Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design: Kisi Karunia
Base Code: Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Wednesday 31 December 2008

Informasi umum tentang SPS (1)

Apa yang disebut SPS ?

SPS merupakan singkatan dari Sanitary and Phytosanitary Measures yang artinya tindakan-tindakan yang dilakukan untuk melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan.
Perlindungan dimaksud meliputi 4 hal penting sebagai berikut:

1. Resiko yang ditimbulkan oleh masuknya, pembentukan atau penyebaran dari hama, penyakit, organism pembawa penyakit atau organism penyebab penyakit.

2. Resiko yang ditimbulkan oleh bahan tambahan makanan (food additives), pencemaran, racun atau organism penyebab penyakit yang terkandung dalam makanan, minuman atau bahan makanan.

3. Resiko terkena penyakit-penyakit yang dibawa oleh hewan, tumbuhan atau produk yang dibuat dari padanya.

4. Melakukan pencegahan dan membatasi bahaya lainnya di dalam wilayah negaranya dari masuknya, pembentukan atau penyebaran hama.

Ketentuan SPS ini berlaku secara global, karena ketentuan ini merupakan salah satu persetujuan (agreement) yang disepakati oleh seluruh negara anggota WTO pada pembentukan organisasi ini pada tahun 1994. Indonesia telah meratifikasi perjanjian tersebut dan mengundangkannya dalam hukum positif Indonesia. Regulasi ini tertuang dalam UU No. 7 tahun 1994 tentang pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization.

Selama produk yang diperdagangkan terkait dengan aturan SPS maka ketentuan ini digunakan sebagai dasar dalam persyaratan pemenuhan keberterimaan suatu produk. Seluruh anggota WTO, termasuk Indonesia sangat mungkin menggunakan ketentuan SPS dalam perdagangan antar Negara.

Isi dari perjanjian SPS-WTO pengaturan hal-hal sebagai berikut:
1. Ketentuan Umum
2. Hak dan Kewajiban
3. Harmonisasi
4. Kesepadanan
5. Analisis resiko dan penetapan tingkat perlindungan SPS
6. Adaptasi terhadap keadaan regional tranparansi
7. Prosedur pengendalian, Inspeksi dan pemberian persetujuan
8. Bantuan Teknis
9. Perlakuan Khusus dan Berbeda
10. Konsultasi dan penyelesaian perselisihan
11. Administrasi
12. Pelaksanaan
13. Ketentuan Penutup

Isu-isu SPS menjadi sangat penting belakangan ini. Dengan berangsur direduksinya hambatan berupa tariff, kuota serta subsidi dalam perdagangan internasional, maka isu-isu sentral dalam perdagangan saat ini bergerak pada yang disebut dengan hambatan non-tariff barrier. Hambatan ini diidentikan sebagai hambatan yang disebabkan oleh aspek-aspek teknis. Salah satu perjanjian di dalam WTO yang kental dengan aspek teknis tersebut adalah perjanjian tentang Sanitary and Phytosanitary Measures.

Amanah yang perlu diperhatikan oleh Negara anggota WTO sebagai rambu di dalam perdagangan menekankan 3 hal dalam perjanjian SPS yaitu sebagai berikut:
1. Tindakan SPS harus berlandaskan kajian disertai bukti ilmiah
2. Tindakan SPS harus transparan dan tidak boleh melanggar prinsip non diskriminasi
3. Tindakan SPS tidak dijadikan sebagai suatu hambatan terselubung di dalam perdagangan.

Saat ini terdapat tiga lembaga organisasi internasional yang menjadi rujukan dalam setiap tindakan SPS yang dikenal dengan three sisters adalah:
1. Codex Alimentarius Commission
2. International Plant Protection Convention
3. World Organization for Animal Health

Ruang lingkup justifikasi yang dikeluarkan oleh Codex Alimentarius Commission adalah mengatur regulasi teknis yang berkenaan dengan pangan, termasuk aspek keamanan pangan, standar, serta rekomendasi teknis lainnya. International Plant Protection Convention bertugas mengeluarkan standar-standar tentang perlindungan tanaman atau dikenal dengan International Standard for Phytosanitary Measerues (ISPM). Sedangkan World Organization for Animal Health berfungsi menetapkan peraturan (code-code) yang terkait dengan aspek kesehatan hewan.

Bila dilihat dari justifikasi yang dikeluarkan oleh ketiga lembaga diatas, tampaknya ketentuan SPS ini sangat kental nuansanya untuk perdagangan produk-produk pangan dan pertanian saja. Namun tidak sepenuhnya demikian. Pada prinsipnya, selama produk tersebut akan berdampak seperti pada alinea kedua di atas, sangat relevan ketentuan SPS diterapkan. Artinya tidak mesti hanya terbatas pada produk pangan dan pertanian saja.

Contohnya, pada kemasan kayu yang digunakan sebagai packing produk industri impor. Perhatian utama ketentuan SPS dalam hal ini bukan pada produk industri apa yang dikemas, namun pada bahan packing yang terbuat dari kayu. Maka dari itu perlu dilakukan memastikan bahwa tidak terdapat hama penyakit tertentu yang dapat terbawa pada media kayu yang digunakan sebagai kemasan produk industri tersebut.

Bersambung.

Sumber: 30 informasi umum seputar sanitary & Phytosanitary, SPS National Enquiry Point

No comments: