Sunday, 9 March 2025

Kementan Apresiasi INDOHUN

 



Kementan Apresiasi INDOHUN Atas Kontribusi Implementasi One Health

 

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementan mengapresiasi Indonesia One Health University Network (INDOHUN) atas kepedulian khususnya terhadap kondisi kesehatan hewan di Indonesia dengan memfasilitasi kolaborasi multidisiplin dalam menanggulangi penyakit menular dan tantangan kesehatan pada manusia, hewan, dan lingkungan. Hal ini disampaikan oleh Pudjiatmoko yang mewakili Direktur Kesehatan Hewan saat menghadiri Diseminasi Hasil Penelitian Disease Emergence and Economic Evaluation of Altered Landscape (DEAL) di JS Luwansa Hotel Jakarta (22/7).

 

"Kami mengapresiasi diseminasi nasional terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan dan hal ini akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan kebijakan bagi pemerintah" ungkap Puji pada pertemuan yang dihadiri perwakilan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Koordinasi PMK, Kementerian Riset, teknologi dan PT, Bappenas, Kementerian Pertanian, Badan Informasi Geospasial, BPS, dan Para Ahli serta Tim peneliti DEAL di Provinsi Riau, Kalimantan Timur, dan Papua Barat tersebut.

 

Lanjut Puji, menambahkan Kementan telah berkomitmen untuk mencapai ketahanan kesehatan nasional dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons cepat berbagai penyakit yang bersifat zoonosis dan berpotensi wabah.

 

“Kementan terus melakukan berbagai terobosan untuk menjaga hewan di seluruh nusantara dari ancaman penyakit menular,’’ tegas Puji.

Puji menjelaskan upaya Kementan untuk mengendalikan dan memusnahkan penyakit hewan menular harus menyeluruh terhadap pembangunan pertanian dari Sabang sampai Merauke termasuk salah satu daerah perhatian adalah Papua dengan melakukan penerapan fungsi laboratorium yang signifikan dalam menjaga kesehatan hewan, manusia, serta lingkungan. Pudji menyampaikan bahwa saat ini sedang dibangun Unit Pelaksana Teknis (UPT) Veteriner di bawah Kementan yang merupakan laboratorium layanan penyidikan penyakit hewan dan pemeriksaan kesehatan hewan untuk wilayah Papua dan Papua Barat.

 

Menurutnya, tantangan besar dalam peternakan dan kesehatan hewan yakni meningkatnya kepedulian global terhadap penyakit hewan lintas batas / penyakit menular yang muncul sehingga laboratorium kesehatan hewan memiliki peran yang sangat penting dalam sistem kesehatan.

 

Rencana pembangunan UPT Veteriner di Papua, untuk wilayah Indonesia bagian Timur sebagai solusi agar dapat memperpendek rentang kendali penangangan penyakit hewan dimana selama ini di bawah Balai Besar Veteriner Maros, Sulawesi Selatan sehingga denagan adanya Balai Veteriner di Papua diharapkan respon untuk penangangan penyakit hewan lintas batas / penyakit menular akan lebih cepat apalagi posisi Papua berhadapan langsung dengan Papua New Guenia.

 

Penelitian Lintas Sektor

Pertemuan Diseminasi hasil penelitian DEAL ini difasilitasi oleh Indohun yakni sebuah organisasi non-profit yang berdiri sejak 2012 dimana kalangan akademisi, peneliti, kaum profesional, dan para stakeholders bersatu untuk mengatasi masalah kesehatan baik secara regional maupun global. Terkait penelitian ini, Indohun menggandeng University of Minesota dan Ecohealth Alliance untuk bekerjasama dalam melakukan penelitian di 3 Provinsi untuk menganalisis dampak kesehatan dan ekonomi dari Tata Guna Lahan dan Hutan.

 

Wiku Adisasmito, selaku koordinator Indohun mengungkapkan pentingnya hubungan perubahan lahan dengan ancaman penyakit zoonosa. Menurutnya perlu adanya penguatan koordinasi dan kerjasama lintas Kementerian sehingga mampu menciptakan sistem informasi terintegrasi yang mampu menyediakan data lintas sektoral.

 

“Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak perubahan lahan terhadap penyakit dan nilai ekosistem serta dampak ekonomi yang timbul dalam membuat kebijakan” tutur Wiku.

 

Sementara itu, Senior Infectious Disease Advisor, USAID Indonesia Tim Meinke menyampaikan bahwa perubahan pemanfaatan lahan berpotensi menjadi faktor pendorong terbesar yang berkontribusi terhadapnya meningkatnya resiko munculnya penyakit meskipun secara luas dipahami bahwa presentasi penyakit yang muncul pada manusia berasal dari hewan memiliki angka yang signifikan.

 

“Perlunya peningkatan pemahaman kita bersama terhadap peran pemanfaatan lahan secara tepat” ujarnya.

 

Untuk melindungi kesehatan masyarakat, hewan, dan lingkungan, Puji menekankan perlunya komitmen Pemerintah Daerah untuk membuat kebijakan yang mendorong pencegahan penularan penyakit zoonosa sehingga akan memperkuat kesiapsiagaan Indonesia terhadap ancaman wabah penyakit.

 

SUMBER:

Ditjen PKH. https://ditjenpkh.pertanian.go.id/berita/952-kementan-apresiasi-indohun-atas-kontribusi-implementasi-one-health#!

Kenali Antraks dan Cara Pencegahannya

 


“Siang Klinik”, inilah acara yang kerap diadakan di RS Penyakit Infeksi (RSPI) Prof. Sulianti Saroso, Jakarta. Kali ini topik yang diangkat adalah Mengenal Penyakit Antraks dan Penatalaksanannya. Direktur Medik dan Keperawatan RS Penyakit Infeksi (RSPI) Prof. Sulianti Saroso, dr. Dyani Kusumowardhani, Sp. A (K) mengatakan belakangan banyak timbul pertanyaan dari masyarakat mengenai antraks, menyusul pemberitaan kasus ini di DIY  beberapa waktu lalu.

 

“Kami ingin merespon cepat karena beberapa waktu lalu ada berita kasus antraks di DIY. Yogyakarta. Laporan terakhir kemarin di sana ada 16 kasus dengan antraks kuklit dan semuanya juga sembuh dan tidak menyebar kemana-mana. Kemudian timbul banyak pertanyaan dari masyarakat, apa yang harus kita lakukan,” ujar Dyani di sela-sela acara Siang Klinik di Auditorium RSPI. Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta, Kamis (9/2/2017). Hadir pada acara ini perwakilan dari RS di Jabodetabek dan Puskesmas di seluruh Prov. DKI Jakarta. Acara serupa pernah dilakukan untuk kasus Zika, MERS-CoV, Flu Burung dan SARS.

 

Menurut Dyani, antraks setiap tahun selalu ada kasus tapi memang tidak banyak dan selalu bisa diisolasi sehingga tidak menyebar luas. Mengingat antraks adalah penyakit menular akut diperlukan upaya pengenalan dan pencegahan lebih mendalam.

“Kami siap melakukan sosialisasi di daerah juga jika memang dibutuhkan, kami siap membantu,” tambah Dyani.

 

Antraks merupakan penyakit menular akut yang disebabkan oleh bakteri bacillus anthraxis. Bakteri ini memiliki kemampuan membentuk spora yang tahan terhadap perubahan cuaca dan mampu bertahan di tanah selama bertahan-tahun sehingga sulit untuk dieliminasi.

 

Proses penularan bakteri dari hewan ke manusia tidak mesti secara langsung. Tanah bekas hewan mati akibat antraks pun menjadi berbahya. Bakteri mudah masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka atau kulit yang mengelupas walaupun kecil. Kasus banyak terjadi di daerah pertanian dan perindustrian yang memproduksi produk dari kulit.

 

Dyani mengatakan bakteri itu sangat mematikan bila sampai ke otak. Antraks dapat terjadi pada kulit, sistem pernapasan, dan saluran pencernaan. “Gejala awal yang terlihat pada kulit misalnya, nampak seperti luka kemudian membentuk seperti ulkus. Penyakit tersebut dapat disembuhkan kalau dengan pengobatan yang tepat dan segera,” ujarnya.

 

Untungnya, kata Dyani, tingkat bahaya di Indonesia cukup rendah, namun harus waspada  karena gejala awalnya sangat umum, tidak terlalu khas, sehingga kebanyakan masyarakat tidak langsung berpikir bahwa itu penyakit antraks.

 

Kementerian Pertanian melakukan pencegahan dengan memberikan vaksin kepada hewan ternak. Penanganan pada hewan yang terkena antraks dilakukan isolasi untuk mencegah supaya tidak terjadi pada manusia. Bagi tanah yang tercemar bakteri spora harus dilakukan monitoring terlebih dahulu.

 

Dokter hewan Pudjiatmoko mengatakan pihaknya akan memonitoring pada tanah yang tercemar untuk dilakukan desinveksi dan melakukan pelarangan dipergunakan untuk bercocok tanam di tanah tersebut, kemudian diplaster.

 

“Pada manusia, jika terkena antraks harus segera dilaporkan agar bisa ditangani cepat dan tidak menyebar ke masyarakat luas. Sayangnya, vaksin untuk manusia di Indonesia sampai saat ini belum tersedia,” katanya.

 

Karena itu, lanjut dia, masyarakat diharuskan segara melapor bila diduga terdapat antraks baik pada manusia atau hewan.

 

RSPI Rujukan Pertama Penyakit Infeksi

RSPI Prof. Sulianti Saroso menjadi rumah sakit rujukan pertama yang menangani berbagai penyakit infeksi. Terdapat ruang isolasi ketat berstandar WHO, yakni harus terpisah dengan penyakit lain dan terdapat filter khusus untuk udara, sehingga tidak ada pencemaran atau penularan di ruangan tersebut. Setiap orang yang hendak memasuki ruangan itu harus mengenakan pakaian steril dan kedap udara.

 

Selain itu, RSPI merupakan isntitusi yang menjadi rujukan dan pusat kajian infeksi dengan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan penyakit infeksi baik yang new emerging, re-emerging maupun penyakit tropis lainnya.

 

“Pada intinya kami menangani semua jenis penyakit infeksi, kami punya ruang isolasi ketat sehingga pasien-pasien yang tertular yang harus dipisahkan diisolasi secara ketat, kami punya fasilitas tersebut,” tambah Dyani.

 

Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline (kode lokal) 1500-567,SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id.

 

SUMBER:

KEMENKES. https://kemkes.go.id/id/kenali-antraks-dan-cara-pencegahannya

Virus Ebola Filipina Beda dengan Afrika



Virus Ebola Filipina & Tiongkok Beda dengan Afrika

 

Selain di Afrika, wabah Ebola juga pernah terjadi di Filipina dan Tiongkok. Tahun 1980 dan 1990, virus yang disebabkan karena Reston Ebolavirus (RESTV) itu ditemukan pada monyet dan babi.

 

Dari data kedua negara, para pekerja yang melakukan kontak dengan hewan tersebut, juga bisa terjangkit RESTV. Namun, kondisi mereka tidak menunjukkan seperti gejala penyakit Ebola di Afrika.

 

"Mereka tidak mengalami gejala seperti virus Ebola di Afrika atau kondisinya masih sehat," ujar drh Pudjiatmoko, PhD, Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian di Kantor Kemenkes, Jakarta, Jumat, 15 Agustus 2014.

 

Kendati demikian, Pudjiatmoko mengatakan jika hal itu masih butuh penelitian lanjutan. Khususnya jika dikaitkan dengan gangguan imunologis, anak-anak serta wanita hamil. Apalagi, spesies Ebola yang ada di Afrika diketahui lebih ganas dari RESTV.

 

"Akibatnya pada gejala klinis yang lebih parah dan pendarahan hebat," imbuhnya.

 

Sementara di Indonesia sampai saat ini belum pernah dilaporkan kasus infeksi akibat virus Ebola. Namun kemajuan sistem transportasi serta kondisi geografis Indonesia dengan Filipina, tidak menutup kemungkinan virus Ebola juga bisa mewabah. Karenanya, pemerintah RI melalui kemenkes juga tetap meningkatkan kewaspadaan terhadap pencegahan virus tersebut.

 

"Di Indonesia belum pernah. Tapi kita tetap melakukan pemantauan dini dan kesehatan hewan melakukan survei rutin. Kita juga laporkan jika ada spesies baru terkait masalah Ebola," tutup Prof. dr Agus Purwadianto SH, M.si, Sp.F(k) selaku Pelaksana tugas Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan lingkungan Kemenkes.

 

SUMBER:

Okezone Health 16 Agustus 2014

https://health.okezone.com/read/2014/08/16/482/1025523/virus-ebola-filipina-tiongkok-beda-dengan-afrika

Virus Ebola Mungkin Dapat Masuk Indonesia

 


Tidak Menutup Kemungkinan Virus Ebola Mewabah di Indonesia

 

Kita harus tahu bahwa penyebaran virus yang secara taksonomi virologi resmi bernama Zaire Ebolavirus (EBOV) terjadi melalui kontak langsung.

 

Dilihat dari kondisi geografis Indonesia yang mirip dengan Filipina, yang merupakan negara di Asia yang pernah dikonfirmasi positif Ebola pada seekor monyet, tidak menutup kemungkinan virus ebola dapat mewabah di Indonesia. Memang, hingga detik ini belum ada dilaporkan kasus infeksi oleh virus Ebola. Tapi, ada baiknya kita untuk lebih waspada, apalagi sistem transportasi membuat Indonesia dan Filipina dapat dengan mudah dicapai.

 

Kita juga harus tahu bahwa penyebaran virus yang secara taksonomi virologi resmi bernama Zaire Ebolavirus (EBOV) dapat terjadi melalui kontak langsung. Apalagi, sangat contagious, serta memiliki potensi menjadi pandemi.

 

"Penularan virus ebola dapat terjadi melalui kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh. Untuk itulah, kita diminta untuk lebih waspada," kata Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Republik Indonesia, drh. Pudjiatmoko, PhD di Gedung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, pada Jumat (15/8/2014)

 

Menurut Pudjiatmoko, infeksi kasus penyebaran Ebola pada manusia dikaitkan dengan kontak langsung dengan hewan seperti simpanse, monyet, kijang hutan, mandril dan landak (Inang insidental). "Akan tetapi, diduga reservoir dari penyakit ini adalah kelelawar buah (fruits bats) jenis tertentu, yang jenisnya juga terdapat di Pulau Kalimantan. Pada hewan penyakit tersebut disebut dengan haemorragic fever," kata dia menambahkan.

 

Kita pun harus mengetahui apa saja gejala klinis pada hewan yang tertular virus Ebola. Seperti demam, depresi diikuti gejala muntah, diare, bulu rontok, kekurusan, perdarahan petekhie di bawah kulit, gastroinstestinal dan membran mukosa, keluar darah dari lubang hidung, lemak, shock, dan mati.

 

SUMBER:

Liputan6.com. 16 Agustus 2014

https://www.liputan6.com/health/read/2091662/tidak-menutup-kemungkinan-virus-ebola-mewabah-di-indonesia