Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Friday 27 February 2009

Pertemuan Dubes RI dengan Presiden Pasona O2

Bapak Dubes Prof. Dr. Jusuf Anwar bersama Ny. Lastrijah Jusuf Anwar pada tanggal 25 Pebruari 2009 berkenan memenuhi undangan makan malam Presiden Pasona O2 Mr. Yasuyuki Nambu, bertempat di Nym-Poo-Lym, Tokyo. Selain Mr. Nambu dan Mrs. Nambu hadir pula pejabat Pasona O2 antara lain Ms. Junko Fukasawa, Mr. Yoshihisa Endo, Mr. Seiichi Hayakawa, Ms. Marikanazawa dan Ms. Eri Tsukamoto serta beberapa undangan lain dari kalangan pemerintah, swasta, anggota dewan majelis, perguruan tinggi, dan kedutaan negara sahabat.

Sebagai tamu utama Bapak Dubes RI menyampaikan ucapan terimakasih atas penerimaan Pasona O2 dengan baik terhadap Wakil Presiden RI Jusuf Kalla beserta rombongan pada Januari 2009. Mr. Nambu dari Pasona O2 mengatakan setelah kunjungan Wapres RI ke Pasona O2 diharapkan dapat dibangun hubungan kerjasama antara Pasona O2 dan masyarakat Indonesia.

Dubes RI Prof. Dr. Jusuf Anwar menyambut baik ajakan Presiden Pasona O2 tersebut terutama kerjasama dalam teknologi pertanian yang sedang dikembangkan oleh Pasona O2. Atase Pertanian yang ikut mendampingi Dubes menambahkan kepada pihak Pasona O2 bahwa Indonesia selama ini telah melakukan kerjasama pelatihan pertanian di Jepang program MAFF Jepang yang dilaksanakan oleh Japan Agricultural Exchange Council dan kerjasama dengan Asosiasi Pertanian di beberapa prefektur di Jepang. Diharapkan Pasona O2 bidang pelatihan pertanian bisa memberikan kesempatan untuk menerima Trainee asal Indonesia. Pihak Pasona O2 akan mempertimbangkan penerimaan trainee asal luar negeri yang akan berlatih dalam jangka waktu dua bulan.

Tampak pada gambar Dubes RI Prof. Dr. Jusuf Anwar (paling kanan) dan Ny. Lastrijah Jusuf Anwar sedang berpose bersama Presiden Pasona O2 (paling kiri) dan Ny. Nambu dan Dubes Marshall Islands Mr. Jiba Kabua.

Monday 23 February 2009

Strategi dan Pencapaian Swasembada Pangan di Indonesia

Oleh Dr.Ir. Abdul Munif, MSc.agr.

Sekretaris/Tenaga Ahli Menteri Pertanian RI dan Staf Pengajar pada Fakultas Pertanian-IPB

Pembangunan sektor pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan nasional semakin penting dan strategis. Pembangunan pertanian telah memberikan sumbangan besar dalam pembangunan nasional, baik sumbangan langsung dalam pembentukan PDB, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, menyediakan sumber pangan dan bahan baku industri/biofuel, pemicu pertumbuhan ekonomi di pedesaan, perolehan devisa, maupun sumbangan tidak langsung melalui penciptaan kondisi kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan hubungan sinergis dengan sektor lain. Dengan demikian, sektor pertanian masih tetap akan berperan besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia.

Belajar dari pengalaman masa lalu dan kondisi yang dihadapi saat ini, sudah selayaknya sektor pertanian menjadi sektor unggulan dalam menyusun strategi pembangunan nasional. Sektor pertanian haruslah diposisikan sebagai sektor andalan perekonomian nasional. Hal ini sejalan dengan prioritas pembangunan ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu, dimana salah satunya adalah Revitalisasi Pertanian dan Perdesaan.

Revitalisasi Pertanian dan Perdesaan, secara garis besar ditujukan untuk: (a) meningkatkan peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional, (b) menciptakan lapangan kerja berkualitas di perdesaan, khususnya lapangan kerja non-pertanian, yang ditandai dengan berkurangnya angka pengangguran terbuka dan setengah terbuka, dan (c) meningkatkan kesejahteraan petani, nelayan dan masyarakat perdesaan, yang dicerminkan dari peningkatan pendapatan dan produktivitas pekerja di sektor pertanian.

Pencapaian hasil sektor pertanian

Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian tahun 2007 s/d 2008 mengalami pertumbuhan yang mengesankan yaitu sekitar 4.41 persen. Selain itu berdasarkan data kemiskinan tahun 2005-2008, kesejahteraan penduduk perdesaan dan perkotaan membaik secara berkelanjutan. Berbagai hasil penelitian, menyimpulkan bahwa yang paling besar kontribusinya dalam penurunan jumlah penduduk miskin adalah pertumbuhan sektor pertanian. Kontribusi sektor pertanian dalam menurunkan jumlah penduduk miskin mencapai 66%, dengan rincian 74% di perdesaan dan 55% di perkotaan.

Seiring dengan pertumbuhan ekonomi nasional, Nilai tukar petani (NTP) sebagai salah satu indikator kesejahteraan petani secara konsisten mengalami peningkatan selama periode tahun 2006-2008 dengan pertumbuhan sebesar 2,52 persen per tahun. Dengan kinerja yang kundusif seperti itu, neraca perdagangan komoditas pertanian mengalami peningkatan secara konsisten selama periode 2005-2008 dengan rata-rata pertumbuhan 29,29 persen per tahun. Selain itu, pertumbuhan tenaga kerja sektor pertanian 1,56%/tahun, lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan total angkatan kerja (1,24%/tahun) dan tenaga kerja non pertanian yang hanya sekitar 0,98%/tahun. Melihat kondisi tersebut mengakibatkan. Rata-rata pertumbuhan nilai investasi sektor pertanian tahun 2005 – 2007 mencapai 172,8%/tahun, lebih tinggi dibanding sektor lain.

Selama periode 2004-2008 pertumbuhan produksi tanaman pangan secara konsisten mengalami peningkatan yang signifikan . Produksi padi meningkat rata-rata 2,78% per tahun (dari 54,09 juta ton GKG tahun 2004 menjadi 60,28 juta ton GKG tahun 2008 (ARAM III), bahkan bila dibanding produksi tahun 2007, produksi padi tahun 2008 meningkat 3,12 juta ton (5,46%). Pencapaian angka produksi padi tersebut merupakan angka tertinggi yang pernah dicapai selama ini, sehingga tahun 2008 Indonesia kembali dapat mencapai swasembada beras, bahkan terdapat surplus padi untuk ekspor sebesar 3 juta ton. Keberhasilan tersebut telah diakui masyarakat international, sebagaimana terlihat pada Pertemuan Puncak tentang Ketahanan Pangan di Berlin bulan Januari 2009. Beberapa negara menaruh minat untuk mendalami strategi yang ditempuh Indonesia dalam mewujudkan ketahan pangan.

Demikian pula produksi jagung meningkat 9,52% per tahun (dari 11,23 juta ton pipilan kering tahun 2004 menjadi 15,86 juta ton tahun 2008). Bahkan dibanding produksi jagung tahun 2007, peningkatan produksi jagung tahun 2008 mencapai 19,34% (naik 2,57 juta ton). Pencapaian produksi jagung tahun 2008 juga merupakan produksi tertinggi yang pernah dicapai selama ini. Selanjutnya, produksi kedele juga meningkat 2,98% per tahun dari 723 ribu ton biji kering tahun 2004 menjadi 761 juta ton biji kering tahun 2008 (ARAM III).

Peningkatan produksi tanaman pangan yang spektakuler tahun 2008 (terutama padi, jagung, gula, sawit, karet, kopi, kakao dan daging sapi dan unggas), dapat dijelaskan oleh beberapa faktor. Pertama, Tingginya motivasi petani/pelaku usaha pertanian utnuk berproduksi karena pengaruh berbagai kebijakan dan program pemerintah meliputi penetapan harga, pengendalian impor, subsidi pupuk dan benih, bantuan benih gratis, penyediaan modal, akselerasi penerapan inovasi teknologi, dan penyuluhan.. Kedua, perkembangan harga-harga komoditas pangan di dalam negeri yang kondusif sebagai refleksi dari perkembangan harga di pasar dunia dan efektifitas kebijakan pemerintah. Ketiga, kondisi iklim memang sangat kondusif dengan curah hujan yang cukup tinggi dan musim kemarau relatif pendek.

Untuk komoditas sumber pangan lainnya, produksi gula/tebu juga meningkat 6,76% per tahun dari 2,05 juta ton tahun 2004 menjadi 2,85 juta ton tahun 2008 (ARAM III). Demikian juga untuk komoditas daging sapi, baik dari segi populasi maupun produksi daging meningkat cukup besar. Peningkatan populasi ternak mencapai 12,75% (dari 10,5 juta ekor tahun 2004 menjadi 11,87 juta ekor tahun 2008), sedangkan produksi daging sapi meningkat 3,83% (dari 339,5 ribu ton menjadi 352,4 ribu ton).
Jika dibandingkan dengan beberapa Negara ASEAN, produksi dan produktivitas pangan strategis Indonesia relatif lebih tinggi. Gambaran tentang produksi dan produktivitas padi dan jagung di beberapa Negara ASEAN tercantum dalam Data 1 dan 2.

Data 1. Produksi dan Produktivitas Padi di ASEAN Tahun 2006

1. Indonesia luas panen 11,786.43 ribu ha; produksi 54,454.937 ribu metrik ton; produktivitas 4,620 kg/ha
2. Filipina luas panen 4,159.930 ribu ha; produksi 15,326.706 ribu metrik ton; produktivitas 3,684 kg/ha
3. Thailand luas panen 9,524.846 ribu ha; produksi 30,945.774 ribu metrik ton; produktivitas 3,249 kg/ha
4. Malaysia luas panen 658.200 ribu ha; produksi 2,202.000 ribu metrik ton; produktivitas 3,254 kg/ha
5. Vietnam luas panen tidak diketahui, produksi 35,917.900 ribu metrik ton; produktivitas 4,981

Sumber : FAOStat, 2008


Data 2. Produksi dan Produktivitas Jagung di ASEAN Tahun 2006

1. Indonesia luas panen 3,345.805 ribu ha; produksi 11,609.463 ribu metrik ton; produktivitas 3,470 kg/ha
2. Filipina luas panen 2,570.673 ha; produksi 6,082.109 ribu metrik ton; produktivitas 2,366 kg/ha
3. Thailand luas panen 951.970 ribu ha; produksi 4,057.698 ribu metrik ton; produktivitas 3,913 kg/ha
4. Malaysia luas panen 10.000 ribu ha; produksi 39.800 ribu metrik ton; produktivitas 3,980 kg/ha
5. Vietnam luas panen tidak diketahui; produksi 3,819.400 ribu metrik ton; produktivitas 3,700 kg/ha

Sumber : FAOStat, 2008

Strategi kebijakan pembangunan pertanian

Tujuan akhir pembangunan pertanian adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui sistem pertanian industrial. Secara operasional pencapaian tujuan tersebut ditempuh melalui tahapan-tahapan pembangunan jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Kebijakan dan program pembangunan pertanian jangka panjang dijabarkan dalam rencana pembangunan jangka menengah (lima tahunan) dan selanjutnya dijabarkan lebih lanjut ke dalam rencana pembangunan pertanian tahunan.

Dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan, Departemen Pertanian telah menyusun Cetak Biru (Blue Print) Pembangunan Pertanian Jangka Panjang (2005 - 2025), Jangka Menengah (2005-2009) dan tahunan. Adapun sasaran jangka panjang pembangunan pertanian, adalah : (1) Terwujudnya sistem pertanian industrial yang berdayasaing; (2) Mantapnya ketahanan pangan secara mandiri; (3) Terciptanya kesempatan kerja bagi masyarakat pertanian serta (4) Terhapusnya kemiskinan di sektor pertanian dan tercapainya pendapatan petani US$ 2500/kapita/tahun.

Tujuan jangka menengah pembangunan pertanian (2005-2009) adalah : (1) membangun SDM aparatur profesional, petani mandiri, dan kelembagaan pertanian yang kokoh; (2) meningkatkan pemanfaatan sumberdaya pertanian secara berkelanjutan; (3) memantapkan ketahanan dan keamanan pangan; (4) meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk pertanian; (5) menumbuh-kembangkan usaha pertanian yang akan memacu aktivitas ekonomi perdesaan; dan (6) membangun sistem manajemen pembangunan pertanian yang berpihak kepada petani.

Untuk pencapaian tujuan tersebut pemerintah menyusun strategi, kebijakan dan mengimplementasikan berbagai program/kegiatan pembangunan pertanian, baik lintas subsektor maupun program subsektor. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005-2009, ada tiga kebijakan utama yang diimplementasikan Departemen Pertanian, yaitu: (1) Peningkatan Produksi Pangan dan Akses Rumah Tangga terhadap Pangan; (2) Peningkatan Produktivitas dan Kualitas Produk Pertanian; (3) Perluasan Kesempatan Kerja dan Diversifikasi Ekonomi Perdesaan.

Selanjutnya, dalam implementasi kebijakan-kebijakan tersebut ada dua strategi besar yang ditempuh Departemen Pertanian. Pertama, memperkokoh fondasi pembangunan pertanian melalui Panca Yasa, ditempuh dengan strategi : (1) Penyediaan/perbaikan infrastruktur; (2) Penguatan kelembagaan; (3) Perbaikan sistem penyuluhan; (4) Penanganan pembiayaan pertanian; (5) Fasilitasi pemasaran hasil pertanian.
Kedua, melakukan Akselerasi pembangunan pertanian, yang ditempuh melalui strategi, yaitu: a) melibatkan partisipasi berbagai komponen masyarakat, b) padanan satu desa – satu penyuluh, c) sinergisme seluruh potensi sumberdaya, d) fokus komoditas, e) perencanaan berdasarkan master plan dan road map, f) penguatan Sistem Monitoring dan Data Base, dan g) pengarusutamaan gender dan pendekatan sosial budaya.

Dengan beragamnya jenis komoditas pertanian yang tumbuh di Indonesia, diperlukan strategi yang tepat dalam menentukan pilihan komoditas yang prioritas untuk dikembangkan. Prioritas penanganan difokuskan pada komoditas pertanian yang secara nasional dapat memberikan dampak nyata dan dirasakan hasilnya oleh petani, maupun masyarakat konsumen. Sehubungan itu, telah dirumuskan lima komoditas pangan utama yang diprioritaskan dengan sasaran akhir sebagai berikut: (a) padi dengan sasaran swasembada berkelanjutan; (b) jagung dengan sasaran swasembada tahun 2007-2008; (c) kedele dengan sasaran swasembada tahun 2015; (d) gula dengan sasaran swasembada tahun 2009; dan (e) daging sapi dengan sasaran mencapai kecukupan tahun 2010.


Masalah dan Tantangan dalam Pembangunan Pertanian

Tantangan dan permasalahan mendasar pembangunan sektor pertanian berkaitan dengan sarana prasarana, permodalan, pasar, teknologi, dan kelembagaan petani, yang masih memerlukan penanganan yang berkelanjutan disamping munculnya persoalan-persoalan baru. Walaupun dihadapkan pada berbagai permasalahan dan hambatan, sektor pertanian telah mampu menunjukkan keberhasilan dan perkembangan yang menggembirakan.

Khusus untuk masalah lahan pertanian, rendahnya perluasan sawah irigasi di Indonesia antara lain disebabkan oleh derasnya konversi lahan sawah beririgasi sejak lebih dari dua dasawarsa terakhir khususnya di pulau Jawa. Antara tahun 1978 – 1998, misalnya konversi lahan sawah irigasi adalah sebesar satu juta ha. Padahal kenyataannya sawah irigasi masih tetap merupakan sumberdaya lahan yang terpenting dalam mendukung produksi padi. Pangsa areal panen sawah masih memberikan kontribusi sebesar sekitar 90 persen sedangkan pangsa produksi berkisar 95 persen. Bila terjadi penurunan luas sawah irigasi yang tidak terkendali maka akan mengakibatkan turunnya kapasitas lahan sawah untuk memproduksi padi. Lebih dari itu jika proses degradasi kualitas jaringan irigasi terus berlanjut maka eksistensi lahan tersebut sebagai sawah sulit dipertahankan. Yang segera akan terjadi adalah alih fungsi lahan sawah tersebut ke penggunaan lain (pertanian lahan kering ataupun ke peruntukan non pertanian).

Data empiris menunjukkan bahwa untuk mencapai pertumbuhan produksi padi sawah 4,78 persen (Tahun 2003-2007), dibutuhkan pertumbuhan luas lahan sawah sebesar 2,47 persen. Hal ini menunjukkan penambahan luas lahan sawah masih sangat dibutuhkan dalam peningkatan produksi padi. Hal ini dapat dilihat dari anggaran yang cukup besar dalam pembangunan pertanian, dimana selama periode 2002-2007, rata-rata anggaran pertanian yang terbesar adalah untuk sarana dan prasarana (infrastruktur) yaitu 10,5 persen dan yang kedua adalah bantuan permodalan sebesar 8,5 persen. Urutan berikutnya adalah penyuluhan (2,7%), penelitian dan pengembangan (1,6%), dan pendidikan dan latihan (1,3%).

Tidak hanya dalam pengelolaan sumber daya alam, dalam kebijakan insentif harga juga dilakukan seperti pada kebijakan insentif harga yang dapat dilihat dari peninjauan HPP setiap tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bila terjadi kenaikan HPP gabah sebesar 10% akan mendorong peningkatan harga beras sebesar 8,1%. Peningkatan harga beras 10% akan meningkatkan jumlah penduduk miskin sebesar 1%. Peningkatan harga beras 10% meningkatkan inflasi 0,52%. Inilah tantangan secara makro dalam perekonomian nasional bagaimana disatu sisi dapat meningkatkan harga untuk kepentingan petani namun dipihak lain ada sebagian masyarakat merasa dirugikan. Walaupun demikian keberhasilan pembangunan pertanian bisa mengakibatkan jumlah rumah tangga petani khususnya rumah tangga petani padi dan palawija meningkat sebesar 4,06 persen.

Beberapa kebijakan pokok yang memberikan kontribusi terhadap pencapaian produksi pangan tersebut adalah: (a) Pengawalan Dan Bantuan Sarana Produksi: benih/bibit unggul, pupuk, alat mesin pertanian, obat hewan; (b) Bantuan Permodalan: fasilitas kredit kkp-E, BLM- KIP, PUAP, DPM-LUEP, KP-ENRP, LM3, PMUK; (C) Perbaikan Infrastruktur Pertanian: perluasan Areal, JITUT, JIDES, TAM, jalan usaha tani, embung, pengembangan irigasi air tanah; (d) Fasilitasi Pengembangan Pasar dan Peningkatan Mutu Produk; (e) Inovasi dan Percepatan Diseminasi Teknologi; (f) Pendampingan dan pengawalan intensif: SL PHT, SL PHP, SL Iklim, penyuluh, tokoh masyarakat, aparat; (g) Penyediaan Dana Tanggap Darurat; dan (h) Koordinasi Intensif Pusat - Daerah.

Penutup

Sebagai sektor strategis, pembangunan pertanian menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan serta kondisi lingkungan sosial-ekonomi-politik-budaya yang sangat dinamis. Departemen Pertanian sebagai penanggungjawab dan simpul koordinasi pembangunan pertanian telah menyusun dan mengembangkan berbagai target pembangunan dengan menetapkan tujuan, arah, strategi, dan kebijakan sebagai pedoman bagi seluruh pelaku pembangunan pertanian. Operasionalisasi pembangunan pertanian jangka panjang yang dijabarkan dalam rencana pembangunan jangka menengah (lima tahunan) dan dijabarkan lebih lanjut ke dalam rencana pembangunan pertanian tahunan. Strategi pencapaian masing-masing tujuan dijabarkan dengan jelas, didukung dengan kebijakan dan program yang akan diimplementasikan secara menyeluruh, teritegrasi, efisien dan sinergi, baik oleh pemerintah melalui internal Departemen Pertanian, bekerjasama dengan instansi luar pertanian, maupun dengan swasta dan pengusaha serta mengupayakan keterlibatan masyarakat terutama petani.

Sumber : Seminar on Agricultural Sciences 2009 at Tokyo University of Agriculture, on February 22, 2009, organized by Indonesian Agricultural Sciences Association (IASA), collaboration with Embassy of the Republic of Indonesia, Tokyo

Kunjungan Menteri KPDT ke KBRI Tokyo, Jepang

Menteri Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) Bapak Muhamad Lukman Edi pada 24 Februari 2009, melakukan kunjungan ke KBRI Tokyo disela-sela kunjungan kerja ke Jepang. Dalam kunjungannya beliau didampingi Deputi Bidang Peningkatan Infrastruktur Drs. Agus Salim Dasuki, M.Eng. dan 6 orang Pejabat dan Staf KPDT. Beliau melaporkan kepada Dubes KBRI Tokyo Prof. Dr. Jusuf Anwar tentang kegiatan yang sedang dan akan dilaksanakan selama 4 hari tanggal 22 – 25 Pebruari 2009. Tujuan Kunjungan Kerja ke Jepang ini adalah untuk menjajagi kerjasama dengan Jepang dalam bidang pembangunan infra struktur daerah tertinggal. Di depan para Koordinator Fungsi dan Atase Teknis Bapak Menteri memaparkan visi dan misi KPDT, serta pencapaian program KPDT yang telah dilaksanakan. Bapak Menteri menyampaikan bahwa pada tahun 2007 sudah terdapat 28 daerah tertinggal Indonesia yang sudah lepas dari ketertinggalannya.

Seusai pemaparan visi dan misi KPDT, tampak pada gambar Menteri KDPT Bapak Muhamad Lukman Edi dan Bapak Dubes Prof. Dr. Jusuf Anwar sedang malakukan pertukaran cindera mata berupa logo Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal dan logo Kedutaan Besar Republik Indonesia, Tokyo. Bapak Dubes berseloroh, “Sama-sama Garuda, tetapi Garuda KBRI lebih besar”. Sebelum acara pertukaran cindera mata, Bapak Dubes memberikan penjelasan bahwa memang Jepang termasuk penyandang dana terbesar dalam kerjasama dengan Indonesia, tetapi sebaiknya kita usahakan agar bantuan kerjasama jangan dalam bentuk pinjaman tetapi dalam bentuk hibah. Semoga usaha Bapak Menteri dan rombongan dapat mencapai hasil terbaik untuk kemajuan bangsa.

Thursday 19 February 2009

Ingin Ekspor Telur Ikan Terbang ke Jepang?

Pada saat ini (Pebruari 2009) terdapat perusahaan Jepang yang menginginkan impor telur ikan terbang dari Indonesia, sehingga pada kesempatan ini ditampilkan artikel dari Trubus untuk pembaca yang berminat meningkatkan ekspor telur ikan terbang dari Indonesia ke Jepang. Bolehkah menggunakan alat tangkap yang lebih canggih?


Ekspor Telur Ikan Terbang
oleh Trubusid

Butiran telur-telur kekuningan yang masih terikat benang mirip serabut itu dibilas berulang-ulang. Setelah bersih dijemur dengan cara diangin-anginkan di atas kayu. Telur yang sudah kering itu lalu digosokkan berkali-kali di atas papan stainless steel berukuran 20 cm x 45 cm untuk dibuang serabutnya. Telur dibilas dan diangin-anginkan kembali. Prosesi pengolahan telur ikan terbang sebelum diekspor itu dapat disaksikan di Makassar, Sulawesi Selatan.

Telur ikan terbang Hirundichthys oxycephalus itu berasal dari nelayan-nelayan di Galesong. Nelayan Bugis dari daerah pesisir berjarak 22 km di selatan Makassar itu pemburu jempolan telur ikan terbang. Dari tangan mereka, Gassing Rafi, eksportir, membelinya seharga Rp75.000-Rp90.000/kg.

Telur ikan terbang memang lezat. Penikmat yang berdatangan dari manca-negara seperti Korea Selatan, Jepang, hingga Lithuania, suka sekali menyantap karena rasanya gurih. Selain itu menyantap telur ikan terbang sangat bergengsi. Maklum, citra kelezatannya hampir setara dengan telur ikan sturgeon dari Laut Kaspia, kaviar.
Menurut Gassing permintaan telur ikan terbang sangat tinggi. Ia menggambarkan pada 2005 omzet perusahaannya mencapai Rp6-miliar. Pada 2006 dan 2007, nilai itu meroket sampai Rp10-miliar dan Rp20-miliar. ‘Pada 2007 volume pengiriman mencapai 60 ton. Kebutuhan pasar mencapai 2 kali lipat,’ kata Gassing yang berkali-kali terpaksa menampik pesanan itu.

Pakkaja

Ikan yang hidup di perairan Sulawesi, Papua, hingga Flores itu tidak setiap saat menghasilkan telur, meski musim berbiaknya sepanjang tahun. Masa puncak melimpahnya telur berlangsung pada Juni-Agustus. Ketika itu musim angin timur mulai habis, yang ditandai dengan kerap terjadi upwelling-arus vertikal-yang membawa plankton berlimpah. Saat itulah ikan tuing-tuing-bahasa setempat-saling mencari pasangan dan diakhiri dengan bertelur.

Saat itu pula nelayan dengan berbekal alat tangkap siap berburu. Alat tangkap berbentuk tabung berbahan rotan bergaris tengah 50 cm. Biasanya nelayan memakai jerami untuk menghubungkan 2 tabung. Jerami itulah yang menjadi media ikan
betina meletakkan telur. ‘Pakkaja menga-pung sehingga mudah diamati,’ kata Gassing.

Waktu telur melimpah, dalam 1 unit pakkaja bisa diperoleh 10-15 kg telur selama 3 minggu melaut. Namun, sejak awal dekade 1990 pakkaja diganti alat yang lebih sederhana bernama bale-bale. Meski lebih sederhana, alat yang sepintas mirip rakit itu lebih ampuh menjaring telur. Nelayan bisa mendapatkan 30-40 kg telur dalam waktu sama. Itu lantaran celah bale-bale yang rapat dan banyak, disukai ikan terbang untuk menyembunyikan telurnya.

Telur hasil tangkapan langsung dibersih-kan nelayan dengan air laut. Telur yang masih penuh serat itu lantas dijemur di atap perahu selama 1-2 hari sebelum diolah kembali oleh eksportir atau pengepul. ‘Perlu dibersihkan lagi berkali-kali agar kadar seratnya kurang dari 20%,’ ujar Gassing yang mengekspor dalam bentuk beku setelah diawetkan dengan garam.

Langka

Beberapa tahun terakhir telur ikan terbang makin sulit didapatkan, sehingga nelayan perlu waktu berbulan-bulan untuk mengumpulkannya. Hal itu tak lepas dari menyusutnya populasi ikan terbang akibat perburuan telur berlebihan yang mengganggu regenerasi. Akibatnya nelayan Galesong harus berlayar sampai Fakfak, Provinsi Papua Barat untuk mendapat telur. Pada musim bertelur, tercatat hingga 4.400 nelayan dan 900 perahu pengepul datang di Fakfak.

Data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan pada 2006 memperlihatkan produksi telur ikan terbang pada 2005 hanya 3.300 ton. Itu hanya 50% dari jumlah produksi pada 1977. Nasib ikan terbang tampaknya mulai meniti ujung tanduk. Seperti saudaranya ikan sturgeon-penghasil kaviar yang penangkapan telurnya sudah dilarang-pembatasan kuota volume tangkapan ikan terbang juga perlu dipertimbangkan. Itu semata-mata demi regenerasi ikan terbang terjaga sehingga tidak punah. (Augy Syahailatua, PhD, kepala Bidang Sumberdaya Laut - Pusat Penelitian Oseanografi - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
Sumber : Trubus, Juli 2008

Wednesday 18 February 2009

Guide to Agricultural Investment and Trade Opportunities in Indonesia (5)

Immigration

Visa and Immigration Requirements

Tourists and business visitors from Argentina, Australia, Austria, Belgium, Brazil, Brunei, Canada, Chili, Chinese Taipei, Denmark, Egypt, Finland, France, Germany, Greece, Hungary, Iceland, Ireland, Italy, Japan, Jordan, Kuwait, Luxembourg, Malaysia, Maldives, Malta, Morocco, Mexico, Monaco, Netherlands, New Zealand, Norway, The Philippines, Saudi Arabia, Singapore, South Korea, Spain, Sweden, Switzerland, Hong Kong, / China, Thailand, Turkey, United Arab Emirate, United Kingdom, United State of America, Venezuela and Yugoslavia do not require visa for a maximum stay of 2 (two) months. In addition, tourists and business visitors from Hong Kong Special Administrative Region (SAR) and the Myanmar do not require visa for a maximum stay only of 2 (two) weeks. However, these visas are not extendable. The granting of free visa to business visitors is limited for the purpose of business investigations or discussions with their business relations. They are not permitted to conclude any business transaction, engage in local employment, and perform any professional or technical service. Visa is still required for visitors from countries which are not mentioned above.

Multiple-Journey Business Visas

Multiple-Journey Business Visa travel visa gives the bearer the right to make several entries to Indonesia within a period of 12 (twelve) months and each stay up 2 (two) months.

For business or tourist travelers of nationalities that have obtained the two months free visa on arrival, multiple-journey business visas are not necessary for stays within those two months.

Limited Stay Visas or Temporary Residents Visas

Limited stay visas are valid for three months to one year and are issued exclusively to experts for the national development and to expatriates who are involved in training or other educational or scientific programs in line with the prevailing government regulations. Direct dependents can also qualify for this type of visa.

Re-entry Permit

Non-citizens with residential status in Indonesia must have valid re-entry permits to re-enter Indonesia.

Environmental Protection

In 1990, the government established the environmental Impact Management Agency (BAPEDAL) and then, since 2002 this Agency merges into the Ministry of Environment which is responsible for the development and implementation of national policies and programs for environmental management particularly as they relate to urban and industrial pollution and hazardous waste management.

The ministry of Environment oversees a decentralized enforcement system (conducting environmental assessment) through the Regional Environment Management Agency (BAPEDALDA) and regional laboratories to ensure efficient monitoring of the implementation of environmental policies.


Business Entrance

Indonesia has been stipulated the new law No.: 25/2007 concerning Investment (in Indonesia), to meet the above Investment law Indonesia Government is preparing the derivates regulations.

For the transition, few fields of business activities are regulated by President Decree No. 96 of 2000 as amended by No. 118 of 2000. There are 11 (eleven) business activities closed for any investment (domestic as well as foreign / PMA) such as cultivation and processing marijuana, collection / utilization of sponges, Industries of harmful chemicals and chemical weapon, which are listed in the attachment-I of the mentioned decrees. There are 8 (eight) business activities and closed for PMA companies such as germ plasma cultivation, concessions for natural forest, which are listed in the attachment-II. In addition, there are 9 (nine) business activities opened on the condition of joint venture between foreign and domestic capital, such as developing and operating of harbor, electricity production, transmission and distribution, as listed in the attachment-III. List of business activities which are opened for investment if fulfilled certain condition of fish in fresh water, industries of pulp made of wood and ethyl alcohol.

The Indonesian Regulatory Environment

The Indonesian Investment Process

The Capital Investment Board (BKPM) has the responsibility to administer and grant investment application. BKPM issues licenses for both domestic (PMDN) and foreign investment (PMA).

Service and / or licensing convenience may be given and renewed in advance simultaneously and may be further renewed upon request of the investors in form of:

a. Hak Guna Usaha (leasehold) may be given for 95 (ninety-five) years and simultaneously renewed in advance for 60 (sixty) years, and it may be further for 35 (thirty-five) years.

b. Hak Guna Bangunan (building rights) may be given for 80 (eighty) years, and simultaneously renewed in advance for 50 (fifty) years, and it may be further renewed for 30 (thirty) years and
c. Hak Pakai (right of use) may be given for 70 (seventy) years, and simultaneously renewed in advance for 45 (forty-five) years, and it may be further renewed for 25 (twenty-five) years.

The government shall provide the same treatment to any investors originating from any countries making investment in Indonesia pursuant to the rules of law. Treatment set forth shall not apply to investor of certain countries that have received privilege by virtue of an agreement with Indonesia.

On-stop integrated service is meant to assist investor in obtaining service convenience, fiscal facility, and information about investment. One-stop integrated service shall be provided by authorized institution or agency. In investment sector that have been delegated or assigned by institution or agency possess the authority to issue licensing or non-licensing in a province or regency/city. Provisions on the method and implementation of such one-stop integrated service set forth shall be governed with presidential regulation.

The approval process today for foreign investors is easier than before 1997.

The professional adviser is highly recommended for any new company wishing to establish.

There are regional BKPM offices, which are located in provinces, known as BKPM also have responsibility for issuing licenses and approvals.

The investment Law (now under processed) eliminates many impediments and red neck investment procedures.

Source: Guide to Agricultural Investment and Trade Opportunities in Indonesia, Ministry of Agriculture, The Republic of Indonesia

Tuesday 17 February 2009

Pabrik Bio-ethanol di Niigata Jepang

Paba bulan Pebruari 2008 Mitsubishi Enginering and Shipbuilding Co., Ltd. (MES) mulai membangun konstruksi pabrik yang dipergunakan untuk memproduksi bio-ethanol. Pada saat ini penggunaan pabrik ini masih tahap pengembangan dan diawasi, mempunyai kapasitas produksi 1000 kl ethanol per tahun dengan menggunakan bahan baku beras yang berasal dari panenan yang terbaik.

Pabrik ini merupakan bagian projek nasional yang diresmikan oleh Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries (MAFF) Jepang. MAFF menamakannya “Demonstration Project on Regional Utilization Model of Bio-fuel” dan National Federation of Agricultural Cooperative Associations Japan (JA Zen-Noh) menjalankan projek ini untuk memproduksi bio-ethanol dari beras berasal dari panenan yang terbaik dengan bantuan subsidi MAFF untuk jangka waktu 5 tahun.

JA Zen-Noh mempromosikan penggunaan bio-ethanol di dalam organisasi JA Prefektur Niigata. Pabrik pengolahan ini dibangun di kota Niigata. Pabrik ini memproduksi bio-ethanol dengan bahan beras yang berasal dari padi hasil panenan terbaik yang ditanam di Prefektur Niigata. Disediakan fasilitas pencampur bio-ethanol dan bensin yaitu berupa terminal tengki minyak bahan bakar kepunyaan JA. Bensin yang telah dicampur dengan bio-ethanol ini didistribusikan ke jaringan Pom minyak bahan bakar milik JA.

Kelebihan pabrik pengolahan bio-ethanol ini adalah tidak perlu pengolahan air limbah karena 1) menggunakan centrifugal separator dan menjaga keseimbangan panas dan air dalam mash column; 2) Stillage (residu fermentasi) konsentrasinya tinggi sampai 25%, sedangkan pemrosesan dengan menggunakan cara biasa sekitar 10%. Seluruh Stillage dapat digunakan sebagai bahan untuk makanan sapi atau menjadi pupuk. Dengan cara ini dapat menghemat biaya pengolahan air limbah, ini merupakan jalan keluar memecahkan masalah yang dihadapi pengolahan cara lama.

Projek ini diharapkan dapat mengembangkan pertanian padi dan dapat memajukan efektifitas penggunaan lahan pertanian padi yang sulit dirubah untuk ditanami komoditi lain. Hal ini akan dapat mempertahankan kelestarian lahan pertanian, air dan lingkungan hidup di pedesaan untuk kehidupan masa depan. Pada saat yang bersamaan cara ini akan membantu memecahkan masalah-masalah pertanian yang dihadapi di tingkat daerah.

Sumber: MES Bulletin 63, 2009

Thursday 12 February 2009

Petunjuk Teknis Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan terhadap Lalulintas Pemasukan Hewan Penular Rabies (anjing, kucing, kera & hewan sebangsanya)

Persyaratan Karantina terhadap Lalulintas Pemasukan Hewan Penular Rabies (HPR) dari Luar Negeri yang Bebas Rabies

A. Dari Luar Negeri

Dari negara bebas Rabies sesuai dengan Lampiran Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1096 Tahun 1999 yang dapat diperbaharui sesuai perkembangan status bebas rabies dunia;

B. Kelengkapan Dokumen: Harus memiliki

i. Sertifikat Kesehatan Hewan yang diterbitkan oleh pejabat berwenang di negara asal dan negara transit;

ii. Surat Persetujuan Pemasukan

iii. Pasport Hewan atau surat keterangan identitas hewan dalam bahasa Inggris yang dikeluarkan oleh dokter hewan berwenang di negara asal yang memuat antara lain telah berada atau dipelihara sekurang-kurangnya 6 (enam bulan) di negara asal sebelum diberangkatkan dan hewan sekurang-kurangnya telah berumur 6 (enam) bulan serta tidak dalam keadaan bunting umur 6 (enam) minggu atau lebih, dan atau hewan tersebut tidak sedang menyusui pada saat diberangkatkan. Pasport mencantumkan informasi sekurang-kurangnya jenis hewan, bangsa, jenis kelamin, warna bulu, umur/tanggal lahir dan penanda identitas; atau memiliki

iv. Penanda identitas permanen dengan identifikasi elektronik (microchip), bila microchip yang digunakan tidak sesuai dengan alat baca pada pelabuhan/bandara pemasukan, maka pemilik atau kuasa pemilik harus menyediakan sendiri perangkat alat baca untuk microchip tersebut.

v. Hewan yang akan masuk ke wilayah/daaerah bebas rabies di Indonesia diberangkatkan langsung dari negara bebas rabies. Apabila harus transit maka harus ada persetujuan dari Menteri Pertanian Cq. Dirjen Peternakan dan otoritas veteriner di negara transit memberikan keterangan transit;

vi. Surat Keterangan vaksinasi bagi negara yang melaksanakan vaksinasi menggunakan vaksin inaktif, yang diberikan:
- untuk hewan yang divaksinasi pertama kali(primer), sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan dan tidak lebih dari 1 (satu) tahun sebelum diberangkatkan yang diberikan saat hewan berumur minimal 3 (tiga) bulan;
- untuk vaksinasi booster, sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan atau tidak lebih dari 1 (satu) tahun sebelum diberangkatkan.

vii. Surat Keterangan hasil pemeriksaan titer antibodi dari negara asal. Pengujian titer antibodi tidak boleh dilakukan lebih lama dari 6 (enam) bulan setelah vaksinasi dari Laboratrium yang telah diakreditasi.

C. Ketentuan Vaksinasi

(1) Bila di negara asal bebas rabies dan wilayah/daerah tujuan tidak ada kegiatan vaksinasi, makahewan yang dilalulintaskan tidak dilakukan vaksinasi;

(2) Bila di negara asal bebas rabies tidak ada kegiatan vaksinasi sedangkan di wilayah/daerah tujuan ada kegiatan vaksinasi, maka hewan yang dilaulintaskan dilakukan vaksinasi di wilayah/daerah tujuan;

(3) Bila di negara asal bebas rabies dan wilayah/daerah tujuan ada kegiatan vaksinasi, maka hewan yang dilalulintaskan dilakukan vaksinasi di negara asal;

(4) Bila di negara asal bebas rabies ada kegiatan vaksinasi sedangkan di wilayah/daerah tujuan tidak ada kegiatan vaksinasi , maka hewan yang dilaulintaskan dilakukan di negara asal;

(5) Vaksinasindi negara asal bebas rabies sekurang-kurangnya dilakukan 30 hari dan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sebelum diberangkatkan;

(6) Dengan uji serum netralisasi (SN test) memiliki titer antibodi rabies kurang dari 0,1 IU/ml (< 0,1 IU/ml) dari negara asal bebas rabies tidak ada kegiatan vaksinasi; dan lebih besar atau sama dengan 0,5 IU/ml dari negara asal bebas rabies ada kegiatan vaksinasi, oleh laboratorium yang ditunjuk oleh Kepala Badan Karantina Pertanian.

Sumber : Lampiran Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian, no. 344.b/kpts/PD 670.370/L/12/06 tanggal 13 Desember 2006. Petunjuk Teknis Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan terhadap Lalulintas Pemasukan Hewan Penular Rabies (anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya), Badan Karantina Pertanian, Departemen Pertanian.

Wednesday 11 February 2009

Agricultural Investment and Trade Opportunities in Indonesia (4)

Relevant International Agreement

Investment Guarantee and Protection Agreement

A number of governments provide investment guarantees to other nationals who make overseas investment in their countries. In most cases, these guarantees cover compensation in case of nationalization or expropriation, damages or losses caused by incidents of war, revolution or insurrection and payments for any approved remittance pursuant to the investment in case of non-convertibility of currency of the host country. To provide security for foreign investment, the Government of Indonesia concludes investment Guarantee Agreement (IGA) with ASEAN governments. Besides, Indonesia signed bilaterally the investment promotion and Protection Agreements with 55 countries, namely: Argentina, Algeria, Australia, Bangladesh, Belgium/Luxemburg, Cambodia, Chile, People Republic of China, Cuba, Czech Republic, Denmark, Egypt, Finland, France, Germany, Hungary, India, Italy, Jamaica, Jordan, Democratic People’s Republic of Korea, South Korea, Kyrgyzstan, People Democratic republic of Laos, Malaysia, Morocco, Mauritius, Mongolia, Mozambique, The Netherlands, Norway, Pakistan, The Philippines, Poland, Qatar, Romania, Singapore, Slovak Republic, Spain, Sri Lanka, Sudan, Suriname, Sweden, Switzerland, Syria, Thailand, Tunisia, Turkmenistan, Vietnam, Yemen and Zimbabwe.

To create a favorable international investment climate, Indonesia has also signed multilateral agreements, thereby promoting foreign direct investment in Indonesia. Indonesia is now a member of the Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA), which will protect investment against various political risks.

To deal with foreign investment disputes, Indonesia has become a signatory member of the investment Center on the Settlement of Investment Disputes (ICSID).

Intellectual Property Right

Indonesia has made a great progress on intellectual property protection since 1986. Indonesia is a member of the World Intellectual Property Organization and is party of certain sections of the Paris Convention for the protection of intellectual property. Pursuant to obligations under the Agreement on Trade-Related Aspect of Intellectual Property Right (TRIPs), one of the Uruguay Round Agreements, Indonesia has amended Patent Law, Copyrights Law and Trademark Law in 1997.

Patent

Indonesia’s first patent law entered into effect on August 1, 2001 by Law No. 14 of 2001. The Law and its implementing regulations outline patent consultants, and patent announcements. Products and production processes are in principle patentable subject to certain requirements. The Law provides protection for a period of 20 years for Patent and 10 years for Simple Patent, both of them can not be extended.

Trademarks

The first Indonesia’s trademark act took effect on April 1, 1993 but then it was replaced by Law No. 15 of August 2001. The act is intended to provide greater protection for well-known foreign and Indonesian marks, and to prohibit the use of deceptively similar marks. The act states that trademark right are determined on a first file basis rather than on a first uses basis. The trademark is filed and it can be extended. After registration, the trademark must actually be used in commerce. The detection of registered trademark from the general list trademark can be undertaken either by the trademark holder initiative or the trademark office if trademark is not used with in 3 years.

Copyright

In 1987 and 1997, the House of Representative – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) passed two amendments to the 1982 Copyright Law. The amended law affords protection to people’s creations on science, art and literature, expands the scope of coverage and rises the terms of protection for most categories of works to international standards. The copyright is valid for:

1. As long as the author’s life until 50 years from the date of death of author; for book, flyer, paper / write. Seminar, lecture, speech, and the like, performance (music, Java traditional music / karawitan, drama, dance, people or puppet performance / pewayangan, pantomime, choreography, created song or music with or without lyric, arts (painting, statue), batiks arts, architecture, map, translation, interpret, and excerpt, writing and work of arts.

2. 50 years from the date of the copyright notification, for broadcasting creation used such as on TV, radio, video, and movie, created song or music with or without lyric, recorded voice or sound, arts (painting statue); cinematography, computer program.

3. 25 years from date of copyright notification; for photography, computer programs, and cover design.

To be continued.

Source: Guide to Agricultural Investment and Trade Opportunities in Indonesia, Ministry of Agriculture, the Republic of Indonesia

Monday 9 February 2009

Zen Noh Koperasi Terbesar di Dunia

Zen Noh Jepang merupakan koperasi terbesar dari 300 koperasi yang diranking ICA. Dengan basis pertanian, jejaring Zen Noh telah merambah ke berbagai bisnis, yang menjangkau banyak negara. Padahal, koperasi ini baru dibentuk pada 1972, jauh lebih muda ketimbang koperasi-koperasi raksasa di Eropa dan Amerika Serikat.


Para petani Jepang, memiliki re­but tawar (bargaining position) yang luar biasa kuat, dalam konste­lasi ekonomi dan politik di negaranya. Sudah menjadi pengetahuan umum, kalau berbagai komoditi pertanian yang dihasilkan petani­nya, jauh lebih mahal ketimbang komoditi sejenis di negara lain. Tapi, pemerintah Jepang tidak bi­sa sembarangan mengimpor komoditi tersebut, tanpa persetujuan petani. Jatuhnya menteri pertanian karena mengabaikan aspirasi peta­ni, bukan hal yang aneh terjadi di Jepang.

Kekuatan luar biasa dimiliki peta­ni Jepang, antara lain karena mereka solid berhimpun dalam koperasi pertanian. Tapi, soliditas itu bukan cuma ditunjukkan untuk menekan (pressure group), melainkan juga da­lam me­ngembangkan jaringan bisnis. Dan, ini yang terpenting, semuanya memungkinkan lantaran para petani Jepang berhimpun dalam koperasi.

Koperasi pertanian Jepang, mem­bentang dalam sebuah jaringan yang kokoh, dari tingkat primer hingga sekunder, yang berpuncak pada Zen Noh sebagai ferederasi koperasi pertanian di tingkat nasional. Dengan perputaran omset mencapai 63.449 dolar AS, atau Rp 583,73 triliun) pertahun, saat ini Zen Noh menem­pati urutan tertinggi dalam ICA Global 300, yang dirilis International Co-operative Alliance (ICA) pada Oktober 2007 lalu.

Zen Noh berdiri pada 30 Maret 1972, hasil penggabungan dua sekunder koperasi pertanian level nasional, yaitu Zenkoren (yang ber­gerak dalam pengadaan kebutuhan pertanian) dan Zenhanren (bergerak di bidang pemasaran pro­duk pertanian). Kedua sekunder ko­perasi ini berdiri pada 1948.

Secara keseluruhan, Zen Noh menghimpun 1.173 koperasi pertanian, 1.010 di antaranya merupakan primer koperasi pertanian. Sisanya merupakan sekunder koperasi pertanian tingkat provinsi, federasi kope­rasi lain yang terkait dengan bidang pertanian dan peternakan. Hampir semua kebutuh­an petani Jepang, dipenuhi melalui koperasi (umumnya disebut JA atau Nohkyo). Mulai dari penga­daan berbagai peralatan dan input pertanian, permodalan, sampai pe­masaran produk pertanian. Bahkan, kebutuhan barang sehari-hari pun, diperoleh lewat koperasi.
Dengan jaringannya, koperasi pertanian Jepang menangani sektor pertanian dari hulu sampai hilir, termasuk sektor pendukungnya se­per­ti keuangan dan asuransi. Pada awalnya, tanaman pertanian yang menjadi perhatian adalah padi. Total produksi beras yang dihasilkan, rata-rata mencapai 1,58 juta ton per tahun.

Namun, pada perkembangan selanjutnya, koperasi juga mengarahkan petani untuk melakukan diversivikasi tanaman. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi over supply beras sehingga harganya jatuh. Koperasi selalu mengupayakan agar harga setiap komoditi di tingkat petani tetap tinggi, sesuai dengan standar hidup di Jepang, yang termasuk paling tinggi di dunia.

Tidak seperti negara berkembang yang pada umumnya mengor­bankan sektor pertanian untuk membangun industri, yaitu de­ngan memperkecil nilai tukar hasil pertanian di hadapan barang produk industri, di Jepang nilai tukar ke­duanya selalu diusahakan setara. Dengan begitu, tingkat kesejahtera­an para petani, tidak ketinggalan dengan masyarakat yang bekerja di sektor industri.

Strategi tersebut, bukan tanpa risiko. Semula, Jepang memang bisa menerapkan kebijakan untuk mela­rang impor komoditi pertanian yang banyak dihasilkan petaninya, kendati harganya jauh lebih mahal di ban­ding pasar dunia. Namun, pada 1993, Jepang dipaksa membuka keran impor, melalui Kese­pakatan Umum tentang Tarif dan Perdagangan (GATT). Berdasarkan kesepakatan itu, mulai 1995 Jepang membuka impor beras, mes­kipun dibatasi hanya 4 persen dari kebutuhan beras dalam negeri. Memasuki tahun 2000, batasan itu diberbesar menjadi 4,8 persen.

Namun, Pemerintah Jepang te­tap melindungi petaninya, antara lain dengan menetapkan bea masuk cukup tinggi, di samping tetap memberikan subsidi pada input pertanian. Melalui koperasi, peta­ni Jepang memang mempunyai lobi yang kuat di pemerintahan. Bahkan di Partai Demokrat Libe­ral (LDP) yang merupakan partai besar, banyak orang koperasi yang berkiprah. Mereka mampu meyakinkan pemerintah, bahwa membatasi impor komoditi pertanian dalam jangka panjang bakal menumbulkan ketergantung­an yang bisa berakibat fatal. Dalam jangka pendek, melindungi pertanian di dalam negeri juga terkait de­ngan stabilitas politik nasional.
Lantas, apakah pertanian Jepang menjadi pasif berlindung di balik proteksi pemerintah? Tentu saja, tidak. Koperasi pertanian Jepang aktif melakukan kampanye yang mengu­sung tema “Produk Lokal untuk Kon­sumen Lokal”. Upaya untuk menjaga loyalitas penduduk Jepang pada produk pertanian dalam negeri ini, tidaklah semata-mata mengandalkan unsur emosional, tapi juga rasional.

Kendati harganya relatif lebih tinggi, koperasi pertanian menjamin bahwa seluruh komoditi pertanian yang dihasilkan anggotanya, memenuhi standar higienis tinggi. De­ngan label dengan system bar-code di setiap kemasan pertanian yang dibeli di toko koperasi, konsu­men dengan jelas mengetahui siapa petani yang menanam produk yang mereka beli. Maka, jika terjadi se­suatu, komplain lebih mudah di lakukan. Agar produk pertanian itu bisa dijual lebih murah, kope­rasi membangun jaringan toko sendiri, sehingga bisa memotong jalur distribusi.

Perkembangan bisnis setiap kope­rasi pertanian di Jepang, pada gilirannya, mendorong Zen Noh untuk terus melebarkan sayap bisnisnya, dengan jaringan yang tersebar di 26 negara, termasuk Indonesia, dan memiliki afiliasi dengan 249 perusahaan. Jumlah karyawannya mencapai 12,5 ribu orang lebih.

Sumber: Majalah-pip.com 2008

Wednesday 4 February 2009

Reformasi Pertanian di Jepang

Pada bulan April 2007, Gugus Tugas Promosi Kebijakan Pangan, Pertanian dan Wilayah Pedesaan yang dipimpin oleh Perdana Menteri telah mengadopsi paket kebijakan yang berorientasi pada sasaran yang disesuaikan dengan sasaran kebijakan kabinet sektor pertanian, yakni:

1) untuk memanfaatkan secara penuh kapasitas produksi yang berpotensi pada bidang pertanian dan untuk mengembangkan pertanian sebagai industri penting yang strategis di abad 21;

2) untuk memenuhi permintaan produk yang berkwalitas tinggi dan permintaan keamanan pangan bagi konsumen, dan untuk melaksanakan rencana yang terdiri dari (i) reformasi agraria yang dikonsentrasikan pada lahan pertanian petani utama dalam rangka memperkuat struktur pertanian Jepang dan (ii) penetapan Strategi Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan dalam pencegahan Global Warming.

Respon Jepang terhadap melambungnya harga produk pertanian di dunia dan terhadap menurunnya swasembada pangan, pada bulan Mei 2008 Gugus Tugas Promosi Kebijakan Pangan, Pertanian dan Wilayah Pedesaan yang dipimpin oleh Perdana Menteri telah mengadopsi aksi dan tindakan nyata yang harus dikembangkan bukan hanya oleh Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan tetapi juga oleh Jepang secara menyeluruh. Program-programnya meliputi:

1) mengembangkan dan mempopulerkan produk-produk tepung beras, produksi pakan ternak dari sawah dan meningkatkan swasembada pakan ternak untuk memperkuat kapasitas suplai makanan domestik;

2) menambahkan informasi yang benar pada label kemasan makanan untuk meningkatkan kepercayaan konsumen;

3) mengembangkan program stabilisasi menejemen pertanian yang ditujukan kepada Petani Utama;

4) membangun suatu sistem dimana perusahaan dan masyarakat yang berasal dari bidang yang beranekaragam dapat memasuki sektor pertanian;

5) memanfaatkan kembali lahan “tidur”;

6) meningkatkan kerjasama di antara petani, industri makanan lokal dan perusahaan pengecer lokal guna revitalisasi wilayah pedesaan.

Kebijakan Produksi Padi di Jepang

Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Jepang memberikan kesempatan kepada petani padi untuk ikut serta dalam program penurunan produksi padi, yang merupakan kebalikan dari kebijakan produksi padi selama ini, kata sumber dari Kementerian tersebut pada hari Selasa (3 Pebruari 2009).

Dengan sistem ini, hanya para petani yang ikut serta dalam usaha penurunan produksi padi yang sejalan dengan kebijakan pemerintah diberikan tunjangan, kata sumber tersebut.

Belum diketahui apakah koperasi pertanian dan petani padi yang telah mematuhi kebijakan pemerintah dalam pengurangan tanaman pangan selama bertahun-tahun akan menentang perubahan kebijakan ini.

Langkah ini dapat memaksa industri padi – yang telah diproteksi selama beberapa dekade – secara drastis berubah menuju liberalisasi. Selama ini pemerintah telah membantu petani padi dengan membeli gabah ketika harga jatuh.

Para petani yang patuh dengan kebijakan penurunan produksi padi ini biasanya menjual hasil panenannya melalui koperasi. Apabila mereka diberikan pilihan untuk mengurangi penanaman padi, komisi penjualan yang diterima koperasi bisa menurun.

Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan bertujuan maju ke depan dengan perubahan kebijakan tersebut sebagai pilar utama dalam reformasi pertanian yang diharapkan pada tahun fiskal 2010, kata sumber tersebut.

Menteri Pertanian Shigeru Ishiba telah mengatakan bahwa kebijakan padi nasional harus dirubah karena beberapa petani padi yang tidak patuh terhadap kebijakan pengurangan produksi padi ini masih memperoleh keuntungan dari kebijakan bantuan harga dari pemerintah.

“Kami akan melakukan kajian semua peraturan yang memungkinkan (untuk penggantian sistem)” kata Ishiba di Konperensi press.

Jika kebijakan ini diterapkan, petani yang memilih untuk tidak turut serta dalam pengurangan produksi padinya akan lebih bebas dalam melakukan usaha taninya dan akan dapat memproduksi varietas padi yang terkenal sesuai dengan kondisi pasar. Akan tetapi bisa juga mereka akan menderita apabila harga beras jatuh tajam karena mereka tidak memperoleh bantuan finansial dari Pemerintah.

Sebuah badan yang anggotanya terdiri dari delegasi organisasi pertanian dan para pakar pertanian akan dibentuk guna membuat perencanaan yang menentukan, kata sumber tersebut.

Dengan kebijakan ini, Pemerintah mengarahkan para petani untuk mengurangi penanaman padinya dan diganti ditanami dengan tanaman pangan lain.

Sumber: Japan Times 3 Pebruari 2009

Sunday 1 February 2009

Penyerahan Surat Pengangkatan Profesor untuk Dr. Jusuf Anwar


Pada tanggal 1 Pebruari 2009 telah diserahkan surat pengangkatan Dr. Jusuf Anwar sebagai Profesor Universitas Pajajaran oleh Mendiknas Bapak Bambang Sudibyo di Kedutaan Besar Republik Indonesia Tokyo disaksikan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia Bapak Jusuf Kalla dan masyarakat Indonesia di Tokyo.

Wapres Jusuf Kalla Petik Tomat Merah dan Kuning di Pasona O2 Tokyo

Tepat pukul dua siang 1 Februari 2009 Wapres Bapak Jusuf Kalla dan Ibu Mufidah Jusuf Kalla disertai Mendiknas Bapak Bambang Sudibyo, Dubes Bapak Jusuf Anwar dan Ibu Lastrijah Jusuf Anwar serta rombongan tiba di Pertanian Percontohan Pasona O2. Pertanian ini terletak di lantai 2 bawah tanah Gedung Nomura yang terletak di tengah kota Tokyo, dengan alamat 2-1-1 Otemachi, Chiyodaku. Setibanya di halaman Gedung Nomura Bapak Wapres disambut oleh Presiden Pasona O2 Mr. Yasuyuki Nambu, Senior Managing Director Ms. Junko Fukuzawa, Executive Director Mr. Yoshihisa Endo dan para staf Pasona O2.

Pada saat kunjungan ini Bapak Wapres tampak sungguh-sungguh mendengarkan penjelasan Presiden Pasona O2. Mr. Yasuyuki Nambu menjelaskan bahwa tujuan dari pembuatan Pasona O2 adalah menarik minat para kaum muda untuk menerjuni pekerjaan bidang Pertanian. Pertanian yang dikembangkan di Pasona O2 menggunakan metoda Hydroponic dan penyinaran lampu Light-emiting Diodes (LEDs), Fluorescent, high-presure sodium vapor disertai pengaturan suhu secara otomatis. Sayuran yang diproduksi diluar memerlukan waktu pengangkutan yang cukup lama sehingga tidak segar lagi. Sedangkan tanaman sayuran yang diproduksi disini bisa dimakan ketika masih segar sehingga mempunyai nilai gizi 10 kali lipat dari pada sayuran yang diproduksi di luar.

Ketika Bapak Wapres menanyakan apakah produk pertanian menggunakan teknik ini sudah bisa dikomersialkan, Presiden Pasona O2 menjawab untuk padi memang belum bisa dikomersialkan tetapi dengan cara ini kami bisa memanen 3 kali setahun, sedangkan kalau diluar gedung dengan metoda biasa kami hanya panen sekali dalam setahun pada akhir musim panas saja. Di Jepang sayuran dengan metoda hydroponic dengan penyinaran lampu sudah bisa dikomersialkan. Meskipun sayuran yang ditanam dalam ruang tertutup sedikit lebih mahal harganya tetapi produk hasil teknologi ini disukai konsumen karena baik mutunya dan aman dikonsumsi.

Mr. Nambu pendiri Pasona O2 ini membanggakan bahwa Perdana Menteri Koizumi dan Fukuda pernah mengunjungi Pasona O2. Dia menceritakan menurut para Astronot teknik ini bisa dikembangkan untuk diaplikasikan di luar angkasa sehingga para astronot bisa makan sayur segar bukan bahan makanan yang diawetkan. Dan dengan metoda ini juga tidak menutup kemungkinan membuka pertanian di daerah padang pasir.

Pada kesempatan itu Wapres berkenan memetik buah tomat merah, sedianya akan disediakan alat pemetik tomat tetapi beliau langsung memetik dengan jemari tangannya dan langsung memakannya. “Rasanya enak", ketika seorang wartawan foto menunjukan tomat berwarna kuning berukuran lebih kecil, dengan cekatan Wapres memetiknya dan menyantapnya, “Rasanya lebih enak, memang yang kuning-kuning rasanya enak” disambut dengan riuh gelak-tawa para pengunjung.

Presiden Pasona O2 menceritakan rencananya bahwa Pasona O2 sedang merancang pertanian dengan lahan 18.000 m2, dengan teknik yang lebih canggih sehingga orang bisa sambil bekerja dapat langsung menyantap produknya. Dengan berpakaian jas dan berdasi kita dapat mengerjakan usaha pertanian dengan mudah asalkan menggunakan sarana dan prasarana yang didukung teknologi mutakhir.

Dia menambahkan kalau Pasona O2 telah berhasil memasukkan banyak kaum muda terjun bekerja dalam bidang pertanian menggunakan teknologi modern, diharapkan Jepang dapat meningkatkan kemandirian pangan dari 40% menjadi 55%, sehingga ketergantungan terhadap produk pertanian luar negeri menjadi semakin menurun.

Bapak Wapres menyampaikan bahwa kita bersyukur Indonesia mempunyai lahan yang subur dan luas dengan sinar matahari yang cukup, Alhamdulillah sekarang Indonesia sudah swasembada beras, jagung dan gula konsumsi. Prestasi ini perlu kita pertahanankan dan kembangkan lagi menggunakan teknologi yang lebih maju.