Penakluk Dunia yang Dilupakan: Saat Kekuasaan Timur Lenk Menyaingi Jenghis Khan dan Napoleon
Bayangkan seorang penakluk berkaki pincang dari Asia Tengah yang mampu mengguncang tiga benua, menaklukkan kerajaan demi kerajaan, dan membangun kekaisaran yang begitu luas hingga membuat nama-nama besar seperti Alexander Agung, Jenghis Khan, dan Napoleon tampak seperti pemula. Dialah Timur Lenk — sosok yang nyaris terlupakan sejarah, namun mencatatkan jejak luar biasa sebagai salah satu penguasa paling kuat dan paling brilian yang pernah ada. Apa rahasia di balik ambisinya yang membara dan kekaisaran raksasa yang ia bangun? Kisahnya bukan sekadar legenda, tapi potret nyata dari kekuasaan yang nyaris tak terbendung.
Timur Lenk hidup pada tahun 1336 hingga 1405 Masehi. Ia termasuk dalam daftar 100 Muslim paling berpengaruh sepanjang sejarah dan dianggap sebagai penakluk paling sukses sepanjang masa. Timur Lenk dikenal di dunia Barat dengan nama Tamerlane karena kakinya yang pincang. Ia mendirikan salah satu kerajaan terluas dalam sejarah, yang membentang dari Asia Tengah, Timur Tengah, hingga sebagian Afrika.
Tidak diragukan lagi bahwa Alexander Agung, Jenghis Khan, Hannibal, dan Napoleon adalah para penakluk besar. Alexander mengalahkan kerajaan Persia yang kuat, meskipun kondisi lingkungan yang tidak mendukung memaksanya untuk kembali pulang tanpa menaklukkan India. Setelah serangkaian penaklukan hebat dalam kurun waktu yang singkat, ia meninggal dunia pada usia 30 tahun.
Bangsa Mongol yang dipimpin oleh Jenghis Khan tiba-tiba muncul dari timur laut Asia pada abad ke-12 dan dengan cepat menaklukkan Cina, India, Persia, dan Rusia bagian selatan. Reputasi kebiadaban dan kekejaman bangsa Mongol membuat musuh-musuh mereka gemetar ketakutan. Jenghis Khan meninggal dunia pada tahun 1227 setelah terjatuh dari kudanya.
Di sisi lain, Hannibal diangkat menjadi pemimpin pasukan Kartago ketika masih berumur 26 tahun, dengan kekuatan 40.000 prajurit, 38 gajah, dan sejumlah kuda. Ia bertempur sengit melawan pasukan Romawi dan sukses menaklukkan Italia Utara. Karena takut dikhianati, ia meracuni dirinya sendiri pada tahun 183 sebelum Masehi.
Sebaliknya, Napoleon Bonaparte menerima pelatihan di Akademi Militer di Paris dan terlibat dalam beberapa pertempuran sebelum menjadi Kaisar Eropa. Setelah mengalami kekalahan telak di Leipizig pada tahun 1814 dan Waterloo pada tahun 1815, Napoleon meninggal dunia pada tahun 1821.
Yang jelas, para penakluk ini merupakan pimpinan militer yang sangat berani dan berbakat. Mereka menunjukkan kehebatan di medan pertempuran. Namun demikian, mereka masih belum sebanding dengan Timur Lenk yang tak diragukan lagi merupakan penakluk paling sukses dalam sejarah.
Amir Timur—nama lain Timur Lenk—dikenal sebagai Tamerlane di Barat. Ia lahir dalam keluarga Muslim terhormat di desa Khoja Ilgar, dekat “Kota Hijau”, Shakribz, Uzbekistan sekarang ini. Ayahnya, Taraghay, merupakan kepala suku Barlas, yang para anggotanya berasal dari wilayah timur laut Mongolia dan menetap di Asia Tengah selama masa kekuasaan Jenghis Khan.
Secara historis, Asia Tengah menjadi pusat pertemuan masyarakat dari berbagai latar belakang ras, budaya, dan bahasa. Kaum pengembara dari Mongolia, Persia, Turki, Arab, dan Eropa berkumpul di wilayah ini, berbaur dengan penduduk lokal, dan menciptakan lingkungan sosial-budaya yang energik dan unik. Karena padang rumputnya yang dingin, keras, dan tidak aman, masyarakat setempat menciptakan lingkungan yang nomadik dan kohesif untuk bertahan hidup.
Nama Timur yang berarti "singa" mencerminkan karakter, sikap, dan aspirasi orang-orang Turki. Keturunan Jenghis Khan yang dikenal sebagai bangsa Tartar merupakan masyarakat yang tangguh, kuat, ksatria, dan terkenal karena keberanian, visi tajam, serta kekuatan militernya. Sifat-sifat ini sangat dibutuhkan untuk memimpin masyarakat nomaden yang sukses.
Dibesarkan di bawah pengawasan kedua orang tuanya, Timur kecil lebih senang bermain-main daripada belajar. Setelah menerima pelatihan dalam bertarung, memanah, dan berkuda, ia menjadi pemburu andal. Pada masa ini, ia mengalami kecelakaan serius yang menyebabkan kakinya pincang. Julukan "Timur the Lame" berasal dari bahasa Persia, dan darinya ia dikenal di Barat sebagai Tamerlane. Meski pincang, ia sangat terampil dalam bermain polo dan catur. Ketekunannya mengalahkan cacat fisik membuatnya dihormati oleh rekan-rekan satu suku.
Berbeda dengan ayahnya yang religius dan banyak menghabiskan waktu bersama para ulama dan sufi, Timur sangat tertarik pada pertarungan dan peperangan. Ia mengikuti tradisi sukunya menjadi pemanah andal, pemburu, prajurit, dan ahli taktik perang. Ilmu bertarung dan strategi militer yang ia pelajari sejak kecil terbukti sangat berguna ketika ia memimpin tentaranya menghadapi musuh-musuh di Asia Tengah, Timur Tengah, dan sebagian Afrika.
Timur lahir pada masa yang penuh kekacauan di Asia Tengah. Setelah kematian Jenghis Khan pada tahun 1227, kerajaan Mongol mulai terpecah karena perebutan kekuasaan di antara para keturunannya. Dalam kekacauan ini para pemimpin Mongol mendirikan negara bagian masing-masing dan membagi-bagi wilayah kekuasaan.
Timur muda menyaksikan persaingan sengit antara Amir Kazaghan dari Mawarannahr dan Moghul Khan dari Mogulistan. Mereka berebut kekuasaan hingga Amir Kazaghan dibunuh pada tahun 1358. Moghul Khan kemudian melancarkan aksi militer untuk menyatukan kedua wilayah di bawah kepemimpinannya. Ketika Moghul Khan bergerak ke Mawarannahr, Haji Beg pemimpinnya memilih melarikan diri daripada bertempur. Timur pun sempat mengikuti pelarian itu sampai ke Sungai Oxus, tetapi kemudian berubah pikiran dan kembali ke Barlas bersama sekelompok prajurit muda untuk mempertahankan kampung halamannya. Namun, menyadari bahwa pasukannya terlalu kecil, ia mengurungkan niatnya untuk melawan Mogul Khan.
Catatan: Mawarannahr atau juga dikenal sebagai Transoxiana adalah sebutan klasik untuk wilayah di Asia Tengah yang terletak di sebelah utara sungai Oxus atau Amu Darya. Wilayah ini meliputi bagian timur Uzbekistan, Tajikistan barat, sebagian selatan Kazakhstan, sebagian Turkmenistan, dan selatan Kirgistan.
Sebagai gantinya, ia menawarkan jasanya kepada Haji Beg, yang kemudian menghadiahinya dan mengangkatnya sebagai pimpinan klan Barlas. Saat itu, usia Timur baru 25 tahun.
Meskipun Timur membenci Khan dan ingin memaksanya keluar dari Mawarannahr, kondisi politik yang tidak bersahabat memaksanya untuk tetap bekerja sama dengannya. Karena sumber dayanya yang terbatas, ia tidak berani menentang Mogul Khan secara langsung. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk bersekutu dengan Amir Husain, cucu Qazaghgan, yang saat itu menguasai Balkh, terletak di utara Afghanistan. Untuk memperkuat aliansi ini, Timur menikahi saudari Amir Husain, Haljay Turkhan Agha, dan sepakat untuk berkoalisi demi menggulingkan Mogul Khan.
Namun, keadaan tidak berjalan sesuai rencana. Mereka pun terpaksa melakukan perlawanan secara diam-diam melalui gerakan bawah tanah. Setelah bertahun-tahun berperang secara gerilya, Amir Husain akhirnya meninggalkan Timur, yang kemudian Timur berjuang sendirian. Usaha gerilyanya mencapai puncaknya dengan penaklukan kerajaan kecil Sarbadar di Kamarqand. Setelah menggulingkan penguasa Sarbadar, Timur mengukuhkan dirinya sebagai penguasa baru wilayah tersebut.
Pada tahun 1370, Timur menggulingkan Amir Husain dan menjadi penguasa sejati Chaghatay pada usia 34 tahun.
Dengan wilayah itu sepenuhnya berada di bawah kendalinya, Timur mulai mengalihkan perhatiannya ke negara-negara tetangga seperti Qungirat dan Mogulistan. Sebelum memulai kampanye militer, ia memperkuat pasukannya dengan suplai makanan dan persenjataan yang memadai. Ia mengumpulkan sumber daya ini dengan memindahkan seluruh aset milik Amir Husain dari Balkh yang dibagikan kepada semua tentaranya.
Sebagai seorang ksatria yang kuat, pemberani, dan cerdas, Timur melatih pasukannya dan memimpin mereka lebih baik daripada kebanyakan lawannya. Ia dikenal sebagai pribadi yang murah hati terhadap keluarga, teman, dan para tamunya. Namun, kemurahan hatinya ini sering tertutupi oleh kehebatannya di medan pertempuran.
Timur sesungguhnya lebih terdorong oleh hasrat untuk bertarung dan berperang daripada hal lainnya. Jika ada yang menghalangi jalannya atau menentang otoritasnya, ia akan melawan mereka dengan kuat. Hasratnya untuk mengalahkan siapa pun yang menghalangi membuatnya selalu waspada, bahkan dalam kondisi yang tidak menguntungkan. Sebagai petarung alami, ia tumbuh dalam situasi sulit. Dalam salah satu insiden, ia pernah dikurung musuh dalam gudang penuh tikus, namun berhasil keluar tanpa cedera sedikit pun.
Sebagai ksatria yang ambisius dan kuat, Timur tidak puas hanya dengan menguasai kerajaan kecil. Ia bertekad untuk menaklukkan dan menguasai dunia. Setelah memobilisasi pasukannya pada tahun 1370, ia memimpin ekspedisi melawan penguasa Mogul, Komaruddin. Meskipun belum berhasil mengalahkan sepenuhnya, Timur melanjutkan beberapa kampanye militer lainnya melawan kerajaan Mogul, dan akhirnya berhasil menaklukkan mereka pada tahun 1383.
Selama periode ini, ia juga melancarkan ekspedisi militer ke wilayah utara untuk melawan Khawarizm. Sebagai salah satu wilayah yang indah dan subur yang terkenal akan hasil pertanian dan buah-buahannya. Wilayah ini pernah dikunjungi oleh penjelajah Muslim terkenal, Ibnu Batutah, pada abad ke-14.
Setelah menguasai wilayah tersebut, Timur secara rutin menyuplai buah dan sayuran segar untuk pasukannya. Pada tahun 1372, ia kembali ke Samarqand dan mendapati putranya, Jahangir, telah meninggal karena flu. Timur sangat terpukul oleh kehilangan ini, sebab Jahangir adalah putra tertua sekaligus anak kesayangannya. Setelah masa berkabung yang panjang, ia akhirnya bangkit kembali dan kembali ke panggung utama peperangan dan penaklukan.
Dengan Mawarannahr dan Khawarizm yang sepenuhnya berada di bawah kekuasaannya, pada tahun 1379 Timur mulai mengarahkan ambisinya ke dinasti Kart yang saat itu menguasai wilayah luas, termasuk sebagian besar Afghanistan modern.
Setelah mengonsolidasikan pasukannya, Timur memasuki kota Herat yang berdarah tanpa perlawanan. Dia kemudian bergerak menuju Margandaran dan berhasil menguasai wilayah ini pada tahun 1382. Sebagai salah satu kota penting di Persia, Sultaniyya memiliki posisi strategis. Tidak lama setelahnya, Timur melanjutkan penaklukannya dengan mengambil alih Tabriz, ibu kota Azerbaijan.
Keberhasilan Timur yang hampir tak terhentikan ini membawanya pada pencapaian besar lainnya. Pada tahun 1387, ia mencapai Tbilisi, ibu kota Georgia, dan menghancurkan seluruh kota itu. setelah menaklukkan Azerbaijan, Georgia, dan Armenia. Pasukannya bergerak cepat menuju Asia Kecil dan merebut kota-kota bersejarah seperti Isfahan dan Shiraz.
Pada tahun 1385, Timur telah membentuk kerajaan besar yang membentang dari Samarkand sampai Georgia. Ingin memperluas kekuasaannya, Timur mengalihkan perhatiannya ke Islam Timur, khususnya ke Baghdad, yang segera ia duduki meskipun masyarakat Irak memberikan perlawanan gigih. Pasukan Timur akhirnya berhasil memasuki kota tersebut dan menyebabkan kerusakan besar. Setelah menaklukkan Baghdad, Timur melanjutkan ekspedisinya pada tahun 1398 dengan menyerbu India dan merebut Delhi, meninggalkan tumpukan debu dan puing-puing di belakangnya.
Timur kemudian merebut Aleppo pada tahun 1400 dan Damaskus pada tahun 1401, tetapi kemenangan terbesar baru datang pada tahun 1402. Pada tahun ini, ia menghadapi kekuatan besar Kerajaan Utsmaniyah yang perkasa dan berhasil menorehkan kekalahan telak terhadap pasukan Sultan Bayezid dalam Perang Ankara. Kemenangan Timur atas Utsmaniyah mengejutkan seluruh dunia. Ketika kabar kekalahan Utsmaniyah tersebar ke seluruh Eropa, banyak orang merayakan dan mengungkapkan rasa terima kasih mereka kepada Timur, karena sebagian besar Eropa saat itu dikuasai oleh Utsmaniyah. Ironisnya, untuk mengalahkan kekuatan Islam besar seperti Utsmaniyah, diperlukan kekuatan Islam yang baru. Ini bukan kali pertama orang Muslim saling berperang satu sama lain.
Kemenangan gemilang Timur atas Utsmaniyah tak diragukan lagi menggerogoti kekuatan dan kekuasaan militer mereka, yang disambut dengan kegembiraan di Eropa. Timur melancarkan kampanye militer terakhirnya pada tahun 1405, dengan tujuan menghadapi Kerajaan Ming di Cina. Namun, sesampainya di Otrar, Kazakhstan, Timur meninggal dunia akibat demam pada usia 69 tahun (meskipun menurut beberapa sejarawan, usia sebenarnya adalah 71 tahun). Yang jelas, Timur telah mendirikan salah satu kerajaan terluas dalam sejarah, yang membentang dari Siberia hingga Smyrna, dan dari Damaskus hingga Delhi. Dengan pencapaiannya ini, ia menjadi salah satu orang paling berkuasa yang pernah ada.
Timur bukan hanya seorang penakluk yang luar biasa, tetapi juga seorang politikus dan pemerintahan yang berbakat. Ia mengorganisir pasukannya dengan penuh perhatian dan kemampuan taktik yang hebat. Ia juga merencanakan dan melaksanakan pemerintahan sipil yang sukses di seluruh wilayah kekuasaannya, yang mendorong perantau dan pedagang untuk terlibat dalam aktivitas perdagangan. Dengan demikian, ia memicu pembangunan sosial dan ekonomi di seluruh kerajaan yang luas. Timur bukan seorang politikus biasa; dia adalah seorang pejuang dan pemimpin militer yang berbakat, serta penakluk hebat yang menjadi salah satu pemimpin kerajaan terbesar dalam sejarah.
Sebagai seorang jenius militer, Timur dengan hati-hati mengidentifikasi target-target militernya dan mengejar mereka tanpa ampun. Ia tidak punya waktu untuk cinta, emosi, atau air mata, kecuali untuk mereka yang sangat dekat dan sayang dengannya. Ia menghiasi ibu kota kerajaannya, Samarqand, dengan bangunan-bangunan indah, kebun-kebun elegan, masjid-masjid menawan, serta banyak sekolah dan perguruan tinggi. Ia juga merekrut ulama untuk mengajarkan dan membagikan pengetahuan kepada masyarakatnya.
Menjelang akhir hayatnya, Timur senang duduk bersama para ulama dan Sufi, meskipun tidak jelas bagaimana ia menyatukan keislamannya dengan dahaga pribadinya terhadap peperangan. Sebagai produk dari banyak kekuatan yang saling berseteru, termasuk latar belakang kehidupan nomaden, keturunan Mongol, warisan Asia Tengah, dan budaya Islam, karakter dan keberanian Timur merefleksikan banyak ketegangan, kebingungan, dan kontradiksi. Ia dimakamkan di Mausoleum Gur Amir di Samarqand.
Timur Lenk hidup pada tahun 1336 hingga 1405 Masehi. Ia termasuk dalam daftar 100 Muslim paling berpengaruh sepanjang sejarah dan dianggap sebagai penakluk paling sukses sepanjang masa. Timur Lenk dikenal di dunia Barat dengan nama Tamerlane karena kakinya yang pincang. Ia mendirikan salah satu kerajaan terluas dalam sejarah, yang membentang dari Asia Tengah, Timur Tengah, hingga sebagian Afrika.
Tidak diragukan lagi bahwa Alexander Agung, Jenghis Khan, Hannibal, dan Napoleon adalah para penakluk besar. Alexander mengalahkan kerajaan Persia yang kuat, meskipun kondisi lingkungan yang tidak mendukung memaksanya untuk kembali pulang tanpa menaklukkan India. Setelah serangkaian penaklukan hebat dalam kurun waktu yang singkat, ia meninggal dunia pada usia 30 tahun.
Bangsa Mongol yang dipimpin oleh Jenghis Khan tiba-tiba muncul dari timur laut Asia pada abad ke-12 dan dengan cepat menaklukkan Cina, India, Persia, dan Rusia bagian selatan. Reputasi kebiadaban dan kekejaman bangsa Mongol membuat musuh-musuh mereka gemetar ketakutan. Jenghis Khan meninggal dunia pada tahun 1227 setelah terjatuh dari kudanya.
Di sisi lain, Hannibal diangkat menjadi pemimpin pasukan Kartago ketika masih berumur 26 tahun, dengan kekuatan 40.000 prajurit, 38 gajah, dan sejumlah kuda. Ia bertempur sengit melawan pasukan Romawi dan sukses menaklukkan Italia Utara. Karena takut dikhianati, ia meracuni dirinya sendiri pada tahun 183 sebelum Masehi.
Sebaliknya, Napoleon Bonaparte menerima pelatihan di Akademi Militer di Paris dan terlibat dalam beberapa pertempuran sebelum menjadi Kaisar Eropa. Setelah mengalami kekalahan telak di Leipizig pada tahun 1814 dan Waterloo pada tahun 1815, Napoleon meninggal dunia pada tahun 1821.
Yang jelas, para penakluk ini merupakan pimpinan militer yang sangat berani dan berbakat. Mereka menunjukkan kehebatan di medan pertempuran. Namun demikian, mereka masih belum sebanding dengan Timur Lenk yang tak diragukan lagi merupakan penakluk paling sukses dalam sejarah.
Amir Timur—nama lain Timur Lenk—dikenal sebagai Tamerlane di Barat. Ia lahir dalam keluarga Muslim terhormat di desa Khoja Ilgar, dekat “Kota Hijau”, Shakribz, Uzbekistan sekarang ini. Ayahnya, Taraghay, merupakan kepala suku Barlas, yang para anggotanya berasal dari wilayah timur laut Mongolia dan menetap di Asia Tengah selama masa kekuasaan Jenghis Khan.
Secara historis, Asia Tengah menjadi pusat pertemuan masyarakat dari berbagai latar belakang ras, budaya, dan bahasa. Kaum pengembara dari Mongolia, Persia, Turki, Arab, dan Eropa berkumpul di wilayah ini, berbaur dengan penduduk lokal, dan menciptakan lingkungan sosial-budaya yang energik dan unik. Karena padang rumputnya yang dingin, keras, dan tidak aman, masyarakat setempat menciptakan lingkungan yang nomadik dan kohesif untuk bertahan hidup.
Nama Timur yang berarti "singa" mencerminkan karakter, sikap, dan aspirasi orang-orang Turki. Keturunan Jenghis Khan yang dikenal sebagai bangsa Tartar merupakan masyarakat yang tangguh, kuat, ksatria, dan terkenal karena keberanian, visi tajam, serta kekuatan militernya. Sifat-sifat ini sangat dibutuhkan untuk menjadi sukses memimpin masyarakat nomaden.
Dibesarkan di bawah pengawasan kedua orang tuanya, Timur kecil lebih senang bermain-main daripada belajar. Setelah menerima pelatihan dalam bertarung, memanah, dan berkuda, ia menjadi pemburu andal. Pada masa ini, ia mengalami kecelakaan serius yang menyebabkan kakinya pincang. Julukan "Timur the Lame" berasal dari bahasa Persia, dan darinya ia dikenal di Barat sebagai Tamerlane. Meski pincang, ia sangat terampil dalam bermain polo dan catur. Ketekunannya mengalahkan cacat fisik membuatnya dihormati oleh rekan-rekan satu suku.
Berbeda dengan ayahnya yang religius dan banyak menghabiskan waktu bersama para ulama dan sufi, Timur sangat tertarik pada pertarungan dan peperangan. Ia mengikuti tradisi sukunya menjadi pemanah andal, pemburu, prajurit, dan ahli taktik perang. Ilmu bertarung dan strategi militer yang ia pelajari sejak kecil terbukti sangat berguna ketika ia memimpin tentaranya menghadapi musuh-musuh di Asia Tengah, Timur Tengah, dan sebagian Afrika.
Timur lahir pada masa yang penuh kekacauan di Asia Tengah. Setelah kematian Jenghis Khan pada tahun 1227, kerajaan Mongol mulai terpecah karena perebutan kekuasaan di antara para keturunannya. Dalam kekacauan ini para pemimpin Mongol mendirikan negara bagian masing-masing dan membagi-bagi wilayah kekuasaan.
Timur muda menyaksikan persaingan sengit antara Amir Kazaghan dari Mawarannahr dan Moghul Khan dari Mogulistan. Mereka berebut kekuasaan hingga Amir Kazaghan dibunuh pada tahun 1358. Moghul Khan kemudian melancarkan aksi militer untuk menyatukan kedua wilayah di bawah kepemimpinannya. Ketika Moghul Khan bergerak ke Mawarannahr, Haji Beg pemimpinnya memilih melarikan diri daripada bertempur. Timur pun sempat mengikuti pelarian itu sampai ke Sungai Oxus, tetapi kemudian berubah pikiran dan kembali ke Barlas bersama sekelompok prajurit muda untuk mempertahankan kampung halamannya. Namun, menyadari bahwa pasukannya terlalu kecil, ia mengurungkan niatnya untuk melawan Mogul Khan. Sebagai gantinya, ia menawarkan jasanya kepada Haji Beg, yang kemudian menghadiahinya dan mengangkatnya sebagai pimpinan klan Barlas. Saat itu, usia Timur baru 25 tahun.
Meskipun Timur membenci Khan dan ingin memaksanya keluar dari Mawarannahr, kondisi politik yang tidak bersahabat memaksanya untuk tetap bekerja sama dengannya. Karena sumber dayanya yang terbatas, ia tidak berani menentang Mogul Khan secara langsung. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk bersekutu dengan Amir Husain, cucu Qazaghgan, yang saat itu menguasai Balkh, terletak di utara Afghanistan. Untuk memperkuat aliansi ini, Timur menikahi saudari Amir Husain, Haljay Turkhan Agha, dan sepakat untuk berkoalisi demi menggulingkan Mogul Khan.
Namun, keadaan tidak berjalan sesuai rencana. Mereka pun terpaksa melakukan perlawanan secara diam-diam melalui gerakan bawah tanah. Setelah bertahun-tahun berperang secara gerilya, Amir Husain akhirnya meninggalkan Timur, yang kemudian Timur berjuang sendirian. Usaha gerilyanya mencapai puncaknya dengan penaklukan kerajaan kecil Sarbadar di Kamarqand. Setelah menggulingkan penguasa Sarbadar, Timur mengukuhkan dirinya sebagai penguasa baru wilayah tersebut.
Pada tahun 1370, Timur menggulingkan Amir Husain dan menjadi penguasa sejati Chaghatay pada usia 34 tahun. Dengan wilayah itu sepenuhnya berada di bawah kendalinya, Timur mulai mengalihkan perhatiannya ke negara-negara tetangga seperti Qungirat dan Mogulistan. Sebelum memulai kampanye militer, ia memperkuat pasukannya dengan suplai makanan dan persenjataan yang memadai. Ia mengumpulkan sumber daya ini dengan memindahkan seluruh aset milik Amir Husain dari Balkh yang dibagikan kepada semua tentaranya.
Sebagai seorang ksatria yang kuat, pemberani, dan cerdas, Timur melatih pasukannya dan memimpin mereka lebih baik daripada kebanyakan lawannya. Ia dikenal sebagai pribadi yang murah hati terhadap keluarga, teman, dan para tamunya. Namun, kemurahan hatinya ini sering tertutupi oleh kekejamannya di medan pertempuran.
Timur sesungguhnya lebih terdorong oleh hasrat untuk bertarung dan berperang daripada hal lainnya. Jika ada yang menghalangi jalannya atau menentang otoritasnya, ia akan menindas mereka dengan kejam. Hasratnya untuk mengalahkan siapa pun yang menghalangi membuatnya selalu waspada, bahkan dalam kondisi yang tidak menguntungkan. Sebagai petarung alami, ia tumbuh dalam situasi sulit. Dalam salah satu insiden, ia pernah dikurung musuh dalam gudang penuh tikus, namun berhasil keluar tanpa cedera sedikit pun.
Sebagai ksatria yang ambisius dan kejam, Timur tidak puas hanya dengan menguasai kerajaan kecil. Ia bertekad untuk menaklukkan dan menguasai dunia. Setelah memobilisasi pasukannya pada tahun 1370, ia memimpin ekspedisi melawan penguasa Mogul, Komaruddin. Meskipun belum berhasil mengalahkan sepenuhnya, Timur melanjutkan beberapa kampanye militer lainnya melawan kerajaan Mogul, dan akhirnya berhasil menaklukkan mereka pada tahun 1383.
Selama periode ini, ia juga melancarkan ekspedisi militer ke wilayah utara untuk melawan Khawarizm. Sebagai salah satu wilayah yang indah dan subur yang terkenal akan hasil pertanian dan buah-buahannya. Wilayah ini pernah dikunjungi oleh penjelajah Muslim terkenal, Ibnu Batutah, pada abad ke-14.
Setelah menguasai wilayah tersebut, Timur secara rutin menyuplai buah dan sayuran segar untuk pasukannya. Pada tahun 1372, ia kembali ke Samarqand dan mendapati putranya, Jahangir, telah meninggal karena flu. Timur sangat terpukul oleh kehilangan ini, sebab Jahangir adalah putra tertua sekaligus anak kesayangannya. Setelah masa berkabung yang panjang, ia akhirnya bangkit kembali dan kembali ke panggung utama peperangan dan penaklukan.
Dengan Mawarannahr dan Khawarizm yang sepenuhnya berada di bawah kekuasaannya, pada tahun 1379 Timur mulai mengarahkan ambisinya ke dinasti Kart yang saat itu menguasai wilayah luas, termasuk sebagian besar Afghanistan modern.
Setelah mengonsolidasikan pasukannya, Timur memasuki kota Herat yang berdarah tanpa perlawanan. Dia kemudian bergerak menuju Margandaran dan berhasil menguasai wilayah ini pada tahun 1382. Sebagai salah satu kota penting di Persia, Sultaniyya memiliki posisi strategis. Tidak lama setelahnya, Timur melanjutkan penaklukannya dengan mengambil alih Tabriz, ibu kota Azerbaijan.
Keberhasilan Timur yang hampir tak terhentikan ini membawanya pada pencapaian besar lainnya. Pada tahun 1387, ia mencapai Tbilisi, ibu kota Georgia, dan menghancurkan seluruh kota itu. setelah menaklukkan Azerbaijan, Georgia, dan Armenia. Pasukannya bergerak cepat menuju Asia Kecil dan merebut kota-kota bersejarah seperti Isfahan dan Shiraz.
Pada tahun 1385, Timur telah membentuk kerajaan besar yang membentang dari Samarkand sampai Georgia. Ingin memperluas kekuasaannya, Timur mengalihkan perhatiannya ke Islam Timur, khususnya ke Baghdad, yang segera ia duduki meskipun masyarakat Irak memberikan perlawanan gigih. Pasukan Timur akhirnya berhasil memasuki kota tersebut dan menyebabkan kerusakan besar. Setelah menaklukkan Baghdad, Timur melanjutkan ekspedisinya pada tahun 1398 dengan menyerbu India dan merebut Delhi, meninggalkan tumpukan debu dan puing-puing di belakangnya.
Timur kemudian merebut Aleppo pada tahun 1400 dan Damaskus pada tahun 1401, tetapi kemenangan terbesar baru datang pada tahun 1402. Pada tahun ini, ia menghadapi kekuatan besar Kerajaan Utsmaniyah yang perkasa dan berhasil menorehkan kekalahan telak terhadap pasukan Sultan Bayezid dalam Perang Ankara. Kemenangan Timur atas Utsmaniyah mengejutkan seluruh dunia. Ketika kabar kekalahan Utsmaniyah tersebar ke seluruh Eropa, banyak orang merayakan dan mengungkapkan rasa terima kasih mereka kepada Timur, karena sebagian besar Eropa saat itu dikuasai oleh Utsmaniyah. Ironisnya, untuk mengalahkan kekuatan Islam besar seperti Utsmaniyah, diperlukan kekuatan Islam yang baru. Ini bukan kali pertama orang Muslim saling berperang satu sama lain.
Kemenangan gemilang Timur atas Utsmaniyah tak diragukan lagi menggerogoti kekuatan dan kekuasaan militer mereka, yang disambut dengan kegembiraan di Eropa. Timur melancarkan kampanye militer terakhirnya pada tahun 1405, dengan tujuan menghadapi Kerajaan Ming di Cina. Namun, sesampainya di Otrar, Kazakhstan, Timur meninggal dunia akibat demam pada usia 69 tahun (meskipun menurut beberapa sejarawan, usia sebenarnya adalah 71 tahun). Yang jelas, Timur telah mendirikan salah satu kerajaan terluas dalam sejarah, yang membentang dari Siberia hingga Smyrna, dan dari Damaskus hingga Delhi. Dengan pencapaiannya ini, ia menjadi salah satu orang paling berkuasa yang pernah ada.
Timur bukan hanya seorang penakluk yang luar biasa, tetapi juga seorang politikus dan pemegang pemerintahan yang berbakat. Ia mengorganisir pasukannya dengan penuh perhatian dan kemampuan taktik yang hebat. Ia juga merencanakan dan melaksanakan pemerintahan sipil yang sukses di seluruh wilayah kekuasaannya, yang mendorong perantau dan pedagang untuk terlibat dalam aktivitas perdagangan. Dengan demikian, ia memicu pembangunan sosial dan ekonomi di seluruh kerajaan yang luas. Timur bukan seorang politikus biasa; dia adalah seorang pejuang dan pemimpin militer yang berbakat, serta penakluk hebat yang menjadi salah satu pemimpin kerajaan terbesar dalam sejarah.
Sebagai seorang jenius militer, Timur dengan hati-hati mengidentifikasi target-target militernya dan mengejar mereka tanpa ampun. Ia tidak punya waktu untuk cinta, emosi, atau air mata, kecuali untuk mereka yang sangat dekat dan sayang dengannya. Ia menghiasi ibu kota kerajaannya, Samarqand, dengan bangunan-bangunan indah, kebun-kebun elegan, masjid-masjid menawan, serta banyak sekolah dan perguruan tinggi. Ia juga merekrut ulama untuk mengajarkan dan membagikan pengetahuan kepada masyarakatnya.
Menjelang akhir hayatnya, Timur senang duduk bersama para ulama dan Sufi, meskipun tidak jelas bagaimana ia menyatukan keislamannya dengan dahaga pribadinya terhadap peperangan. Sebagai produk dari banyak kekuatan yang saling berseteru, termasuk latar belakang kehidupan nomaden, keturunan Mongol, warisan Asia Tengah, dan budaya Islam, karakter dan keberanian Timur merefleksikan banyak ketegangan, kebingungan, dan kontradiksi. Ia dimakamkan di Mausoleum Gur Amir di Samarqand.
SUMBER:
Khan, Muhammad Mojlum. 2010. Timur the Conqueror. Dalam The Muslim 100: The Lives, Thoughts and Achievements of the Most Influential Muslims in History (hlm. 168–171). Markfield: Kube Publishing Ltd.

No comments:
Post a Comment