Saudara sekalian, salah satu dari Asmaul Husna adalah Al-Hamid,
yang artinya Maha Terpuji. Allah disebut Al-Hamid
karena Dialah satu-satunya yang sempurna secara mutlak, tanpa kekurangan
sedikit pun, baik pada zat-Nya, sifat-Nya, perbuatan-Nya, maupun ciptaan-Nya.
Kesempurnaan itulah yang membuat Allah layak dipuji dalam segala hal.
Berbeda dengan manusia, kita tidak sempurna. Kita punya
banyak keterbatasan dan kekurangan. Karena itulah manusia disebut fakir, lemah,
dan selalu bergantung kepada Allah. Bahkan manusia yang paling mulia sekalipun
tetap tidak bisa menyamai kesempurnaan Allah. Namun, di antara manusia,
kesempurnaan sifat paling banyak terkumpul pada Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi Wasallam. Beliaulah manusia terpuji yang akidahnya, akhlaknya, tutur
katanya, dan perbuatannya sempurna.
Para sahabat Nabi memiliki sifat-sifat yang menonjol,
meski tidak semuanya terkumpul dalam diri masing-masing. Umar bin Khattab,
misalnya, dikenal dengan ketegasannya, sementara sahabat lain unggul dalam
kelembutan. Tetapi seluruh sifat mulia itu terkumpul hanya pada diri Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Makna
Al-Hamid
Secara
bahasa, Al-Hamid berarti Yang Maha Terpuji. Allah terpuji dalam zat-Nya,
sifat-Nya, dan segala perbuatan-Nya. Segala pujian yang ada di dunia pada hakikatnya kembali kepada Allah. Jika
ada seseorang dipuji karena kelebihannya, sesungguhnya yang dipuji adalah Allah
yang telah menganugerahkan kelebihan itu. Bahkan ketika orang memuji ciptaan,
keindahan alam, atau kebaikan sesama, semuanya tetap bersumber dari Allah.
Karena itu, Saudara sekalian, kita tidak boleh mengaitkan
keburukan kepada Allah. Segala yang datang dari-Nya adalah baik dan terpuji,
meskipun terkadang kita tidak menyukainya. Kalau kita mengalami ujian atau
penderitaan, itu bukan bukti bahwa Allah tidak adil, melainkan bagian dari
kasih sayang dan hikmah-Nya.
Pujian Bukan Milik Kita
Pujian yang kita terima sebenarnya bukan milik kita.
Kelebihan yang ada pada diri kita hanyalah titipan Allah. Betapa mudahnya Allah
mencabut pujian itu. Seseorang yang dipuji karena suaranya bisa tiba-tiba
kehilangan suara. Seorang yang dipuji karena kepandaiannya bisa hilang
ingatannya hanya karena sedikit gangguan pada otak. Bahkan satu organ saja,
seperti ginjal atau jantung, bila bermasalah, sudah cukup membuat manusia tak
berdaya.
Lebih banyak mana antara kelebihan dan kekurangan kita?
Tentu lebih banyak kekurangannya. Namun Allah menutupi aib dan kelemahan kita,
lalu menampakkan satu-dua kelebihan sehingga orang lain bisa menghargai kita.
Maka sesungguhnya yang dipuji itu bukan kita, melainkan Allah yang menutupi
kekurangan kita.
Nikmat
Allah Tak Terhitung
Allah
berfirman dalam surat An-Nahl ayat 53: “Dan apa saja nikmat yang ada padamu,
maka dari Allah-lah (datangnya).” Semua nikmat yang kita nikmati, baik
besar maupun kecil, semuanya bersumber dari Allah. Bahkan nikmat yang paling
sederhana seperti bisa bernapas, minum air, atau melihat dengan mata, adalah
anugerah yang tak ternilai.
Nikmat
Allah begitu banyak sampai tak mungkin dihitung. Dalam surat An-Nahl ayat 18
disebutkan: “Jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak
dapat menghitungnya.” Aneh
sekali jika nikmat Allah tak terhitung, tetapi manusia masih sering merasa
sulit untuk bahagia. Ini karena kita lebih sering mengingat kesulitan daripada
mensyukuri nikmat.
Syukur dan Alhamdulillah
Saudara sekalian, ada perbedaan antara syukur dan hamd
(pujian). Syukur diucapkan ketika kita menerima nikmat. Misalnya, ketika
seseorang memberi sesuatu, kita berkata, syukran. Namun Alhamdulillah
diucapkan bukan hanya ketika menerima nikmat, tetapi juga ketika mendapat
musibah. Karena kita yakin semua perbuatan Allah baik, meski kadang tidak
sesuai dengan keinginan kita.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengajarkan,
ketika mendapat nikmat yang diharapkan, beliau membaca: “Alhamdulillahilladzi
bini’matihi tatimmush-shalihat.” Dan ketika mendapat musibah, beliau tetap
mengucapkan: “Alhamdulillahi ‘ala kulli hal.”
Tingkatan
Orang dalam Mengucap Alhamdulillah
Ada
tiga tingkatan manusia dalam memuji Allah dengan ucapan Alhamdulillah:
1.
Orang
awam, yang memuji Allah ketika mendapat nikmat jasmani, seperti harta, makanan,
atau kesehatan.
2.
Orang
khawas (istimewa), yang memuji Allah karena nikmat rohani, seperti bisa shalat,
membaca Al-Qur’an, atau menunaikan haji.
3.
Orang
khawasul-khawas (istimewa di atas istimewa), yang memuji Allah bukan karena
nikmat, tetapi semata-mata karena Allah memang layak dipuji. Inilah
derajat tertinggi dalam memuji Allah.
Pembelajaran
akhir
Saudara sekalian yang dimuliakan Allah, Al-Hamid berarti
Allah-lah satu-satunya yang Maha Terpuji. Semua nikmat berasal
dari-Nya, semua kebaikan bersumber dari-Nya, dan semua pujian kembali
kepada-Nya. Maka jadilah hamba yang terpuji dengan meluruskan akidah,
memperbaiki akhlak, menjaga tutur kata, serta tidak menyandarkan keburukan
kepada Allah.
Ingatlah
empat hal penting tentang nikmat:
1.
Nikmat
Allah tidak bisa dihitung.
2.
Nikmat
Allah tidak bisa dideskripsikan secara penuh.
3.
Nikmat
sampai kepada kita bukan karena kita baik, tetapi karena Allah Maha Baik.
4.
Kita sering kurang mensyukurinya.
Semoga
kita senantiasa menjadi hamba yang bersyukur, sabar, dan selalu mengucapkan Alhamdulillahi
Rabbil ‘Alamin dalam setiap keadaan.
#AlHamid
#AsmaulHusna
#Tauhid
#Syukur
#Keimanan

No comments:
Post a Comment