Oleh
Ani Purwati
Ani Purwati
Teks hukum internasional tentang kewajiban dan ganti rugi (liability redress) atas kerusakan yang disebabkan oleh organisme hasil rekayasa atau rekayasa genetik (living modified organisms -LMOs) akan menjadi agenda yang diadopsi pada Konferensi Kelima Para Pihak Protokol Kartagena tentang Keamanan Hayati (Cartagena Protocol on Biosafety) pada bulan Oktober 2010 di Nagoya, Jepang.
Demikian menurut laporan Lim Li Lin dan Lim Li Ching dari Third World Network yang mengikuti jalannya perundingan Group of Friends of the Co-Chairs di Kuala Lumpur, pada 19 Februari 2010.
Sebuah kelompok perundingan (yang dikenal sebagai Group of Friends of the Co-Chairs tentang kewajiban dan ganti rugi dalam hal Protokol Kartagena tentang Keamanan Hayati) yang bertemu di Kuala Lumpur pada tanggal 8-12 Februari 2010 meminta Sekretaris Eksekutif Convention on Biological Diversity untuk menyampaikan kepada Para Pihak Protokol, perihal teks untuk Protokol Tambahan tentang kewajiban dan ganti rugi atas kerusakan akibat dari pergerakan lintas batas LMOs.
Dalam laporan tersebut menyebutkan bahwa teks protokol yang diusulkan harus disampaikan kepada Para Pihak oleh Sekretariat paling lambat enam bulan sebelum adopsi. Pertemuan Friends of the Co-Chairs di Kuala Lumpur adalah perundingan terakhir yang dijadwalkan setidaknya enam bulan sebelum Konferensi Para Pihak di Nagoya. Teks yang diusulkan masih mengandung banyak tanda kurung (yang mengindikasikan belum adanya kesepakatan).
Perundingan lebih lanjut dijadwalkan berlangsung di Montreal pada 17-19 Juni 2010. Ada pembicaraan tentang kemungkinan tambahan tiga sampai lima hari pertemuan sebelum Konferensi Para Pihak di Nagoya, sesuai dengan kesepakatan dengan pemerintah tuan rumah, Jepang.
Pertemuan Kuala Lumpur adalah pertemuan Friends of the Co-Chairs kedua yang diamanatkan oleh Konferensi Para Pihak Keempat di Bonn pada Mei 2008 untuk membahas lebih lanjut aturan-aturan dan prosedur internasional tentang kewajiban dan ganti rugi dalam hal Protokol Kartagena. Pertemuan pertama diadakan di Mexico City pada Maret 2009. Sebagai ketuanya adalah Rene Lefeber dari Belanda dan Jimena Nieto dari Kolombia.
Perundingan kewajiban dan ganti rugi telah berjalan sejak tahun 2005, dengan sebuah kelompok kerja di bawah Protokol Cartagena telah bertemu lima kali untuk menguraikan aturan-aturan dan prosedur internasional tentang kewajiban dan ganti rugi. Pertemuan terakhir diadakan pada bulan Maret 2008, dengan suatu upaya menyelesaikan proses dalam waktu empat tahun seperti yang ditetapkan dalam Protokol Kartagena. Namun, Para Pihak dalam perundingan telah terpecah dan mengakibatkan lambatnya kemajuan.
Meskipun pertemuan kelompok kecil ekstra dari Friends of the Co-Chairs di Bonn sebelum dan selama Konferensi Para Pihak 2008, perundingan masih belum bisa menyimpulkan sebagaimana diamanatkan. Maka, keputusan di Bonn mengamanatkan dua pertemuan Friends of the Co-Chairs.
Kelompok Friends of the Co-Chairs masing-masing terdiri dari enam perwakilan dari Asia Pasifik, Afrika, Amerika Latin dan Karibia, dua wakil masing-masing dari Uni Eropa, Eropa Tengah dan Timur, serta masing-masing dari Selandia Baru, Norwegia, Swiss dan Jepang. Enam wakil dari kawasan Asia Pasifik adalah Bangladesh, China, India, Malaysia, Palau dan Filipina.
Pihak lain Protokol Kartagena juga bisa menghadiri pertemuan Friends of the Co-Chairs sebagai penasihat. Jumlah Para Pihak yang diizinkan duduk di meja perundingan terbatas. Pengelompokan regional dengan lebih dari jumlah yang ditentukan dalam kehadiran mungkin bergiliran di meja perundingan, sepanjang tidak lebih dari ketentuan jumlah yang duduk di sekitar meja perundingan.
Komposisi kelompok pada pertemuan berikutnya di Montreal pada Juni 2010 akan sama, kecuali jumlah penasihat yang terbatas pada enam Kelompok Afrika, tujuh untuk Amerika Latin dan kelompok Karibia (jumlah ini meningkat satu atas desakan Paraguay yang menegaskan butuh dua penasihat), empat untuk Uni Eropa, dan masing-masing satu dari India, Malaysia, Filipina, Selandia Baru, Norwegia dan Swiss. China dan Jepang masing-masing meminta dua orang penasihat. Keterbatasan ini berlaku untuk jumlah penasihat Pihak yang diperbolehkan dalam ruang perundingan. Pengamat tidak diundang untuk menghadiri pertemuan Montreal. Friends of the Co-Chairs dari Palau dan Bangladesh tidak menghadiri pertemuan di Mexico City dan Kuala Lumpur, dan akan digantikan oleh Korea Selatan dan Iran.
Ini memperlambat perundingan dan menghambat kesimpulan kesepakatan yang diharapkan. Selama perundingan tentang Protokol Kartagena itu sendiri, masalah kewajiban dan ganti rugi begitu diperdebatkan bahwa itu tidak dapat dimasukkan secara substantif dalam teks Protokol Kartagena, meskipun mendapat dukungan dari hampir semua negara-negara berkembang pada waktu itu, yang merupakan importir LMO atau subjek yang mungkin ilegal atau tidak disengaja ada transfer LMO. Sebaliknya, ketentuan ini dimasukkan dalam Protokol Kartagena yang mengamanatkan perundingan lebih lanjut mengenai kewajiban dan ganti rugi, pengaturan empat tahun kerangka waktu untuk pekerjaan ini yang mengalami keterlambatan. Perundingan berlarut-larut dan hasilnya sekarang mungkin hanya dapat diadopsi pada bulan Oktober 2010 di Nagoya, setela sepuluh tahun mengalami keterlambatan dalam peraturan dan prosedur internasional untuk kewajiban dan ganti rugi atas kerusakan LMO (Protokol Kartagena diadopsi pada tahun 2000, dan masuk dalam pembahasan pada tahun 2003).
Setelah Kesapakatan Bonn
Pertemuan Friends of the Co-Chairs di Mexico City dan Kuala Lumpur datang setelah perundingan yang sangat sulit di Bonn pada tahun 2008 ketika perundingan hampir gagal dan Kelompok Like Minded Friends muncul "mewakili negara-negara yang posisinya adalah bahwa instrumen internasional kewajiban dan ganti rugi harus memiliki unsur-unsur yang mengikat pada civil liability (tanggung jawab perdata)."
Karena ada keberatan dari beberapa pihak untuk memiliki aturan-aturan substantif internasional untuk civil liability dimana korban kerusakan dari LMOs dapat dilimpahkan kepada pengadilan nasional untuk pemulihan, Kelompok Like Minded Friends, yang dipimpin oleh Malaysia, telah mengajukan proposal di Bonn, menyelamatkan perundingan dari kegagalan. Kelompok Like Minded Friends terdiri sekitar 80 negara-negara berkembang (termasuk semua Group Afrika) dan Norwegia.
Kesepakatan yang dicapai di Bonn berdasarkan usulan oleh Kelompok Like Minded Friends. Intinya mengatakan bahwa regim kewajiban dan ganti rugi internasional akan mengikat secara hukum dan akan terdiri dari pendekatan administrasi, dimana tanggung jawab akan menjadi masalah yang akan diselesaikan antara entitas bertanggung jawab dan pemerintah eksekutif, melalui "langkah-langkah tanggapan" tentang kerusakan. Rejim juga berisi satu ketentuan tentang civil liability yang akan:
(1) mempertahankan hak Para Pihak untuk meletakkan undang-undang domestik dan kebijakan tentang kewajiban perdata dan ganti rugi yang harus mencakup unsur-unsur sebagaimana diatur dalam pedoman yang akan dibahas;
(2) memberikan pengakuan timbal balik dan penegakan penilaian asing;
(2) memberikan pengakuan timbal balik dan penegakan penilaian asing;
(3) menyediakan tinjauan tentang pedoman setelah berlakunya instrumen dengan tujuan untuk mengikat atau mengelaborasi lebih komprehensif rezim mengikat tentang civil liability.
Disepakati bahwa ini akan menjadi dasar bagi perundingan lebih lanjut.
Disepakati bahwa ini akan menjadi dasar bagi perundingan lebih lanjut.
Usulan Like Minded Friends sendiri, mengingatkan bahwa sebagian besar negara berkembang dan Norwegia mempunyai rejim civil liability mengikat secara komprehensif, dan telah menegaskan perundingan ini sepanjang tahun ini.
Di Mexico City, kesepakatan bahwa bentuk instrumen yang mengikat secara hukum akan menjadi Protokol Tambahan Protokol Kartagena. Selain itu, ada teks pedoman civil liability, tambahan dan kajian kompensasi tambahan dan pembangunan kapasitas yang saling melengkapi.
Sepanjang perundingan sejak Bonn, kesepakatan ini memiliki instrumen yang mengikat secara hukum pada pendekatan administrasi dengan satu ketentuan tentang civil liability dan telah terus-menerus dirongrong oleh pihak-pihak yang masih menolak instrumen.
Sulitnya perundingan tentang civil liability
Klausa-klausa tentang civil liability agar dimasukkan dalam Protokol Tambahan yang mengikat secara hukum terbukti menjadi yang paling diperdebatkan dalam pertemuan Kuala Lumpur. Perselisihan terjadi dalam sesi tertutup Friends of the Co-Chairs (tanpa penasihat atau pengamat), dengan sesi yang berjalan dari malam hingga dini hari.
Selama pembacaan pertama artikel yang bersangkutan (Pasal 13) pada Selasa (9 Februari), perbedaan pendapat dilemparkan ke forum diskusi tentang hak Para Pihak untuk mengembangkan sebuah rejim civil liability domestik. Ada dua pilihan dalam teks, dan hanya Uni Eropa, Jepang dan Paraguay menyatakan bahwa mereka lebih suka Opsi 1, dimana Jepang telah memasukkannya di Bonn, dan yang menyatakan bahwa, "Para Pihak dapat atau tidak dapat mengembangkan sistem civil liability atau mungkin memberlakukan yang sudah ada sesuai dengan kebutuhan mereka untuk berurusan dengan organisme hasil rekayasa."
Kelompok Afrika, Brazil, Kuba, Kolombia, Ekuador, India, Malaysia, Meksiko dan Norwegia, semua menyuarakan dukungan mereka untuk Opsi 2. Opsi 2 sebenarnya merupakan bagian dari usulan kompromi yang diajukan oleh Kelompok Like Minded Friends di Bonn.
Opsi 2 menguraikan hak Para Pihak untuk memiliki regim civil liability domestik, dan unsur-unsur spesifik yang termasuk. Ini juga memasukkan ketentuan mengenai pengakuan dan penegakan penilaian asing dan memungkinkan Para Pihak untuk mempertimbangkan pedoman civil liability ketika ingin mengembangkan undang-undang atau kebijakan domestik mereka.
Malaysia yang tidak merasa senang pada usulan beberapa pihak untuk membahas Opsi 1, mengatakan bahwa ini adalah "itikad buruk", karena beberapa pihak yang tampaknya mencoba untuk memutar kembali kesepakatan Bonn. Dia mengingatkan yang lain, bahwa kelompok Like Minded Friends telah menerima, sebagai kompromi, ketentuan yang lemah tentang civil liability (yaitu Opsi 2), dengan suatu tinjauan klausa. Opsi 1 benar-benar diformulasikan untuk memperjelas Opsi 2, karena satu Pihak belum jelas seperti apa yang tersedia pada Opsi 2; Opsi 1 kemudian bisa dimasukkan dalam Opsi 2, dan perundingan harus dilanjutkan berdasarkan Opsi 2. Ketua Lefeber Rene juga mengingatkan para delegasi bahwa pertemuan sebelumnya Friends of the Co-Chairs di Mexico City telah menghabiskan waktu kerja pada salah satu paragraf Opsi 2, dan menggarisbawahi Opsi 1 yang mencakup Opsi 2. Dia mengusulkan agar rapat kerja atas dasar Opsi 2. (Pada pertemuan di Mexico City, Para Pihak bekerja pada Opsi 2 sebagai dasar untuk ketentuan mengikat secara mengikat civil liability. Namun, karena perselisihan atas tinjauan klausa, Opsi 2 dikembalikan lagi oleh Uni Eropa ketika ketua mengusulkan untuk menghapus).
Uni Eropa minta waktu untuk berpikir tentang hal ini, seperti "instruksi yang jelas tentang masalah ini". Kemudian setuju usulan Lefeber, dengan dimasukkannya catatan kaki yang menyatakan bahwa pertemuan sepakat untuk membahas Opsi 2 pada "dasar sementara". Kelompok Friends of the Co-Chairs mulai bekerja atas dasar Opsi 2.
Setelah melalui diskusi yang panas, Ketua Lefeber menghasilkan teks kompromi yang menyatakan bahwa Para Pihak dari Protokol Tambahan akan menyediakan dalam hukum domestik mereka untuk peraturan dan prosedur yang membahas kewajiban dan ganti rugi, dan untuk melaksanakan kewajiban ini Para Pihak akan menerapkan Protokol Tambahan (yaitu mengambil langkah-langkah tanggapan) dan mungkin atau tidak, sesuai dengan kebutuhan mereka, menerapkan atau mengembangkan prosedur perdata.
Thanx buat artikelnya,,
ReplyDeletehttp://rifersons06.student.ipb.ac.id/