordinasi dan kemitraan dari semua pihak terkait, maka target Roadmap tersebut diharapkan dapat dicapai sesuai yang direncanakan.


Sumber : 
Jakarta, 12 Desember 2012
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

2 comments:

  1. sangat update dan lengkap infonya...terima kasih Pak..kami di bbpmsoh berusaha mengkaji clade ini

    ReplyDelete
  2. Terima kasih Pak.. Informasinya sangat membantu..

    ReplyDelete