Jawaban Pertanyaan Umum tentang AI pada Itik Clade
2.3.2
1.
Apa perbedaan virus AI yang baru dengan virus AI yang
selama ini ada di Indonesia ?
1) Virus AI baru ini masih sama H5N1 tergolong Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI)
namun memiliki Clade 2.3.2 yang
lebih patogen menyebabkan tingkat
kesakitan dan kematian cukup tinggi pada itik.
2)
Virus
AI baru tersebut berbeda dengan virus AI yang selama ini endemis di Indonesia
sejak tahun 2003 yakni Clade 2.1. sub
Clade 2.1.3. yang hanya patogen pada unggas dari golongan ayam (gallinaceous) seperti ayam layer, ayam broiler, ayam
kampong dan puyuh, sedangkan itik dan unggas air yang lainnya dinyatakan
sebagai hewan reservoir yang relatif tahan terhadap infeksi virus H5N1 clade
2.1 dan selama ini tingkat kesakitan dan
kematian unggas air sangat rendah.
2.
Apakah munculnya virus AI baru pada itik tersebut karena
luput dari pengamatan penyakitnya oleh pemerintah yang tidak melakukan
pengamatan AI pada itik sebelumnya ?
Sebetulnya pemerintah sejak awal hingga saat ini telah
melakukan surveilans pada semua sektor perunggasan, baik unggas pekarangan,
unggas komersial, rantai pasar unggas dan juga termasuk unggas air. Khusus pada
Itik telah dilakukan surveilans sampai dengan tahun 2011 di beberapa wilayah
sentra produksi itik yakni di Kalimantan Selatan, pulau Lombok, dan pantai
utara Jawa, namun selama ini hasilnya menunjukkan angka prevalensi yang sangat
rendah terhadap virus AI H5N1 (clade lama 2.1.3).
3. Bagaimana virus AI baru tersebut
dapat muncul belakangan ini di Indonesia ?
Adanya
virus AI baru di Indonesia kemungkinan
penyebabnya dari suatu proses mutasi
genetic virus AI yang kita tidak ketahui selama ini atau kemungkinan oleh introduksi virus baru dari
luar negeri yang sedang tertular penyakit yang disebabkan oleh virus AI
baru tersebut.
Menurut
analisa para pakar, kemungkinan penyebab introduksi baru dari luar negeri
jauh lebih besar dibanding kemungkinan oleh mutasi genetic dari virus lama.
4. Mungkinkah virus AI baru
tersebut merupakan hasil dari mutasi virus AI lama yang selama ini beredar di
Indonesia ?
Kami
masih belum tahu pasti apakah penyebabnya dari mutasi genetic virus AI yang
selama ini telah ada di Indonesia. Hal tersebut masih memerlukan kajian dan penelitian secara mendalam.
5. Bila berasal dari luar
negeri, bagaimana kemungkinan caranya virus tersebut masuk ke Indonesia ?
Kami
masih belum tahu pasti bagaimana caranya virus AI baru tersebut masuk ke
Indonesia. Selama ini pemerintah tidak
mengijinkan pemasukan unggas dari Negara tertular HPAI. Bila dilakukan
melalui importasi unggas hidup dan
produknya yang berisiko dari Negara tertular di tempat pemasukan, tentunya
sudah ditolak dan dimusnahkan oleh jajaran karantina. Bila dilakukan secara illegal, kita juga tidak tahu pasti
melalui pelabuhan yang mana.
Atau
kemungkinan virus dibawa oleh burung
migrasi dari Negara lain yang tertular, kita juga belum tahu, dan masih perlu penyelidikan dan penelitian
lebih mendalam.
6.
Apa gejala klinis dan gambaran bedah bangkai dari itik
yang terserang virus baru tsersebut ?
Pada pemeriksaan secara klinis terhadap itik yang sakit, terlihat bahwa
itik yang sakit menunjukkan gejala
klinis syaraf seperti tortikolis, tremor, kesulitan berdiri, kehilangan
keseimbangan saat berjalan dan pada kasus
parah disertai kematian.
Hasil bedah bangkai tidak ditemukan perubahan yang spesifik kecuali adanya kornea mata yang
keputihan baik unilateral maupun bilateral, garis-garis keputihan pada otot
jantung yang bervariasi dari ringan sampai berat serta adanya kongesti pada
pembuluh darah dan malasea (nekrosis) pada otak dengan variasi dari ringan
sampai berat.
7. Bagaimana kondisi lapangan penyebaran
ditemukannya virus AI baru tersebut hingga saat ini ?
Data sementara yang diterima per 12
Desember 2012 dari laporan investigasi BBV
Wates, BPPV Subang dan data SMS Gateway sejak bulan September hingga
Desember 2012, telah dilaporkan kasus kematian itik akibat AI di 19 kabupaten, terdiri dari Kabupaten Sukoharjo, Wonogiri, Pekalongan,
Boyolali, Pati, Brebes (Jawa Tengah);
Bantul, Sleman, Kulon Progo (D.I.
Yogyakarta); Blitar, Kediri (Jawa
Timur); dan Indramayu (Jawa Barat). Data tersebut akan terus kami update sesuai laporan terkini.
Walaupun berdasarkan informasi lain bahwa kasus kematian itik yang tinggi
juga terjadi di beberapa kabupaten lain di pulau jawa, antara lain: Klaten,
Pemalang, Rembang, Kendal, Wonosobo, Rembang, Lamongan, Tulungagung, Mojokerto,
Depok, Cirebon, Bogor yang masih
menunggu konfirmasi pemeriksaan laboratoris.
1) Kematian itik di Provinsi Jawa Tengah dilaporkan terjadi
di 21 Kabupaten/Kota sejumlah 61.459 ekor (0,75%) dari total populasi itik dan
entok di Jawa Tengah sejumlah 8.159.311 ekor.
No.
|
Kab/Kota
|
Jumlah
Kematian
|
1.
|
Banyumas
|
439
|
2.
|
Jepara
|
760
|
3.
|
Boyolali
|
500
|
4.
|
Karanganyar
|
7.200
|
5.
|
Pati
|
1.230
|
6.
|
Sragen
|
3.000
|
7.
|
Kab. Pekalongan
|
3.200
|
8.
|
Wonogiri
|
850
|
9.
|
Demak
|
13.200
|
10.
|
Pemalang
|
7.000
|
11.
|
Sukoharjo
|
720
|
12.
|
Klaten
|
5
|
13.
|
Kab. Semarang
|
800
|
14.
|
Brebes
|
11.000
|
15.
|
Kota Magelang
|
900
|
16.
|
Banjarnegara
|
372
|
17.
|
Kendal
|
3.025
|
18.
|
Kota Pekalongan
|
1.118
|
19.
|
Wonosobo
|
181
|
20.
|
Kota Tegal
|
5.220
|
21.
|
Batang
|
300
|
|
Jumlah
|
61.459
|
Ket :
Sumber Laporan Dinas Peternakan dan Keswan Prov. Jateng: Kematian Itik dan
Entok s/d 12 Desember 2012 (08.45 WIB)
8.
Seberapa tinggi tingkat kesakitan dan kematian pada itik
yang terserang virus baru tersebut ?
Berdasarkan hasil investigasi di lapangan oleh Bbvet Wates dan laporan
kematian pada pengantar sampel itik diperoleh data bahwa rata-rata kematian itik adalah 39,3% dengan prosentase terendah
8,3% dan kematian tertinggi mencapai 100,0%.
Berapa jumlah ekor itik yang mati
saat ini karena virus AI, masih dalam
proses pendataan oleh para petugas Dinas di lapangan, walaupun tidak mudah
memperoleh data yang akurat dilaporkan sejujurnya oleh peternak itik.
9.
Apakah pemerintah telah menyampaikan publikasi secara
resmi ke masyarakat umum tentang adanya virus AI baru pada itik ini ?
a. Sejak adanya laporan peternak itik pada bulan Oktober
2012, maka Balai Besar Veteriner Wates
telah melakukan investigasi lapangan dan pemeriksaan laboratoris selama bulan
Oktober 2012.
b. Diterbitkan Surat
Edaran Direktur Kesehatan Hewan tanggal 9 November 2012 guna peningkatan
kewaspadaan sambil menunggu proses hasil konfirmasi diagnosa laboratoris dan
penelitian biomolekuler.
c. Setelah diperoleh hasil penelitian biomolekuler tentang
ditemukannya virus AI H5N1 dengan clade
baru 2.3.2, maka segera diterbitkan Surat
Edaran Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan tanggal 6 Desember 2012
untuk dilakukan langkah-langkah tindakan pencegahan dan pengendalian penyakit.
d. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan juga
telah melaporkan kasus baru ini ke Badan
Kesehatan Hewan Dunia (OIE) pada tanggal 10 Desember 2012, serta sedang
dalam proses mendaftarkan genetik virus AI pada itik di Indonesia tersebut ke Gene
Bank agar dapat diakses informasinya untuk kepentingan ilmiah
internasional.
10. Apa
saja instruksi pengendalian yang harus dilakukan guna mencegah dan
mengendalikan penyakitnya ?
a. Terhadap itik yang sakit atau mati mendadak segera dilakukan uji cepat
menggunakan Rapid Antigen Test (RAT)
dan mengirimkan spesimen ke BBVet/BPPV terdekat guna konfirmasi diagnosa laboratoris. Bila hasil diagnosa positif agar segera
melakukan tindakan depopulasi terbatas
(focal culling) disertai tindakan biosekuriti.
b. Meningkatkan praktek biosekuriti
di peternakan, meliputi: isolasi (pagar kandang, itik sakit, kandang D.O.D
baru) lalu lintas terhadap pekerjaan dan kendaraan, pembersihan dan desinfeksi
terhadap peralatan kandang.
c. Pengawan lalu lintas itik dan produknya dari daerah dimana terjadi peningkatan kasus AI oleh
Dinas setempat serta pengawasan lalu lintas di tempat-tempat pengeluaran dan
pemasukan oleh Karantina Hewan, dengan mengacu pada SOP Pengendalian AI tahun
2010. Lalu lintas itik hidup dari daerah
tertular dipersyaratkan dengan hasil uji PCR negatif.
d. Vaksinasi pada itik
belum dianjurkan, namun bagi peternakan itik
komersial yang sudah melaksanakan vaksinasi dapat melanjutkan menggunakan
vaksin AI yang telah mendapatkan Nomor Registrasi dari Kementerian Pertanian,
sambil menunggu hasil penelitian secara mendalam.
e. BBVet/BPPV agar meningkatkan surveilans
AI pada itik dan unggas air dan unggas lainnya, khususnya di daerah sentra
produksi itik di wilayah risiko tinggi, sedangkan Bbalitvet melaksanakan penelitian biomolekuler lebih lanjut.
f. Melanjutkan monitoring dinamika
virus untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan strategi
pengendalian penyakit.
g. Meningkatkan public awareness
h. Meningkatkan koordinasi dengan
instansi terkait dan lintas sektor, baik di Pusat maupun daerah.
11. Strategi
pengendalian apa yang paling efektif saat ini guna mencegah peningkatan kasus
AI tersebut ?
Dalam kondisi awal peningkatan kasus penyakit hewan
menular seperti saat ini, maka beberapa strategi
utama yang paling efektif untuk mencegah penyebaran virus dan pengendalian
penyakit, antara lain strategi:
a. Penerapan prinsip Deteksi
Dini, Lapor Dini dan Respon Dini.
b. Strategi Depopulasi
terbatas terhadap unggas di lokasi flok ditemukannya kasus AI pada itik
atau unggas lainnya. Diikuti dengan tindakan penguburan dan pembakaran bangkai
dan bahan/alat tercemar lainnya sesuai SOP Pengendalian AI
c. Strategi Biosekuriti
harus diterapkan lebih ketat, meliputi antara lain: isolasi (pagar kandang, itik sakit, kandang
D.O.D baru) lalu lintas terhadap pekerjaan dan kendaraan, serta pembersihan dan
desinfeksi terhadap peralatan kandang.
d. Strategi Pengawasan
lalu lintas yang ketat, baik antar daerah maupun antar pulau, melalui
koordinasi dengan pihak-pihak terkait.
e. Sedangkan
untuk penerapan strategi vaksinasi masih
harus menunggu hasil penelitian yang prosesnya sedang dilakukan penelitian
mendalam.
12. Apa
tantangan utama yang dihadapi dalam mengendalikan penyakit AI saat ini?
a. Pelaporan
kasus itik atau unggas
lainnya yang sakit atau mati mendadak dari para peternak atau masyarakat kepada
petugas lapangan secara cepat agar dapat dilakukan deteksi dan respon cepat.
b. Proses
Depopulasi unggas yang seharusnya
dilaksanakan segera menghadapi hambatan tuntutan peternak terhadap kompensasi,
sedangkan pemerintah (pusat maupun daerah) tidak tersedia anggaran biaya
kompensasi maupun operasional depopulasi tersebut. Di pihak lain, kesadaran peternak masih
rendah untuk unggasnya didepopulasi tanpa kompensasi,
sehingga kecenderungan dikhawatirkan akan melakukan penjualan atau
melalulintaskan secara ilegal ke daerah lainnya, sehingga akan berdampak pada
penyebaran penyakit secara cepat dan meluas.
c. Mencegah agar
virus AI clade baru 2.3.2 tersebut tidak
sampai menyebar dan menginfeksi ke peternakan ayam komersial. Bila ini terjadi, maka dikhawatirkan akan menimbulkan
kerugian ekonomi yang sangat tinggi dan dampak gangguan ketenteraman batin
masyarakat lebih luas. Oleh karena itu, peternakan ayam komersial harus
meningkatkan penerapak praktek biosekuriti yang ketat guna mencegah masuknya
virus ke peternakan.
d. Public awareness dengan pesan kunci yang tepat, sederhana, mudah
dimengerti, mudah diterapkan dan tanpa menimbulkan kepanikan masyarakat tetapi
selalu meningkatkan kewaspadaan, sangat diperlukan saat ini untuk disampaikan
melalui media massa yang efektif, antara lain televisi, koran nasional, dll.
13. Apa
himbauan kepada para peternak dan pedagang itik atau unggas ?
Penyuluhan
kepada para peternak itik/unggas
tentang
a.
Perlunya segera
melapor bilamana ditemukan itik yang sakit atau mati secara mendadak,
b.
Meningkatkan
praktek biosekuriti a.l.: mengisolasi
unggas sakit serta tidak memelihara itik bercampur dengan ayam atau unggas lainnya, dan meningkatkan
pelaksanaan pembersihan dan densinfeksi.
c.
Selalu menggunakan alat pelindung diri (masker) sewaktu menangani itik/unggas lainnya, dan
sesudahnya harus mencuci tangan, kaki dengan air sabun.
d.
Bersedia dilakukan depopulasi terbatas pada
flok unggas sakit bila ternyata ditemukan kasus positif AI baru tersebut, dan
tidak menjual itik/unggas sakit ke para pedagang ayam.
Kepada
para pedagang itik/unggas lainnya
dihimbau agar:
a.
Tidak
memperjual-belikan itik/unggas sakit, dan hanya
memperjualbelikan itik/unggas yang kondisinya sehat, berasal dari peternakan
yang sehat.
b.
Selalu menggunakan alat pelindung diri (masker) sewaktu menangani itik/unggas lainnya, dan
sesudahnya harus mencuci tangan, kaki dengan air sabun.
c.
Bila ternak itik/unggas lainnya sakit/mati
mendadak, maka harus melaporkan
kasusnya ke Dinas setempat, bersedia dilakukan depopulasi terbatas dan selanjutnya dikubur dan dibakar, diikuti
dengan pembersihan dan desinfeksi.
14. Apa
himbauan kepada masyarakat umum, khususnya para konsumen daging dan telur itik
?
Penyuluhan kepada masyarakat umum agar tidak panik dan tidak khawatir mengkonsumsi
daging dan telur itik sepanjang dimasak terlebih dahulu. Sewaktu menangani
(memelihara, menyembelih, mengubur bangkai dll) itik atau unggas lainnya agar
tetap menggunakan masker dan mencuci
tangan dengan sabun.
15. Apakah virus AI baru ini
juga bisa menular dari itik/unggas ke manusia ?
Sama
dengan virus AI sebelumnya juga bersifat zoonosis atau berpotensi dapat menular ke manusia. Untuk itu, pada akhir November 2012 lalu, jajaran kesehatan hewan telah bekerjasama
dengan jajaran kesehatan manusia melakukan penyelidikan
epidemiologis terpadu secara sampling di D.I. Yogyakarta pada desa tempat
terjadinya kasus AI pada itik.
Disamping
itu, kerjasama antara Tim PDSR
(kesehatan hewan) dan Tim DSO (kesehatan manusia) yang selama ini telah
cukup efektif terpadu bekerjasama di lapangan, akan terus diberlanjutkan dan
lebih ditingkatkan kerjasamanya.
16. Bagaimana
masyarakat dapat bertanya tentang informasi kasus AI ini ?
Untuk
melayani komunikasi publik, tetap diaktifkan melalui SMS/Call Center AI Direktorat Kesehatan Hewan Nomor 08118301001. Dan informasi dapat
diakses pada website: www.ditjennak.deptan.go.id.
Disamping
itu, di lapangan masyarakat dapat menghubungi Dinas Provinsi atau Kabupaten/Kota yang membidangi fungsi kesehatan
hewan setempat.
a. Berdasarkan
data laporan Tim PDSR melalui SMS Gateway, perkembangan kasus Avian Influenza
(AI) sejak tahun 2007 hingga 2012,
ternyata menunjukkan penurunan kasus yang sangat signifikan setiap tahunnya,
yakni 2.751 kasus (2007), 1.413 kasus (2008),. 2.293
kasus (2009) 1.502 kasus (th.2010), 1.390 kasus (2011) dan 470 kasus (2012). Data tahun 2012 adalah sampai dengan tanggal 30 November 2012 menurun 65 % dibanding tahun 2011.
b. Demikian pula kasus AI pada unggas
komersial, baik sektor-1,2 maupun 3 sudah sangat jarang terjadi sejak tahun
2011 hingga sekarang. Kalaupun ada kasus umumnya hanya di sektor-3 dan
secara sporadis saja, sebagaimana yang diinformasikan oleh Federasi Masyarakat
Perunggasan Indonesia (FMPI). Faktor yang signifikan berpengaruh adalah setelah
penggunaan vaksin strain lokal yang
tepat dan diproduksi di dalam negeri, dan disertai peningkatan kesadaran penerapan
praktek biosekuriti yang hemat dan
efektif.
18. Dengan sudah cukup
signifikan menurunnya kasus AI tersebut
(data sebelum adanya kasus AI baru itik) apakah dimungkinkan suatu saat
Indonesia menjadi status bebas AI kembali ?
Kami tetap optimis status bebas
AI itu bisa tercapai. Oleh karena itu, kami telah menetapkan Roadmap Indonesia Bebas AI tahun 2020,
secara bertahap berdasarkan aspek geografis dan epidemiologinya, sebagai
berikut:
Tahun 2014 : Maluku, Papua, Papua Barat, NTT. Sedangkan Maluku Utara yang hingga saat ini masih berstatus bebas dipertahankan tetap bebas.
Tahun 2014 – 2015 : Pulau
Kalimantan, NTB, Bali
Tahun 2015 – 2017 : Pulau Sulawesi
Tahun 2015 – 2018 : Pulau Sumatra
Tahun 2019 :
Pulau Jawa
Tahun 2020 :
Indonesia
Walaupun disadari bahwa tantangan akan lebih berat
dibanding sebelum ditemukannya virus AI baru pada itik tersebut. Namun, kami
yakin dengan kerjasama, koordinasi dan kemitraan dari semua pihak terkait, maka
target Roadmap tersebut diharapkan dapat dicapai sesuai yang direncanakan.
Sumber :
Jakarta, 12 Desember
2012
sangat update dan lengkap infonya...terima kasih Pak..kami di bbpmsoh berusaha mengkaji clade ini
ReplyDeleteTerima kasih Pak.. Informasinya sangat membantu..
ReplyDelete