Saturday, 28 January 2012

Bubuk keramik kotoran ayam menginaktivasi virus AI

Kazuaki Takehara dari Laboratorium Zoonoses dan kawan-kawannya dari Laboratorium Anatomi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Kitasato, Jepang pada tahun 2009 telah mempublikasikan penemuannya yaitu bubuk keramik kotoran ayam yang dapat sebagai anti virus Flu Burung.


Bubuk Keramik yang mereka buat dengan bahan baku kotoran ayam, apabila di dicampur dengan virus flu burung atau avian adeno virus, dapat menginaktivasi virus-virus tersebut sehingga kandungan virusnya menjadi lebih rendah.


Ketika bubuk keramik dicampur dengan air suling ganda, pH air meningkat menjadi 10 tetapi fase cairnya tidak menunjukkan aktivitasnya sebagai antivirus.


Setelah 10 pembasuhan dengan air atau 5 pembasuhan dengan 1M Tris-HCl (pH 8,0), bubuk keramik masih mempertahankan aktivitasnya sebagai antivirus. Aktivitas antivirus bubuk keramik tidak dipengaruhi oleh adanya bahan organik (33% serum janin sapi).


Ketika anak ayam diberi makan makanan yang mengandung bubuk keramik 5%, tidak ada perbedaan berat badan antara anak ayam yang diberi makanan biasa dan makanan yang bercampur keramik. Cara kerja dari bubuk keramik belum diketahui dengan pasti tetapi mungkin diduga bekerja dengan cara menyerap virus. Hasil ini menunjukkan bahwa bubuk keramik memiliki aktivitas antivirus dan dapat menjadi metoda yang berpotensi berguna melawan flu burung di peternakan unggas.


Pada penelitiannya, proses inaktivasi virus Flu Burung dengan bubuk keramik dilakukan dengan cara dua ratus miligram bubuk keramik ini dicampur dengan virus Flu Burung dalam microtube kemudian diinkubasi selama 20 jam. Kandungan virus Flu Burung tersebut diukur. Hasilnya menunjukan bahwa bubuk keramik kotoran ayam dapat menginaktivasi Virus Flu Burung, ketika dilakukan pada suhu kamar indeks netralisasi bubuk keramik ini terhadap virus H5N2 sebesar 4,5 sedangkan terhadap virus H7N1 sebesar 5,1. Apabila dilakukan pada suhu 4 C indeks netralisasi bubuk keramik ini terhadap virus H5N2 sebesar 4,3 sedangkan terhadap virus H7N1 sebesar 4,9.


Referensi:

Avian Diseases 53(1):34-38. 2009

No comments:

Post a Comment